Latest Products

Tampilkan postingan dengan label Tazkiyatun Nafs. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tazkiyatun Nafs. Tampilkan semua postingan
Seberapa Islami keseharian kita? Artikel ini memberikan hal-hal yang perlu kita renungkan dan kemudian diamalkan dalam keseharian kita.

1.Apakah anda setiap hari selalu shalat shubuh berjamaah di masjid ? (bagi ikhwan)
2.Apakah anda selalu menjaga shalat yang 5 waktu berjamaah di masjid ? (bagi ikhwan)

3.Apakah anda hari ini membaca Al-Qur’an?

4.Apakah anda rutin membaca dzikir setelah selesai melaksanakan shalat wajib?

Cara membimbing akhlaq
Telah dimaklumi bahwa badan kita tidak diciptakan dalam keadaan sempurna, namun dia bisa dikondisikan menjadi lebih baik dengan makanan dan latihan. Maka begitu pula jiwa yang Allah ciptakan dalam keadaan lemah dan kekurangan; dia bisa dikondisikan menjadi kuat dan sempurna dengan mensucikan dan membimbing akhlaq serta menyuapinya dengan ilmu.

Sebagaimana kepada badan yang sehat, dokter tinggal menganjurkan untuk menjaga kesehatannya, dan bagi badan yang sakit, dokter akan berusaha sekuat tenaga untuk menyembuhkannya, maka begitu pula dengan jiwa. Jiwa yang suci, bersih, dan baik akhlaqnya, haruslah tetap dijaga dan semakin diperkuat. Jika jauh dari gambaran kesempurnaan, maka dia harus diusahakan untuk disempurnakan.

Suatu penyakit, yang membuat badan kesakitan, harus diobati dengan lawannya. Jika badan terasa panas, maka harus diobati dengan yang dingin. Jika badan kedinginan maka harus diobati dengan panas. Begitu pula akhlaq-akhlaq yang hina, yang termasuk penyakit hati, harus diobati dengan lawannya. Penyakit kebodohan harus diobati dengan ilmu, penyakit kikir harus diobati dengan kedermawanan, penyakit takabbur harus diobati dengn tawadhu’, dan penyakit rakus harus diobati dengan menghentikan hal-hal yang menggugah nafsunya.
Yang perlu dicatat adalah bahwa seseorang harus mampu menahan diri merasakan pahitnya obat dan bersabar menahan diri dari hal-hal yang diinginkannya, demi pemulihan badannya yang sedang sakit. Begitu pula kesabaran dalam berusaha mengobati penyakit-penyakit hati, yang justru inilah yang lebih penting sebab penykit badan bisa lepas dengan kematian, tetapi penyekit hati bisa berlanjut dengan siksa abadi setelah kematian.
Bagi orang yang sedang mengobati jiwa orang-orang yang menghendaki jalan Allah, janganlah mencecar mereka dengan suatu pola latihan khusus untuk mengetahui akhlaq dan penyakitnya Sebab mengobati setiap pasien tidak hanya dengan satu cara saja. Jika melihat orang yang tidak mengetahui syariat, maka dia harus mengajarinya. Jika melihat orang yang takabur maka ia harus menuntunnya kepada hal-hal yang membuatnya tawadhu', menghadapi orang yang mudah naik pitam dengan cara yang lemah lembut.
Yang sangat diperlukan orang yang melatih jiwanya sendiri adalah kekuatan hasratnya. Selagi dia mundur, tentu ia tak akan berhasil. Selagi merasa hasratnya melemah, maka dia harus bersabar. Jika hasratnya semakin merosot, maka dia harus menghukumnya agar tidak terulang, seperti kata seseorang kepada dirinya sendiri "Mengapa engkau mengatakan sesuatu yang tidak perlu ? Akan ku hukum jiwamu dengan puasa."

