Latest Products

Tampilkan postingan dengan label Radd. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Radd. Tampilkan semua postingan
Dalam meluruskan pemahaman bid'ah yang ada pada orang lain, seringkali terjadi diskusi yang panjang-bahkan perdebatan. Artikel ini mengupas kaidah-kaidah dalam meluruskan kesalahan yang ada pada orang lain sehingga kita tidak terjatuh dalam kesalahan, tidak membantah bid'ah dengan bid'ah, akan tetapi membantah subhat-subhat mereka sesuai As-Sunnah.

Islam adalah agama yang sempurna, semua syari’at Allah telah disampaikan oleh Rasulullah saw secara keseluruhan tanpa terkecuali. Kajilah lebih jauh niscaya akan kita dapati bahwa beliau benar-benar orang yang amanah, tidak ada satupun yang dari aspek-aspek kehidupan yang terlupakan, semuanya telah jelas dan gamblang serta bisa dirujuk pada Al Quran dan Sunnah Rasulullah bahkan hingga saat ini! Kalau memang demikian, maka seharusnya umat ini berada di atas jalan yang sama dan pemahaman yang sama dalam memahami kedua sumber otentik tersebut. Ironisnya hingga detik ini masih aja ada jama’ah-jama’ah yang menyimpang dari kebenaran Islam yang sesungguhnya. Sekalipun mereka mengklaim berpijak di atas Al Quran dan Sunnah, toh kenyataannya persatuan dan tujuan yang diidam-idamkan sulit untuk mewujudkannya. Mengapa ..? Karena mereka memahami Kitab dan Sunnah dengan penafsiran sendiri, tentu saja hal tidak ada titik temunya. Lalu bagaimanakah jalan keluarnya ?
Rasulullah telah memberi solusi yang jitu yaitu komitmen kepada jama’ah dengan memegang teguh Al Quran dan Sunnah sesuai dengan metode salafus sholeh. Inilah yang sering dilalaikan oleh kebanyakan jama’ah yaitu pemahaman salafus sholeh baik dalam berakidah, beramal, bertahkim, tarbiyah dan mensucikan jiwa, karena merekalah generasi terbaik umat ini.

Maka setiap jama’ah yang tidak mengikuti manhaj ahlus sunnah wal jama’ah adalah menyimpang dan sesat. Kalau dinasehati pastilah mereka menyiapkan argumen-argumen dan subhat-subhat untuk membenarkan pemikiran mereka padahal kebenaran telah datang kepada mereka. Kalau kita berada di atas jalan kebenaran dan memahami dalil-dalilnya, tidaklah sulit untuk membantah mereka karena kita memiliki senjata yang ampuh yaitu Al-Quran dan Sunnah.

Namun demikian kita harus mengikuti kaidah-kaidah dalam membantah bid'ah agar kita tetap selamat, kaidah-kaidah tersebut antara lain:

1. Apabila mengutip, kutiplah riwayat yang shahih dan apabila menuduh sertakan dalil.
Tuduhan yang dilontarkan tanpa dalil adalah tuduhan kosong. Dalil yang dimaksud bisa berupa dalil naqli ataupun dalil ‘aqli. Dalil naqli dituntut keshahihannya, sedangkan dalil ‘aqli dituntut kejelasan dan kegamblangannya. Allah berfirman:
“Katakanlah:”Datangkanlah penjelasan-penjelasan kamu apabila kamu orang yang benar.”(Al Baqarah: 111)

2. Tidak seyogyanya memotong dalil dan berdalil dengan sebagiannya saja.
Inilah kondisi ahli bid’ah yang sesungguhnya, mereka selalu mencari kalimat-kalimat syar’i yang dapat digunakan sebagai pembenaran atas bid’ah-bid’ah yang mereka lakukan. Sehingga dengan itu semua mereka dapat menyebarkan bid’ah itu kepada kaum muslimin yang lemah imannya.
Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhi berkata,”Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh iblis lebih tahu tentang Allah dari pada mereka (Kaum Qadariyah). Iblis mengetahui siapa yang mentakdirkannya menjadi sesat, sedangkan mereka menyangka kalau yang menyesatkan mereka dan memberi mereka petunjuk adalah diri mereka sendiri.”

