Kedudukan khusyû’ dalam ibadah, seperti ruh (jiwa) dalam tubuh manusia,[1]
sehingga ibadah yang dilakukan tanpa khusyû’ adalah ibarat tubuh tanpa
ruh alias mati. Oleh karena itu, Allâh Ta'âla memuji para Nabi dan Rasul
dengan sifat mulia ini. Mereka adalah hamba-hamba-Nya yang memiliki
keimanan sempurna dan selalu bersegera dalam kebaikan.
Allâh Ta'âla berfirman :

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka (selalu) berdo'a kepada Kami dengan berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' (dalam beribadah). (QS. al-Anbiyâ`/21:90)
Dalam ayat lain, Dia Ta'âla memuji hamba-hamba-Nya
yang shalih dengan sifat-sifat mulia yang ada pada mereka, di antaranya
sifat khusyû’:

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, lakilaki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allâh, Allâh telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS al-Ahzâb/33:35)
Bahkan Allâh Ta'âla menjadikan sifat agung ini
termasuk ciri utama orang-orang yang sempurna imannya dan sebab
keberuntungan mereka,[2] dalam firman-Nya:

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya. (QS al-Mu’minûn/23:1-2)
Oleh karena itu, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam memohon kepada Allâh Ta'âla sifat mulia ini dalam doa beliau:
اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Ya Allâh, hidupkanlah aku sebagai orang miskin,
matikanlah aku sebagai orang miskin, kumpulkanlah aku di dalam golongan
orang-orang miskin pada hari Kiamat”.[3]
Arti orang miskin dalam hadits ini adalah orang yang selalu merendahkan diri, tunduk dan khusyû’ kepada Allâh Ta'âla.[4]