Tanda-tanda Sakit Hati dan Mengembalikannya agar Sehat Kembali serta Cara Mengetahui Orang lain dan Aib dirinya
Setiap anggota badan manusia diperuntukkan untuk tugas yang khusus. Adapun tanda sakitnya adalah ketidak mampuannya melaksanakan tugas itu, atau tugas itu bisa dilaksanakan dalam keadaan kacau. Tangan yang sakit terlihat dari ketidak mampuannya memegang. Mata yang sakit terlihat dari ketidak mampuannya melihat. Hati yang sakit terlihat dari ketidak mampuannyaa melaksanakan tugas khusus yang karenanya ia diciptakan, yaitu ilmu, hikmah, ma'rifah, mencntai Allah dan beribadah kepada-Nya serta mementingkan semua ini dari setiap bisikan nafsu.
Orang yang mengetahui segala sesuatu, tetapi tidak mengetahui Allah, seakan-akan dia tidak mengetahui sesuatu pun.
Tanda ma'rifat (mengetahui) adalah cinta. Siapa yang mengetahui Allah tentu mencintai-Nya. Adapun tanda cinta adalah tidak mementingkan sesuatu dari sekian banyak hal-hal yang dicintai daripada Allah. Siapa yang lebih mementingkan sesuatu yang lebih dicintainya daripada cintanya kepada Allah, berarti hatinya sakit, sebagaimana perut lebih suka memakan tanah dari pada roti, maka perutnya tidak beres alias sakit.
Penyakit hati ini adalah penyakit yang tersembunyi. Terkadang pemiliknya tidak mengtahui penyakit yang menimpa jiwanya, karena itu ia mengabaikannya. Kalaupun tahu, dia mungkin tidak sabar menanggung pahitnya obat, karena obatnya adalah menentang nafsu. Kalaupun sabar, belum tentu ia mendaptkan dokter yang sanggup mengobatinya. Dokter di sini adalah para ulama. Sementara penyakit itupun sudah menjangkiti mereka. Maka dokter yang sakit jarang yang mau mngobati orang lain yang sakit, sehingga penyakit menjadi menyebar ke mana-mana dan ilmu pun hilang. Obat hati dan penyakit hati sama-sama dibiarkannya, manusia hanya melakukan ibadah-ibadah zhahir, sedangkan dalam batinnya hanya sekedar tradisi. Inilah yang disebut tanda sumber penyakit.
Untuk mengembalikan keadaan agar segar kembali, setelah berusaha melakukan pengobatan ialah dengan melihat jenis penyakitnya. Pengobatan penyakit kikir adalah dengan mengeluarkan harta, tapi tidak perlu berlebih-lebihan dan boros. Penyakit yang lain dengan pengobatannya yang tersendiri pula, seperti panas dengan dingin agar tidak semakin panas dan tidak terlalu dingin, agar tidak menjadi penyakit baru. Yang dituntut adalah jalan tengah.
Jika engkau melihat jalan tengah ini, lihatlah kepada dirimu sendiri. Jika menumpuk harta dan mempertahankannya lebih engkau cintai dan lebih mudah daripada mengeluarkannya sekalipun kepada yang berhhak, maka ketahuilah bahwa  ada sifat kikir pada dirimu. Maka obatilah jiwamu dengan mengeluarkan harta tersebut. Jika mengeluarkan harta tersebut kepada orang yang engkau cintai, maka tahanlah sedikit harta tersebut, karena pada dirimu adalah pemborosan. Janganlah engka lebih condong untuk mengeluarkannya atau menahannya. Buatlah harta tersebut mengalir seperti air di sisimu. Engkau tidak menuntut air tersebut untuk berhenti bukan untuk suatu keperluan, atau mengalirkannya secara deras untuk orang yang memerlukannya. Setiap hari orang yang bisa seperti itu akan mendatangi Allah dengan semangat dan bergairah.
Seseorang juga harus terbebas dari segala akhlaq yang buruk , agar ia  tidak mempunyai hubungan dengan sesuatu pun keduniaan, agar jiwa dapat meninggalkan dunia dalam keadaan memutuskan hubungan dengannya, tidak menoleh kepadanya dan tidak mengharapkannya. Pada saat itu dia akan kembali kepada Rabb-Nya sebagaimana kembalinya jiwa yang muthma'innah.
Karena jalan tengah yang hakiki itu antara dua sisi yang cukup sulit dideteksi , bahkan lebih lembut daripada sehelai rambut dan lebih tajam daripada pedang, maka tidak aneh siapa yang bisa melewati jalam yang lurus ini di dunia, tentu akan bisa melewati jalan ini pula di akhirat. Karena sulitnya istiqomah, maka hamba diperintahkan membaca , "Ihdinash-shirathal-mustaqim", beberapa kali setiap hari. Siapa yang tidak sanggup istiqamah, hendaknya dia berusaha untuk istiqamah, karena keselamatan itu dari amal shalih. Sementara itu, amal yang shalih tidak keluar kecuali dari akhlak yang baik. Maka hendaklah setiap hamba mencari sifat dan akhlaknya sendiri, hendaklah mengobati satu persatu dan hendaklah bersabar dalam masalah ini, karena dia akan mendapatkan keadaann yang enak, seperti halnya anak kecil yang tadinya enggan disapih, tapi lama-kelamaan dia merasa enak disapih. Bahkan andaikan dia ditawari untuk menyusu lagi, tentu dia akan menolak, siapa yang menyadari umur yang pendek jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang panjang, maka dia akan berani menanggung beratnya perjalanan selama beberapa hari, untuk mendapatkan kenikmatan yang abadi.
Ketahuilah bahwa apabila Allah menghendaki kebaikan pada seseorang hamba, maka dia membuatnya tahu aib dirinya. Siapa yang mempunyai mata hati dia tidak akan takut terhadap aib dirinya. Jika dia tahu aib dirinya, memungkinkan baginya untuk mengobatinya. Tetapi mayoritas manusia tedak mau tahu aib diri sendiri. Ada pepatah mengatakan: "Kuman di seberang lautan tampak , gajah dipelupuk mata tidak tampak. Kotoran di mata temannya tampak, batang pohon di depan matanya tidak tampak".
Siapa yang ingin mengetahui aib diri sendiri, maka ada empat jalan yang bisa ditempuh:
1. Menghadap seorang syaikh yang bisa mengetahui aib jiwa, sehingga dia bisa mengenali aibnya dan sekaligus mengobatinya. Yang seperti ini seringkali terjadi, dan cukup banyak dokter yang menanganinya
2. Mencari teman karib yang jujur, dapat dipercaya dan bagus agamanya. Dia bisa menjadikann teman karib itu sebagai pendampingnya, agar memberinya peringatan dari akhlak atau perbuatannya yang kurang baik.
Amirul-Mukminin Umar bin Al-khaththab pernah berkata:"Semoga Allah merahmati seseorang yang mau menunjukkan aib kami kepada kami."
Suatu kali dia bertanya kepada Salman tentang aib yang pernah dilakukannya. Maka salman menjawab, "Aku mendengar engkau pernah mengumpulkan dua jenis sayru di meja makanmu dan engkau mengenakan dua macam pakaian, satu untuk siang hari dan satu lagi untuk malam hari."
Umar berkata ," Apakah ada selain itu?"
"Tidak," jawab Salman.
"Kalau dua hal itu aku sudah tidak melakukannya lagi," jawab Umar bin Al-Khaththab.
Umar juga pernah bertanya kepada Hudzaifah," Apakah aku termasuk orang-orang munafik?"Dia perlu bertanya itu, sebab siapa yang kedudukannya semakin tinggi, maka tuduhan terhadap dirinya juga semakin gencar. Hanya saja di zaman sekarang jarang ada teman karib yang jujur dengan memiliki sifat seperti ini. Sedikit sekali teman yang tidak mencari muka atau tidak dengki.
Orang-orang salaf sangat suka jika ada seseorang yang menunjukkan aib mereka. Sementara kita di zaman sekarang justru marah besar jika ada seseorang yang menunnjukkan aib kita. Hal ini menunjukkan lemahnya iman kita. Sebab akhlaq yang buruk itu seperti kalajengking, maka secepat itu pula kita akan bertindak membunuh kalajengking tersebut. sementara akhlaq yang hina lebih berbahaya dari kalajengking, bagi orang yang tidak menyadarinya.
3. Mengambil manfaat tentang aib dirinya dari penuturan musuhnya. Sebab mata yang penuh kebencian itu akan memamncarkan keburukan. Manfaat yang dapat diambil oleh musuh mengingatkan aib dirinya. Hal ini lebih bermanfaat bagi dirinya dari pada teman karib yang mencari muka dan menutupi aibnya.
4. Bergaul dengan manusia selagi dia melihat seuatu yang tercela pada diri mereka, maka mereka segera menjahuinya.