3. Kebenaran harus diterima dari manapun datangnya.
Suatu kebenaran dapat diterima manakala keberadaannya sesuai dengan dalil, dalam hal ini pembicara tidak berpengaruh untuk menerima kebenaran ataupun menolak kebatilan. Oleh karena itu Ahlus Sunnah menerima kebenaran dan menolak kebatilan tanpa melihat loyalitas dan permusuhan. Ibnul Qayyim berkata,”Barang siapa yang mendapat hidayah dari Allah untuk menerima kebenaran bagaimanapun jenisnya dan dengan siapa kebenaran itu, walaupun ia bersama orang yang dibenci dan dimusuhinya, walaupun juga kebatilan itu bersama orang yang dia cintai, maka dia termasuk orang yang mendapat hidayah untuk mengetahui kebenaran yang diperselisihkan. Allah berfirman:
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sautu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”(Al Maidah:8)

4. Hukum perkataan selain syar’i
Setiap perkataan manusia dalam ketentuan-ketentuan syari’at harus dipertimbangkan dengan Al Quran dan As Sunnah, bukan ditentukan dengan banyak atau sedikitnya pengikut. Karena manusialah yang diukur dengan kebenaran, apabila perkatannya sesuai dengan keduanya, maka kebenaran yang ia sampaikan harus diterima begitupula sebaliknya. Kalau perkataannya mengandung dua kemungkinan (benar atau salah), maka: Jika maksud pembicara diketahui maksudnya maka ia dihukumi dengan maksudnya itu. Tapi jika tidak diketahui maksudnya maka lihat riwayat hidupnya. Perkatannya ditafsiri dengan makna yang baik apabila riwayat hidupnya baik.

5. Tidak berbantah-bantahan dengan orang sofis(orang yang suka menggunakan argumen muluk-muluk untuk menyesatkan, bukan untuk menyatakan kebenaran) dan mendiamkan apa-apa yang didiamkan oleh Allah dan RasulNya

Apabila kebenaran telah jelas dan gamblang, maka harus diterima tanpa diperdebatkan secara ilmiah maupun alamiah karena siapa saja yang memperdebatkan ataupun mempermasalahkan kebenaran maka ia telah menipu akal dan syari’at. Allah berfirman:
“Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah datang nyata…”(Al Anfal:6)

Al Muzni mengatakan bahwa hendaknya perdebatan dilakukan untuk mencari ridho Allah, apabila telah jelas maka wajib diterima. Oleh karena itu ada pertanyaan yang tidak ada jawabannya selain mendiamkannya karena kalau tidak ada dalil yang menjelaskannya maka kita menahan diri dengan tidak mengambil sikap, tidak meyakini adanya maupun tidak menafikannya melainkan kita wajib bertawakuf baik secara mutlak maupun sampai kita menemukan dalil. Ingatlah, mendiamkan sesuatu berbeda dengan memastikan tiada atau adanya.

6. Kebatilan tidak dibantah dengan kebatilan tetapi kebatilan ditolak dengan kebenaran
Salaf dan para Imam mencela pendapat dan pemikiran yang batil, mereka mencela orang yang menolak bid’ah dengan bid’ah dan orang yang menolak perbuatan jahat dengan kejahatan yang lainnya walaupun untuk menegakkan Sunnah. Akan tetapi kebatilan itu hanya ditolak dengan kebenaran maka bid’ah harus ditolak dengan Sunnah shahihah. Oleh karena itu dalam berdebat harus berlandaskan pada Al Quran dan Sunnah agar selamat dari bid’ah dan kesesatan.

7. Menggunakan dalil yang disepakati dalam masalah-masalah yang diperselisihkan
Tujuan dari perdebatan adalah untuk mengembalikan lawan kepada suatu yang benar melalui jalan yang diketahuinya, karenanya perdebatan yang dilakukan harus berlandaskan Kitab dan Sunnah karena kebenarannya yang tidak diragukan lagi.

