14 Desember, 2014

Jujur Dalam Bertaubat

Kata tobat yang hanya di lisan tidak bisa menjadi bukti jujurnya bertobat. Selama dia belum membuktikan secara jujur dalam perubahan perilaku maupun tindakan, tobatnya tidak bisa disebut dengan tobat nasuha. Siapa yang berkata, “Aku bertobat”, tak boleh merasa telah bertobat hingga kata tobat tersebut memancarkan sinar hidayah dan bukti penyesalan penuh kejujuran dalam perilaku dan tindakan.
Untuk mengenali adanya kejujuran seorang hamba dalam bertobat, perhatikan hal-hal berikut:
  1. Ia segera meninggalkan seluruh maksiat dan segera mengerjakan berbagai macam ibadah untuk menutupi kekurangan masa lalu. Itu merupakan salah satu bukti bahwa hatinya merasakan pahitnya dosa dan memiliki keinginan untuk bertobat.
  2. Ia bertekad bulat menutupi kekurangannya dan memperbaiki keadaan pada masa yang akan datang. Jika dia melalaikan suatu ibadah, ia meng-qadha-nya. Jika dia mengambil hak orang lain, ia mengembalikan kepada pemiliknya. Jika dia melakukan kesalahan yang tidak mengharuskan membayar denda, cukup dengan menyesalinya. Ini merupakan bukti bahwa dalam hatinya dia mengagungkan Allah l, sangat takut dan berharap kepada-Nya dan berambisi untuk meraih rahmat dan ampunan-Nya.
  3. Dunia akan terasa sempit baginya sebagaimana yang dirasakan Ka’ab bin Malik beserta kedua temannya. Hidupnya diliputi dengan kesedihan dan tangisan akibat dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Ia sedikit tertawa dan bersungguh-sungguh dalam hidupnya dengan banyak beribadah dan beramal shalih.
  4. Kondsis hidupnya lebih baik daripada sebelum ia bertobat.
  5. Tidak merasa aman dari makar Allah l walau hanya sekejap mata, sehingga ia merasa selalu dalam pengawasan Allah dan merasa takut sampai dia mendengar ucapan para malaikat utusan yang hendak mencabut nyawanya.
  6. Hatinya teriris mengingat dosa-dosanya. Ia merasa rugi atas semua kebaikan yang selama ini ia lewatkan dan takut akan akibat buruk maksiat yang ia jalani.
  7. Senantiasa menyadari bahwa pertemuan dengan Allah akan segera terjadi, setiap saat ia merasa kematian akan menjemputnya. Bahkan dia menyadari bahwa kematian lebih dekat dari tali sendalnya.
  8. Salah satu tanda paling kuat dan bukti paling nyata atas kejujuran seorang hamba dalam bertobat adalah, ketika dia telah mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan mencintai kaum mukminin karena Allah serta mewujudkan segala sesuatu yang menjadi konsekuensi cinta tersebut.


Manusia terkadang menyadari dosa tertentu, kemudian berusaha bertobat darinya. Namun, boleh juga dia melakukan satu tobat secara umum dengan niat melepaskan diri dari semua jenis dosa tersebut dan segala sesuatu yang dibenci Allah.
Dengan demikian, kita bisa membagi dua macam tobat yang dilakukan seseorang.
Pertama, seseorang yang tobat dari satu dosa, tapi tetap melakukan dosa lain yang sejenis. Misalnya, dia bertobat dari narkoba dan merokok tapi dia masih tetap mengonsumsi minuman keras atau dia bertobat dari zina dengan seorang wanita, tapi masih tetap berzina dengan selainnya. Tobat seperti ini tidak benar dan tidak diterima, karena sebenarnya dia belum bertobat dari dosa. Ia hanya sekadar meninggalkan satu jenis dosa dan berpindah ke jenis lain yang masih satu kategori. Jadi, dia belum dikatakan bertobat.
Kedua, seseorang bertobat dari satu dosa tertentu tapi masih melakukan dosa lain yang tidak ada kaitan dengannya, dan bukan juga sejenisnya. Contoh, dia bertobat dari membunuh dan memakan harta anak yatim, tapi masih mengonsumsi minuman keras dan berzina. Maka tobat seperti ini merupakan tobat khusus. Hukum tobat seperti itu sah, tapi tobat tersebut hanya untuk dosa yang ia tinggalkan dengan syarat dosa yang ia tinggalkan bukan suatu perkara yang menjadi syarat bagi amal ibadah. Misalnya, iman yang menjadi syarat bagi amalan lainnya.
Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya) :
“Dan siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik,” (QS Al-Isra [17]: 19).

Sementara itu, dosa yang belum seseorang tinggalkan tetap dicatat hingga orang itu bertobat darinya. Jadi, setiap dosa memiliki tobat tersendiri secara khusus yang bersifat fardhu ‘ain yang tidak terkait dengan dosa lain yang tidak sejenis dengannya. Misalnya, seseorang melakukan satu ibadah wajib dan meninggalkan ibadah wajib yang lain, maka dia berhak mendapat hukuman atas ibadah yang dia tinggalkan sementara dia berhak mendapat pahala atas ibadah yang ia kerjakan. Ibadah yang ia tinggalkan tidak membatalkan ibadah yang ia kerjakan. Seperti orang yang mengerjakan shalat dan zakat, tapi meninggalkan puasa atau haji.

Ketiga, seorang hamba berhenti melakukan semua dosa dan bertobat dari semua dosa. Inilah tobat secara umum yang tidak menyisakan satu dosa sedikit pun. Dia akan mendapat ampunan bagi semua dosanya, dengan syarat setelah bertobat dia tetap melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya serta menyesali apa yang ia lalaikan, baik besar maupun kecil, dan merealisasikan syarat tobat secara sempurna.
Semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam…

FREE WORLDWIDE SHIPPING

BUY ONLINE - PICK UP AT STORE

ONLINE BOOKING SERVICE