Nafsu-nafsu jiwa
Seperti yang sudah kami isyaratkan diatas, bahwa nafsu jiwa tidak diciptakan melainkan kerena ada faedahnya. Andaikata tidak ada nafsu makan, tentu manusia tidak akan mau mencari makan. Andaikata tidak ada nafsu seksual, keturunan tentu akan terputus, dan yang tercela adalah nafu yang berlebih-lebihan dan melampaui batas. Banyak orang yang belum memahami takaran ini, lalu merekapun meninggalkan apa yang diinnginkan jiwa. Tetu saja ini merupakan kezaliman karena mengabaikan haknya. Jiwa mempunyai hak, hal ini didasarkan pada sabda Nabi:
Sesungguhnya jiwamu mempunyai hak atas dirimu (HR Bukhari dan Muslim)
Sebagian diantara mereka berkata: "Aku mempunyai kebiasaan begini dan begitu. Jika aku menghendaki yang lain, maka aku tidak memenuhinya. Ini namanya penyimpangan dari yang halal dan dari sunnah. Seseorang boleh memakan hal-hal yang dihalalkan dan yang diinginkan jiwanya, seperti manisan, madu dan lain sebagainya. Jangan pedulikan orang zuhud yang sedikit ilmunya, yang mengharamkan segala yang diinginkan jiwanya.dia lebih panta disebut orang zalim daripada orang yang adil. Boleh meninggalkan apa yang diinginkan, kalau sulit mendapatkan sesuatu yang diinginkan, dia mendapatkan hal tersebut dengan cara yang kurang disenangi, atau jika dia memakan sesuatu yang diinginkan jiwanya bisa membuatnya berat dalam beribadah. Tapi memakannya sesekali waktu untuk menguatkan jiwa, maka hal itu seperti obat dari suastu penyakit, dia dipuji dan tidak dicela. Memang adakalanya jiwa itu dimanja sekedar untuk menguatkan sikap.

Tanda-tanda akhlaq yang baik
Boleh jadi seseorang menyangka telah menata jiwanya, sehingga dia sudah bisa meninggalkan hal-hal yang keji dan kedurhakaan, kemudian dia mengira bahwa ahlaknya sudah tertata, lalu tidak mau lagi berusaha, ini tidak benar.sebab ahlak yang baik itu merupakan kumpulan sifat-sifat orang mukmin, sebagaimana yang digambarkan Allah dalam firman-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka [karenanya] dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, [yaitu] orang-orang yang mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan kepada mereka,.itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat, ketinggian disisi Rabbnya dan ampunann serta rezki [nikmat] yang mulia." [Al-anfal:2-4].
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman,[yaitu] orang-orang yang khusyu`dalam shalatnya,dan orang-orang yang menjauhkan diri dari [perbuatan dan perkataan] yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat,dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela.Barang siapa yang mencari dibalik itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas, dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat [yang dipikulnya] dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara sholatnya,.mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, [yakni] yang akan mewarisi surga firdaus. Mreka kekal didalamnya.(al-Mu'minun : 1-11)"
"Dan hamba hamba yang baik dari Rabb yang maha penyayang itu [ialah] orang-orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati dan apabila orang jahil menyapa mereka,maka mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan." [Al-furqon:63].
Siapa yang kesulitan mengukur dirinya, maka hendaklah dia membandingkan dirinya dengan ayat-ayat ini. Keberadaan sifat-sifat ini merupakan tanda tanda ahlak yang baik dan ketiadaan sifat-sifat ini merupakan tanda ahlak yang buruk, dan keberadaan sebagian sifat-sifat ini tanpa sebagian yang lain menunjukan keberadaan sifat-sifat itu tanpa yang lain. Untuk yang terakhir ini, sifat yang sudah ada harus tetap dijaga, dan yang belum ada tentu harus diusahakan.
Rasulullah juga telah menggambarkan orang Mukmin dengan berbagai sifat, yang dengan sifat-sifat inilah beliu mengisyatkan tentang ahlak yang baik
Di dalam ash-shahihain, disebutkan dari hadits Anas, bahwa Nabi bersabda:
"Demi yang diriku ada di Tangan-Nya, tidaklah seorang hamba itu disebutkan beriman sehingga dia mencintai bagi saudaranya apa yang dia cintai bagi dirinya sendiri."(Diriwayatkan AL-bukhary dan Muslim)
juga disebutkan dari hadits Abu Hurairah dari Rasulallah, beliau bersabda:
"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah dia menghormati tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dann hari Akhirat, hendaklah dia tidak menyakiti tetangganya, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir , hendaklah mengatakan yang baik atau hendaklah dia diam' (HR Bukhari dan Muslim)
dan sabda beliau yang lain
Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya (HR At-Tirmidzi dann Abu Dawud dan Ahmad dan Hakim)
Akhlaq-akhlaq yang lainnya adalah sabar menghadapi gangguan. Di dalam as-shahihain disebutkan bahwa ada seorang A'raby yang menarik mantel Rasulullah hingga menimbulkan bekas dibahu beliau, kemudian berkata" Hai Muhammad! Serahkanlah kepadaku dari harta Allah yang ada padamu. Beliau menengok kearah orang yang sambil itu ambil teresenyum, lalu memberinya apa yang diminta (HR Bukhari dan Muslim)
Jika orang yang menyiksa beliau, maka belaiau bersabda:
'Ya Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.' (Diriwayatkan Bukhary dan Muslim).
Jika Uwais Al-Qarny dilempari oleh anak-anak kecil, maka dia berkata, 'Wahai saudarasaudaraku, jika tidak ada pilihan yang lain, maka bolehlah kalian melempari aku, tetapi dengan batu yang lebih kecil agar betisku tidak berdarah sehingga menghalangiku untuk shalat,'