8. Istilah-istilah baru tidak akan merubah hakekat sedikitpun
Adakalanya dalam menyampaikan dan menyebarluaskan kebid’ahannya ahli bid’ah menggunakan istilah-istilah yang dikemas semenarik mungkin untuk mencari pengikut baru dengan harapan akidah mereka yang sesat itu bisa diterima oleh orang awam. Mereka juga menggunakan istilah-istilah yang buruk dan gelar-gelar yang keji terhadap lawan mereka dari kalangan Ahlus Sunnah agar umat ini menjauhi mereka dan sebagai pelecehan terhadap ilmu-ilmu mereka.

9. Tidak menyimpangkan jawaban untuk mengelak dari kekalahan
Menyimpangkan jawaban adalah menjawab pertanyaan dengan jawaban yang bukan pertanyaannya. Salah satu contohnya adalah jawaban yang dilontarkan oleh Bisyir Al Marisi atas pertanyaan Abdul Aziz Al Maki ketika dia bertanya kepadanya,” Apakah Allah mempunyai ilmu?” Bisyir menjawab,”Allah tidak bodoh.”Karena ia tahu kalau ia menjawab “ya” maka batallah hujjahnya yang mengatakan bahwa Al Quran itu Adalah makhluk. Tetapi kalau menjawab”tidak” jelas ia telah mendustakan nash-nash Al Quran. Maka ia menyimpangkan jawabannya agar dua jawaban itu tidak menyudutkannya. Dan Al Makmun menyaksikan kekalahannya tersebut.

Referensi: Penyimpangan Akidah Dari Manhaj Ahlus Sunnah, Usman Ali Hasan
Syiah merupakan aliran yang awalnya dipelopori oleh Abdullah bin Saba', seorang Yahudi dari Yaman. Kesesatannya sedemikian banyak, dalam artikel ini dibahas pokok-pokok kesesatan yang ada pada mereka. Semoga dengan membaca artikel ini kita menjadi lebih waspada terhadap ajakan para propagandis Syi'ah yang biasanya mereka berkedok dengan nama Wajib mengikuti madzhab Ahlul Bait. artikel ini diambil dari Buletin LPPI.
Setiap tanggal 27 di bulan Rajab kaum muslimin biasa menyelenggarakan acara keagamaan yaitu Isra dan Miraj. Benarkah Isra dan Miraj tersebut terjadi pada saat tersebut ? Bolehkah kita memperingatinya ?

Mari kita simak fatwa seorang Ulama Ahlus Sunnah, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz -rahimahullah- seputar masalah ini.

(Fatwa Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Bazz –rahimahullah)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Rasullah SAW, keluarga dan para shahabatnya.
Amma Ba’du,
Tidak diragukan lagi, bahwa Isra’ & Mi’raj merupakan tanda dari Allah yang menunjukkan atas kebenaran Rasul-Nya Muhammad SAW dan keagungan kedudukannya di sisi Tuhannya, selain juga membuktikan atas kehebatan Allah dan kebesaran kekuasaan-Nya atas semua makhluk.
Firman Allah :

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. 17:1)

Diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwasanya Allah telah menaikkannya ke langit, dan pintu-pintu langit itu terbuka untuknya, hingga beliau sampai ke langit yang ke tujuh, kemudian beliau diajak bicara oleh Tuhan serta diwajibkan shalat lima waktu, yang semula diwajibkan lima puluh waktu, tetapi Muhammad kembali kepadanya minta keringanan, sehingga dijadikannya lima waktu; namun demikian, walau yang diwajibkan lima waktu saja tetapi pahalanya tetap seperti yang lima puluh waktu, karena perbuatan baik itu (al-hasanah) akan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Kepada Allah-lah kita ucapkan puji dan syukur atas segala nikmat-Nya.

Tentang malam saat diselenggarakannya Isra’ & Mi’raj itu belum pernah diterangkan ketentuannya (kapan kejadiannya-pen) oleh Rasulullah SAW, jikalau ada ketentuannya maka itupun bukan dari Rasulullah SAW, menurut para ahli ilmu. Hanya Allah yang mengetahui akan hikmah kelalaian manusia.

