Alhamdulillah tidak ada perselisihan (ikhtilaf) diantara para sahabat dalam masalah akidah, demikian juga diantara orang-orang yang datang sesudah mereka dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena mereka meyakini apa yang ditunjukkan oleh Al Kitab dan As Sunnah dan mereka tidak menyampaikan sesuatu dari diri mereka sendiri atau pendapat-pendapat mereka. Inilah yang menyebabkan mereka bersatu dan sepakat di atas akidah dan manhaj yang satu, mengamalkan firman Allah Ta’ala, “Dan berpegang-teguhlah kamu semua dengan Tali Allah dan janganlah kamu berpecah-belah”. (Ali Imron : 103)
Diantaranya adalah masalah orang-orang beriman melihat Robb mereka di hari kiamat. Mereka sepakat menetapkannya sesuai dalil-dalil yang mutawatir dari Al Kitab dan As Sunnah dan mereka tidak berbeda pendapat dalam hal itu.
Adapun ikhtilaf (perselisihan) tentang apakah Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama melihat Robbnya pada malam Mi’roj dengan penglihatan mata, maka itu adalah perbedaan dalam kejadian tertentu di dunia, bukan perselisihan dalam masalah melihat Allah di hari kiamat.
Yang diyakini oleh mayoritas ulama dan pendapat ini adalah yang benar bahwasanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama melihat Robbnya (dimalam mi’roj) dengan hatinya bukan dengan penglihatan mata. Karena beliau shollallahu ‘alaihi wa sallama ketika ditanya tentang itu bersabda,
نور أنى أراه
“Cahaya bagaimana aku bisa melihatNya”[1].
Beliau menafikan melihat Robbnya dengan mata pada peristiwa tersebut karena adanya hijab yang menghalangi yaitu cahaya. Dan karena mereka (mayoritas ulama) sepakat atas bahwasanya seseorang tidak bisa melihat Robbnya di dunia ini sebagaimana ditegaskan di dalam hadits,
واعلموا أن أحدا منكم لا يرى ربه حتى يموت
“Dan ketahuilah, bahwasanya salah seorang dari kalian tidak bisa melihat Robbnya sehingga ia mati”[2]. (Al Lajnah Ad Daimah : 21008)
[1] HR. Muslim (178/291) dari hadits Abu Dzar.
[2] HR. Muslim (169/65) dari hadits Abdullah bin Umar.