Suatu ketika Ibrahim bin Adnan keluar ke tengah lembah, lalu disana dia berpapasan dengan seorang prajurit perang. Prajurit itu bertanya,'Dimana ada tempat yang baik ?'

Ibrahim menunjuk kearah kuburan di dekatnya. Prajurit itu langsung memukul kepala Ibrahim karena geram. Setelah ada orang lain yang memberi tahu bahwa orang yang dipukulnya itu adalah Ibrahim bin Adnan, maka prajurit tersebut memeluk tangan dan kaki Ibrahim karena menyesali perbuatannya, Ibrhim berkata, "Ketika kepalaku dipukul, aku memohon syurga bagi orang ini kepada Allah. Aku sudah memperingatkan diriku saat aku dipukul, bahwa jangaan sampai aku mendapatkan kebaikan dari kejadian itu, sedangkan dia mendapatkan akibat yang. Buruk."

Itulah gambaaran jiwa yang bisa merendahkan diri berkat latihan, sehingga akhlak mereka menjadi baik dan batinnya tidak terkecoh, lalu menghasilkan keridhaan terhadap takdir. Siapa yang tidak memiliki sifat-sifat seperti yang mereka memiliki ini, maka ia harus melatih diri, yang secara berangur-angsur dia bisa mencapainya.
Salah satu hal yang menunjukkan begitu pentingnya ilmu syar'i adalah bahwasanya kebodohan merupakan sifat penghuni neraka. Sebaliknya, seseorang yang diberi kemudahan untuk memahami ilmu syar'i dan mengamalkannya menunjukkan bahwa Allah menghendaki kebaikan padanya sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
من يرد الله به خيراً يُفقهه في الدين

Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan membuatnya pandai dalam agamanya (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah ta’ala berfirman

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tuamu dengan sebaik-baiknya.” (Al-Isra': 23)

Berbuat baik kepada kedua orang tuamu artinya, memberikan bakti dan kasih sayang kepada keduanya.

إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ
“Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ (AI-Isra': 23)

Jangan mengatakan “ah” artinya, janganlah berkata-kata kasar kepada keduanya jika mereka telah tua dan lanjut usia. Selain itu, wajib bagimu untuk memberikan pengabdian (berbakti) kepada mereka sebagaimana mereka berdua telah memberikan pengabdian kepadamu. Sesungguhnya, pengabdian orang tua kepada anaknya adalah lebih tinggi dari pada pengabdian anak kepada orang tuanya. Bagaimana mungkin kedua pengabdian itu bisa disamakan? ketika kedua orang tuamu menahan segala derita mengharapkan agar kamu bisa hidup, sedangkan jika kamu menahan derita karena kedua orang tuamu, kamu mengharapkan kematian mereka

Allah melanjutkan firman-Nya,
وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا
...Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Al-Isra': 23)

Yakni ucapan yang lemah lembut.

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’ (AI-Isra':24)

Allah Ta'ala berfirman,

أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah engkau akan kembali (Luqman: 14)
Perhatikanlah -semoga Allah merahmatimu- bagaimana Allah mengaitkan rasa syukur kepada kedua orang tua dengan syukur kepada-Nya.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Ada tiga ayat yang diturunkan dan dikaitkan dengan tiga hal, tidak diterima salah satunya jika tidak dengan yang dikaitkannya:

1. Firman Allah Ta'ala, `Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul'. Maka barangsiapa taat kepada Allah namun tidak taat kepada Rasul, ketaatannya tidak diterima.

2. Firman Allah Ta'ala, `Dan dirikanlah shalat serta tunaikan zakat'. Maka barangsiapa melakukan shalat namun tidak mengeluarkan zakat, tidaklah diterima.