Seandainya ada (hadits) yang menetapkan kapan kejadian malam Isra’ & Mi’raj , tetaplah tidak boleh bagi kaum muslimin untuk mengkhususkannya dengan ibadah-ibadah tertentu, selain juga tidak boleh mengadakan upacara perkumpulan apapun, karena Rasulullah SAW dan para sahabatnya tidak pernah mengadakan upacara-upacara seperti itu dan tidak pula mengkhususkan suatu ibadah apapun pada malam tersebut. Juka peringatan malam tersebut disyari’atkan, pasti Rasulullah SAW menjelaskannya kepada ummat baik melalui ucapan maupun perbuatan. Jika pernah dilakukan oleh beliau, pasti diketahui dan masyhur, dan tentunya akan disampaikan oleh para sahabat kepada kita, karena mereka telah menyampaikan apa-apa yang dibutuhkan ummat manusia dari Nabinya, mereka (para sahabat) belum pernah berlebih-lebihan sedikitpun dalam masalah agama, bahkan merekalah orang-orang pertama kali melakukan kebaikan setelah Rasulullah SAW, Maka jikalau upacara peringatan malam Isra’ & Mi’raj ada tuntunannya, niscaya para sahabat akan lebih dahulu menjalankannya.

Nabi Muhammad adalah orang yang paling banyak memberi nasehat kepada manusia, beliau telah menyampaikan risalah kerasulannya sebaik-baik penyampaian dan menjalankan amanat Tuhan-nya dengan sempurna. Oleh karena itu jika peringatan malam Isra’ & Mi’raj dan pengagungannya itu dari Agama Allah, tentu tidak akan dilupakan dan disembunyikan oleh Rasulullah SAW, tetapi karena hal itu tidak ada jelaslah bahwa upacara dan pengagungan malam tersebut bukan dari ajaran Islam sama sekali. Allah telah menyempurnakan agama-Nya bagi ummat ini, mencukupkan nikmat-Nya kepada mereka dan mengingkari siapa saja yang berani mengada-adakan sesuatu hal dalam agama, karena cara tersebut tidak dibenarkan oleh Allah.

Allah berfirman :
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan Aku ridho Islam sebagai agama bagimu.” (Q.S. Al-Maidah:3)
Allah berfirman pula :
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diridhoi Allah? Sekiranya tidak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang zhalim itu akan memperoleh adzab yang pedih.” (Q.S. 42:21)

Dalam hadits-hadits shahih Rasulullah SAW telah memperingatkan kita agar kita waspada dan menjauhkan diri dari perbuatan bid’ah, dan dijelaskan bahwa bid’ah itu sesat, sebagai suatu peringatan bagi ummatnya sehingga mereka menjauhinya dan tidak mengerjakannya, karena bid’ah itu mengandung bahaya yang sangat besar.

Dari A’isyah ra. dari Nabi SAW bahwasanya beliau bersabda :”Barangsiapa mengada-adakan suatu perbuatan (dalam agama) setelahku, yang belum pernah ada, maka tidak akan diterima.” (H.R. Bukhari)

Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang belum kami perintahkan, maka ia tertolak.”

Dari Jabir ra. berkata : Bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda dalam khutbah Jum’at : “Amma Ba’du, Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah (Al-Qur’an), dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW dan sejahat-jahatnya perbuatan (dalam agama) ialah yang diada-adakan, dan setiap bid’ah (yang diada-adakan) itu adalah sesat.” (H.R. Muslim)

Dalam kitab-kitab Sunan, diriwayatkan dari Irbadh bin Saariyah ra. bahwasanya ia pernah berkata : “Rasulullah SAW pernah menasehati kami dengan nasehat yang mantap, (jika kita mendengarnya) hati kita akan bergetar dan air mata akan berlinang. Maka kami berkata kepadanya,”Wahai Pesuruh Allah, seakan-akan nasehat ini seperti nasehat orang yang akan berpisah, maka berlah kami wasiat.”

 Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda: “Aku wasiatkan kepada kamu sekalian agar selalu bertaqwa kepada Allah, mendengarkan dan menta’ati (perintah-Nya), walaupun yang memerintahkan kamu itu (berasal dari) seorang hamba. Sesungguhnya barangsiapa diantara kamu yang berumur panjang (sampai pada suatu masa), maka akan menjumpai banyak perselisihan, maka (ketika itu) kamu wajib berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaarrasyidin yang telah mendapat petunjuk sesudahku, pegang dan gigitlah dengan gigi gerahamu sekuat-kuatnya. Dan sekali-kali jangan mengada-ada hal-hal baru (dalam agama), karena setiap hal baru itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”
Dan masih banyak lagi hadits-hadits lain yang semakna dengan hadits ini. Para sahabat dan ulama shalih telah memperingatkan kita agar waspada terhadap perbuatan bid’ah serta menjauhinya.

Bukankah hal ini merupakan tambahan dalam agama dan syari’at? Allah tidak memperkenankan penambahan-penambahan dalam agama berupa perbuatan bid’ah, karena hal itu menyerupai perbuatan musuh-musuh Allah yaitu bangsa Yahudi dan Nasrani (seperti mereka memperingati hari kenaikan Isa AS, muslimin memperingati Isra’ & Mi’raj / kenaikan Rasululullah SAW ke langit ketujuh, begitu pula mereka memperingati hari kelahiran Nabi Isa AS, muslimin pun ikut-ikutan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad AS, yang padahal semua perbuatan ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya dan tidak pernah disyari’atkan, pen)

Adanya penambahan-penambahan dalam agam itu (berarti) menuduh agama Islam kurang dan tidak sempurna, dengan jelas ini tergolong kerusakan besar, kemungkinan yang sesat dan bertentangan dengan firman Allah :

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan Aku ridho Islam sebagai agama bagimu.” (Q.S. Al-Maidah:3)

Selain itu juga bertentangan dengan hadits-hadits Rasulullah SAW yang memperingatkan kita dari perbuatan bid’ah dan agar menjauhinya.

Kami berharap, semoga dalil-dalil yang telah kami sebutkan tadi cukup memuaskan bagi mereka yang menginginkan kebenaran, dan mau mengingkari perbuatan bid’ah, yakni bid’ah mengadakan upacara peringatan malam Isra’ & Mi’raj, dan supaya kita sekalian waspada terhadapnya, karena sesungguhnya hal itu bukan dari ajaran Islam sama sekali. Tatkala Allah mewajibkan orang-orang muslim itu agar saling nasehat-menasehati dan saling menerangkan apa-apa yang telah disyariatkan Allah dalam agama serta mengharamkan penyembunyian ilmu, maka kami memandang perlu untuk mengingatkan saudara-saudara kami dari perbuatan bid’ah ini yang telah menyebar diberbagai belahan bumi, sehingga dikira sebagian orang berasal dari agama.

Maha Suci Engkau Ya Allah, Engkaulah yang kami minta untuk memperbaiki keadaan kaum muslimin ini, dan memberi kepada mereka kemudahan dalam memahami agama Islam. Semoga Allah melimpahkan taufiq kepada kita semua untuk berpegang teguh dengan agama yang haq ini, tetap konsisten menjalaninya dan meninggalkan apa-apa yang bertentangan dengannya. Allahlah Penguasa segala-galanya. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Amiin.
Aliran Tasawwuf / Sufi begitu suburnya tumbuh di Indonesia belakangan ini. Banyak orang yang tidak mengenal aliran ini dari sumbernya menjadikannya obat penawar didalam menghadapi permasalahan hidup yang ada. Alhamdulillah, para ulama kita telah menjelaskan kepada kita tentang siapa aliran Tasawwuf / sufi ini, tentunya didalam timbangan Al-Quran dan As-Sunnah.

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

1. Landasan Menilai benar tidaknya tasawuf

Kita wajib kembali kepada Al-Kitab dan As-Sunnah yang shahih untuk dapat mengetahui hakikat tasawwuf ini, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

FREE WORLDWIDE SHIPPING

BUY ONLINE - PICK UP AT STORE

ONLINE BOOKING SERVICE