3. Firman Allah Ta'ala, Agar kamu bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.' Barangsiapa bersyukur kepada Allah namun tidak bersyukur kepada kedua orang tua, tentu saja tidak diterima hal itu. Oleh karena itulah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Keridhaan Allah ada di dalam keridhaan kedua orang tua dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan kedua orang tua. (Diriwayatkan Tirmidzi dari hadits Abdullah bin Amr, hadits ini diperkuat oleh hadits Abu Hurairah).

Dalam sebuah hadits disebutkan, Seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meminta izin untuk jihad. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, Apakah bapak ibumu masih hidup ? orang itu menjawab, Ya maka kata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hendaklah kamu berbakti kepada keduanya [HR. Bukhari, Muslim)

Lihatlah bagaimana berbuat baik dan memberikan pelayanan kepada kedua orang tua lebih diutamakan daripada jihad?

Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Maukah aku beritahu kalian tentang dosa besar yang paling besar? Yakni menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua"

Lihatlah bagaimana Allah mengaitkan antara menyakiti kedua orang tua, tidak adanya bakti kepada mereka dengan dosa syirik kepadaNya.

Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim juga, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang durhaka (kepada kedua orang tua, orang yang menyebut-nyebut kebaikannya, dan yang kecanduan khamr"

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Jika Allah mengetahui sesuatu yang lebih hina dari ah' niscaya Allah akan melarangnya. Maka berbuatlah orang yang durhaka (kepada orang tua) semaunya, pastilah ia tidak akan masuk surga. Dan berbuatlah orang yang berbakti kepada orang tua semaunya, tidaklah ia masuk neraka"

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Allah melaknat orang yang durhaka kepada orang tua, Beliau bersabda lagi, Allah melaknat orang orang yang mencaci bapaknya. Allah melaknat orang yang mencaci ibunya. (Diriwayatkan lbnu Hibban dalam shahihnya dari hadits Ibnu Abbas). Beliau bersabda, Semua dosa ditunda (siksanya) oleh Allah semau-Nya hingga hari Kiamat kecuali durhaka kepada orang tua. Sesungguhnya dosa durhaka disegerakan (siksanya) bagi pelakunya" (Diriwayatkan Hakim dari hadits Abu Bakar dengan sanad yang baik).

Yakni hukumannya di dunia sebelum hari Kiamat.

Ka'abul Ahbar Rahimahullah berkata, "Sesungguhnya Allah menyegerakan kehancuran bagi seorang hamba jika ia durhaka kepada orang tuanya. Kehancuran itu merupakan siksaan baginya. Dan sesungguhnya Allah menambah umur orang yang berbakti kepada orang tua agar bertambah pengabdian dan kebaikannya kepada mereka"

Di antara bentuk pengabdian adalah memberi nafkah kepada mereka di saat mereka membutuhkan. Seseorang datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan berkata, Wahai Rasulullah, ayahku ingin merampas hartaku. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Kamu dan hartamu untuk bapakmu"

Ka'abul Ahbar ditanya tentang durhaka kepada orang tua, Apakah !tu? la menjawab, "Yaitu jika ayah atau ibunya menyumpahinya, ia tidak mempedulikannya. Jika mereka menyuruhnya, ia tidak mentaatinya. Jika meminta sesuatu kepadanya, ia tidak memberinya. Dan jika diberi amanat, ia mengkhianatinya"

lbnu Abbas radhiyallahu anhuma ditanya tentang Ashabul-A’raf. Ia menjawab, Adapun A'raf, ia adalah sebuah gunung di antara surga dan neraka. Dikatakan A’raf karena ia lebih tinggi daripada surga dan neraka. Di sana terdapat pepohonan, buah-buahan, sungai, dan mata air. Adapun orang-orang yang menempatinya, mereka yang dulunya pergi berjihad tanpa izin dari ayah dan ibu mereka. Kemudian mereka terbunuh dalam jihad itu dan kesertaannya dalam perang itu menghalanginya dari siksa neraka. Sedangkan kedurhakaan kepada orang tua menghalanginya untuk masuk surga. Maka mereka bertempat di Araf tersebut hingga Allah memutuskan urusan mereka.

Dalam kedua kitab Shahih diriwayatkan, "Seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan bertanya, Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak mendapatkan perlakuan baik? Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, Ibumu. Beliau bertanya, Kemudian siapa? Rasulullah menjawab, Ibumu la bertanya lagi, Kemudian siapa lagi? la menjawab, ibumu. la bertanya lagi, kemudian siapa? Beliau menjawab, 'Ayahmu. Kemudian yang paling dekat dan yang paling dekat

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengulangi kewajiban berbakti kepada seorang ibu hingga tiga kali sedangkan berbakti kepada ayah satu kali. Hal itu disebabkan karena derita yang dialami seorang ibu lebih besar dari pada yang dialami seorang ayah dan kasih sayang yang diberikannya juga lebih besar daripada ayah. Belum lagi kalau dibandingkan dengan beratnya mengandung, kontraksi, melahirkan, menyusui, dan berjaga malam.

Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma melihat seseorang seseorang sedang memanggul ibunya dengan lehernya sambil mengelilingi Ka'bah. Orang itu bertanya, "Hai Ibnu Umar, apakah dengan demikian berarti aku telah membalasnya?" Ibnu Umar menjawab, "Belum sedikit pun kamu membalasnya, namun kamu telah berbuat baik kepadanya. Dan Allah akan membalas atas sedikit kebaikanmu dengan balasan yang banyak"

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Ada empat orang yang Allah harus tidak memasukkan mereka ke dalam surga dan tidak mereka mencicipi kenikmatannya: orang yang kecanduan terhadap khamr, pemakan riba, orang yang memakan harta anak yatim secara dzalim, dan orang yang durhaka kepada kedua orang tua kecuali jika mereka telah bertaubat" (Diriwayatkan Hakim dengan sanad shahih, namun AI-Mundziri mengatakan bahwa pada sanad hadits ini terhadap Ibrahim bin Khaitsam yang haditsnya matruk, tertinggal dan tidak diakui).

Seseorang datang kepada Abu Darda' Radhiyallahu Anhu dan berkata, Hai Abu Darda', sesungguhnya aku menikahi seorang wanita dan ibuku menyuruhku untuk menceraikannya. Abu Darda' berkata, Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda. "Orang tua adalah pintu tengahnya surga, jika kamu mau, hilangkan saja pintu atau jagalah".

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Ada tiga doa yang terkabulkan dan tidak ada keraguan padanya: doa orang yang didzalimi, doa orang yang bepergian, dan doa tidak baik orang tua terhadap anaknya"(Diriwayatkan Tirmidzi, Abu Dawud, dan Thabrani).

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Seorang bibi berkedudukan sama dengan ibu. Maksudnya dalam rangka rasa bakti, kebajikan, kemuliaan, hubungan, dan kebaikan. (Diriwayatkan Tirmidzi dan menilainya sebagai hadits shahih).

Dari Amr bin Murrah Al-Juhani berkata, Seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu jika aku melaksanakan shalat lima (waktu), aku berpuasa Ramadhan, menunaikan zakat, berhaji
ke Baitullah. Maka apa yang aku dapatkan?" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, "Barangsiapa melakukan hal itu ia bersama para nabi, orang-orang jujur, para syuhada, dan orang-orang shalih. Kecuali jika ia durhaka kepada orang tuanya" (Diriwayatkan Ahmad dan Thabrani).

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Allah melaknat kepada orang yang durhaka kepada orang tuanya"

Juga diceritakan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda, "Pada malam ketika aku diisra’ kan aku melihat beberapa kaum yang bergelantungan pada dahan-dahan dari api. Aku bertanya, Wahai Jibril, siapakah mereka itu?" Jibril menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang mencaci ayah dan ibu mereka di dunia"

Diriwayatkan bahwa barangsiapa mencaci kedua orang tuanya akan didatangkan kepadanya di dalam kuburan bara dari api sejumlah setiap titik air yang turun dari langit ke bumi. Juga diriwayatkan bahwa jika seseorang durhaka kepada orang tuanya. Nanti setelah dikubur, ia akan dihimpit kuburan itu hingga tulang-tulang rusuknya berhimpit.

Yang paling keras siksanya pada hari Kiamat nanti tiga orang: Musyrik, pezina, dan yang durhaka kepada orang tua.

Seorang laki-laki dan perempuan datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, mereka bertengkar tentang permasalahan anak mereka. Yang laki-laki berkata, Wahai Rasulullah, anakku ini keluar dari tulang rusukku. Yang perempuan berkata, Wahai Rasulullah, ia membawanya dengan ringan dan meletakkannya secara menyenangkan, sedangkan aku mengandungnya susah dan melahirkannya pun susah, aku juga menyusuinya dua tahun penuh. Akhirnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memutuskan anak itu untuk ibunya.

Nasihat
Wahai yang mengabaikan hak-hak mulia ini, yang enggan berbakti kepada kedua orang tua bahkan durhaka kepada mereka. Wahai orang yang lupa akan kewajibannya, yang lalai kepada apa yang ada di depannya. Berbakti kepada kedua orang tua bagimu adalah agama, Anda menerlantarkan kewajiban ini dan mengekor kepada syahwat, menurut dugaanmu kamu mencari surga, padahal surga itu ada di bawah telapak kaki ibumu. la mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan yang terasa sembilan tahun. la menderita saat melahirkanmu, suatu penderitaan yang memilukan hati dan menyusuimu.

Demi kamu ngantuknya ditahan, dengan tangan kanannya ia membersihkanmu dari kotoran dan mara bahaya. la lebih mengutamakanmu dalam hal makanan. la menggunakan pangkuannya menjadi tempat landasanmu, memberikanmu kebaikan dan pertolongan. Jika sakit atau kepedihan menimpamu, ia menumpahkan rasa sayangnya secara habis-habisan. Kegelisahannya karenamu dan kegundahannya terus menemaninya,
jika demlakan harta miliknya untuk mengobatimu ke dokter. Jika ia diberi pilihan antara hidupmu dan kematiannya, tentu ia akan memilih kehidupan bagimu dengan suaranya yang lantang. Inilah kasih sayang ibu.

Sudah berapa kali kamu memperlakukannya secara kasar? Namun tetap saja ia mendoakanmu dalam kebaikan baik secara rahasia atau terang-terangan. Tatkala ia menua dan membutuhkan sesuatu kepadamu, rasanya ia menjadi beban paling berat bagimu. Kamu kekenyangan sedangkan ia kelaparan, kamu hilang rasa dahaga sedangkan ia kering kehausan. Kamu memberikan segala kebaikan kepada keluarga dan anak-anakmu di saat kamu melupakannya. Terasa berat bagimu urusannya, padahal ia mudah. Terasa panjang usianya bagimu padahal ia pendek. Kamu mengusirnya, sedangkan dada penolong selainmu. Ini sikapmu sedang Tuhanmu telah melarangmu mengatakan 'ah'. Allah mencacimu karena hak-haknya yang kamu abaikan dengan cercaan halus, bahwa -dalam dunia kamu akan dibalas dengan kedurhakaan anak-anakmu, sedang di dalam akhirat kamu dijauhkan dari Tuhan semesta alam. Allah memanggilmu dengan hina dan ancaman, Itulah (hasil) dari tanganmu (perbuatanmuj, dan sesungguhnya Allah tidak berlaku dzalim kepada hamba-hamba-Nya. (AI-Hajj: 10).

Bagi ibumu terdapat banyak hak atasmu. Apa yang banyak menurutmu sesungguhnya sangatlah kecil sudah berapa malam ia merasa memberatkanmu dan kamu mengadukan perihalnya dengan rintih dan keluh Jika kamu tahu betapa berat saat ia melahirkanmu karena berat beban itu hati terasa terbang melayang. Betapa sering ia menjagamu dari mara bahaya dengan tangan kanannya. Dan pangkuannya pun menjadi ranjangmu la mengorbankan jiwanya demi keluhanmu Dari susunya keluar minuman suci bagimu Betapa sering kamu menderita kelaparan dan dengan sepenuh tenaga la memberikan kasih sayangnya kepadamu di waktu kecilmu

Kasihan, mengapa orang cerdas mesti menuruti nafsunya Kasihan bagi yang buta hati sedangkan matanya melihat Berharaplah kamu terhadap semua doa-doanya karena terhadap apa yang didoakannya kamu membutuhkannya.

Allah tidak akan menerima pengganti atau penebus kecuali ia bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla dan berbuat baik kepadanya serta memohon keridhaannya. Karena keridhaan Allah ada pada keridhaannya dan murka Allah ada pada murkanya.

Kita memohon kepada Allah agar berkenan memelihara kita dengan keridhaan-Nya dan menjauhkan kita dari kemurkaannya. Sesungguhnya Allah Mahamulia dan Maha Dermawan. Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.

Diambil dengan beberapa pengurangan dari “Al-Kabair” karya Imam Adz-Dzahabi
Allah Ta’ala telah menciptakan manusia dan memberikan kenikmatan yang tidak terhingga. Manusia tidak akan mampu menghitungnya.
Allah berfirman:

وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 16:18)

Sesungguhnya hidup di dunia ini hanyalah sementara. Alloh Ta’ala menciptakan manusia dan menguji mereka, agar nampak siapa yang paling baik amalannya. Alloh Ta’ala berfirman:

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Al-Mulk: 2)

Qotadah -semoga Alloh merahmatinya- berkata: “Alloh telah mengumumkan kematian kepada manusia, dan Dia menjadikan dunia ini sebagai negeri kehidupan dan kebinasaan, dan Dia menjadikan akhirat negeri pembalasan dan kekekalan”. (Tafsir Ath-Thobari, juz: 12; hlm: 164)

Dan ujian Alloh kepada manusia berupa perkara yang menyenangkan ataupun yang menyusahkan. Alloh Ta’ala berfirman:











APAKAH KESOMBONGAN ITU?

Kesombongan (takabbur) atau dikenal dalam bahasa syariat dengan sebutan al-kibr yaitu melihat diri sendiri lebih besar dari yang lain. Orang sombong itu memandang dirinya lebih sempurna dibandingkan siapapun. Dia memandang orang lain hina, rendah dan lain sebagainya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hakikat kesombongan dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa salllam,
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” [H.R. Muslim, no. 2749, dari 'Abdullah bin Mas'ûd]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan istiqamah, beliau mewasiatkan untuk menjaga lisan. Dan lurusnya lidah itu berkaitan dengan kelurusan hati dan keimanan seseorang. Di dalam Musnad Imam Ahmad dari Anas bin Malik , dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
 
لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ وَلَا يَدْخُلُ رَجُلٌ الْجَنَّةَ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
Iman seorang hamba tidak akan istiqamah, sehingga hatinya istiqamah. Dan hati seorang hamba tidak akan istiqamah, sehingga lisannya istiqamah. Dan orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatan-kejahatannya, tidak akan masuk surga. (H.R. Ahmad, no. 12636, dihasankan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin, 3/13).





Pernahkah Anda merasakan kesedihan ditinggal mati oleh orang yang Anda kasihi di dunia ini? Atau pernahkah Anda kehilangan harta melimpah yang pernah Anda miliki? Itu semua menunjukkan bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara. Dunia ini bukanlah hunian abadi bagi manusia. Kehidupan hakiki adalah kehidupan di akhirat. Oleh karena itu, selayaknya orang yang berakal, lebih mengutamakan kenikmatan yang kekal daripada kehidupan fana ini. Bagaimana caranya? Agama Islam mengajarkan dengan zuhud di dunia. Sahl bin Sa’d As-Sa’idi Radhiyallahu ‘anhuma berkata:

أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِي اللَّهُ وَأَحَبَّنِي النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ 
وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّوكَ

Pernahkah Anda menangis -dalam keadaan sendirian- karena takut siksa Allâh Ta’ala? Ketahuilah, sesungguhnya hal itu merupakan jaminan selamat dari neraka. Menangis karena takut kepada Allâh Ta’ala akan mendorong seorang hamba untuk selalu istiqâmah di jalan-Nya, sehingga akan menjadi perisai dari api neraka. Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:


“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis
karena takut kepada Allâh sampai air susu kembali ke dalam teteknya.
Dan debu di jalan Allâh tidak akan berkumpul dengan asap neraka Jahannam”.
[HR. at-Tirmidzi, no. 1633, 2311; an-Nasâ‘i 6/12; Ahmad 2/505; al-Hâkim 4/260; al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 14/264. Syaikh Salîm al-Hilâli hafizhahullâh mengatakan, “Shahîh lighairihi”. Lihat penjelasannya dalam kitab Bahjatun Nâzhirîn Syarh Riyâdhus Shâlihîn 1/517; no. 448)


Bicara Tanpa Pahala



Waktu (baca : usia) adalah modal untuk melakukan amal shalih. Orang yang mengerti hakikat ini, maka dia tidak akan menggunakannya kecuali untuk perkara yang bermanfaat. Dia akan berusaha memanfaatkan segala potensi diri untuk mendapatkan pahala sebanyak mungkin. Diantara yang bisa mudah dimanfaatkan untuk menabung bekal disisi Allah Azza wa Jalla adalah lidah. Dengan lidah, seseorang bisa berdzikir dan saling nasehat menasehati sehingga meraih banyak pahala. Namun sebaliknya, lidah juga bisa mengakibatkan dosa dan menyeret seseorang ke neraka, jika tidak dimanfaatkan untuk kebaikan. Kesadaran seseorang terhadap fungsi dan bahaya lisan ini akan mendorong dirinya untuk menjaga lidah, tidak berbicara kecuali yang bermanfaat.
Hamba yang bertobat harus mengobarkan semangatnya untuk mempertahankan kebersihan hati dan kesucian diri hingga akhir hayat serta menjauhkan diri dari semua dosa. Dia berusaha membangun tekad membaja. Dia benci kembali berbuat dosa seperti kebenciannya bila dimasukkan ke dalam api.
Tobat berawal dari sikap penyesalan dan diakhiri dengan amal shalih serta dihiasi dengan berbagai ketaatan. Tobat adalah penggerak hati agar terbebas dari seluruh kotoran kemaksiatan dan pendorong jiwa untuk tidak kembali kepada dosa selamanya.

Hendaknya seorang hamba bertobat hanya karena mencari ridha Allah, bukan karena menjaga kesehatan, mempertahankan harta benda, atau takut ancaman seseorang atau jeratan hukum dunia, atau karena tidak ada faktor pendorong maksiat. Seorang hamba hendaknya bertobat dan meninggalkan dosa karena tidak ingin membuat Allah dan Rasul-Nya murka dan marah.

Kata tobat yang hanya di lisan tidak bisa menjadi bukti jujurnya bertobat. Selama dia belum membuktikan secara jujur dalam perubahan perilaku maupun tindakan, tobatnya tidak bisa disebut dengan tobat nasuha. Siapa yang berkata, “Aku bertobat”, tak boleh merasa telah bertobat hingga kata tobat tersebut memancarkan sinar hidayah dan bukti penyesalan penuh kejujuran dalam perilaku dan tindakan.
Untuk mengenali adanya kejujuran seorang hamba dalam bertobat, perhatikan hal-hal berikut:
  1. Ia segera meninggalkan seluruh maksiat dan segera mengerjakan berbagai macam ibadah untuk menutupi kekurangan masa lalu. Itu merupakan salah satu bukti bahwa hatinya merasakan pahitnya dosa dan memiliki keinginan untuk bertobat.
  2. Ia bertekad bulat menutupi kekurangannya dan memperbaiki keadaan pada masa yang akan datang. Jika dia melalaikan suatu ibadah, ia meng-qadha-nya. Jika dia mengambil hak orang lain, ia mengembalikan kepada pemiliknya. Jika dia melakukan kesalahan yang tidak mengharuskan membayar denda, cukup dengan menyesalinya. Ini merupakan bukti bahwa dalam hatinya dia mengagungkan Allah l, sangat takut dan berharap kepada-Nya dan berambisi untuk meraih rahmat dan ampunan-Nya.
  3. Dunia akan terasa sempit baginya sebagaimana yang dirasakan Ka’ab bin Malik beserta kedua temannya. Hidupnya diliputi dengan kesedihan dan tangisan akibat dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Ia sedikit tertawa dan bersungguh-sungguh dalam hidupnya dengan banyak beribadah dan beramal shalih.
  4. Kondsis hidupnya lebih baik daripada sebelum ia bertobat.
  5. Tidak merasa aman dari makar Allah l walau hanya sekejap mata, sehingga ia merasa selalu dalam pengawasan Allah dan merasa takut sampai dia mendengar ucapan para malaikat utusan yang hendak mencabut nyawanya.
  6. Hatinya teriris mengingat dosa-dosanya. Ia merasa rugi atas semua kebaikan yang selama ini ia lewatkan dan takut akan akibat buruk maksiat yang ia jalani.
  7. Senantiasa menyadari bahwa pertemuan dengan Allah akan segera terjadi, setiap saat ia merasa kematian akan menjemputnya. Bahkan dia menyadari bahwa kematian lebih dekat dari tali sendalnya.
  8. Salah satu tanda paling kuat dan bukti paling nyata atas kejujuran seorang hamba dalam bertobat adalah, ketika dia telah mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan mencintai kaum mukminin karena Allah serta mewujudkan segala sesuatu yang menjadi konsekuensi cinta tersebut.

http://almanhaj.or.id/content/3618/slash/0/bertaubat-sebelum-tidur

Oleh
Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawwaz, Lc



Hidup di dunia ini hanya sementara. Saat kematian menjemput seseorang, berarti harus berpisah dengan dunia dan segala isinya. Dan itu pasti terjadi. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. [al-Anbiyâ’/21:35]

Dalam ayat lain Allâh berfirman :

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu (berada) dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. [an-Nisâ`/4: 78]

FREE WORLDWIDE SHIPPING

BUY ONLINE - PICK UP AT STORE

ONLINE BOOKING SERVICE