Berbicara perpecahan umat Islam tidak ada
habis-habisnya, karena terus
menerus terjadi perpecahan dan penyempalan mulai dengan munculnya khowarij
dan syiah kemudian muncullah satu kelompok lain yang berkedok dan berlindung
dibawah syiar akal dan kebebasan berfikir.... satu syiar yang menipu dan mengelabuhi
orang-orang yang tidak mengerti bagaimana Islam telah menempatkan akal pada
porsi yang benar... sehingga banyak kaum muslimin yang terpuruk dan terjerumus
masuk pemikiran kelompok ini.... akhirnya terpecahlah dan berpalinglah kaum
muslimin dari agamanya yang telah diajarkan Rasulullah dan para shahabat-shahabatnya.Akibat
dari hal itu bermunculanlah kebidahan-kebidahan yang semakin banyak dikalangan
kaum muslimin sehingga melemahkan kekuatan dan kesatuan mereka serta memberikan
gambaran yang tidak benar terhadap ajaran Islam, bahkan dalam kelompok ini
terdapat hal-hal yang sangat berbahaya bagi Islam yaitu mereka lebih mendahulukan
akal dan pemikiran-pemikiran para filosof dari pada ajaran dan wahyu dari
Allah sehingga banyak ajaran Islam yang tiddak mereka akui karena menyelisihi
akal menurut prasangka mereka
Oleh
karena itu suah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menasehati saudaranya
agar tidak terjerumus kedalam pemikiran kelompok ini yaitu kelompok Mu'tazilah
yang pengaruh penyimpangannya masih sangat terasa sampai saat ini dan masih
dikembangkan oleh para kolonialis kristen dan yahudi dalam menghancurkan kekuatan
kaum muslimin dan persatuannya.
Bermunculanlah pada era dewasa ini pemikiran mu'tazilah dengan nama-nama
yang yang cukup menggelitik dan mengelabuhi orang yang membacanya,mereka menamainya
dengan Aqlaniyah... Modernisasi pemikiran... Westernasi dan sekulerisme serta
nama-nama lainnya yang mereka buat untuk menarik dan mendukung apa yang mereka
anggap benar dari pemkiran itu dalam rangka usaha mereka menyusupkan dan menyebarkan
pemahaman dan pemikiran ini. Oleh karena itu perlu dibahas asal pemikiran
ini agar diketahui penyimpangan dan penyempalannya dari Islam, maka dalam
pembahasan kali ini dibagi menjadi beberapa pokok pembahasan.
1.Definisi
Mu'tazilah
1.a.Secara
Etimologi
Mu'tazilah atau I'tizaal adalah kata yang dalam bahasa Arab menunjukkan
kesendirian, kelemahan dan keterputusan,
1.b.Secara
Terminologi Para Ulama
Sedangkan sebagian ulama mendefinisikannya sebagai satu kelompok dari
qadiriyah yang menyelisihi pendapat umat Islam dalam permasalahan hukum pelaku
dosa besar yang dipimpin oleh Waashil bin Atho' dan Amr bin Ubaid pada zaman
Al Hasan Al Bashry.
Dan
kalau kita melihat kepada definisi secara etimologi dan terminologi didapatkan
adanya hubungan yang sangat erat dan kuat, karena kelompok ini berjalan menyelisihi
jalannya umat Islam khususnya Ahli Sunnah dan bersendiri dengan konsep akalnya
yang khusus sehingga Akhirnya membuat mereka menjadi lemah, tersembunyi dan
terputus.
2.
Perkembangannya.
Mu'tazilah berkembang sebagai satu pemikiran yang ditegakkan diatas
pandangan bahwa akal adalah sumber kebenaran pada awal abad ke dua hijriyah
tepatnya tahun 105 atau 110 H di akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah di kota
bashroh di bawah pimpinan Waashil bin Atho' Al Ghozaal. Kelompok atau sekte
ini berkembang dan terpengaruh oleh bermacam-macam aliran pemikiran yang berkembang
dimasa itu sehingga didapatkan padanya kebanyakan pendapat mereka mengambil
dari pendapat aliran pemikiran Jahmiyah, kemudian berkembang dari kota Bashroh
yang merupakan tempat tinggalnya Al Hasan Al Bashry, lalu menyebar dan merebak
ke kota Kufah dan Baghdad,akan tetapi pada masa ini mu'tazilah menghadapi
tekanan yang sangat berat dari para pemimpin bani umayah yang membuat aliran
ini sulit berkembang dan sangat terhambat penyebarannya sehingga hal itu membuat
mereka sangat membenci Bani Umayah karena penentangan mereka terhadap mazhab
(aliran) mu'tazilah dan i'tikad mereka dalam permasalahan qadar bahkan merekapun
tidak menyukai dan tidak meridhoi seorangpun dari pemimpin Bani Umayah kecuali
Yazid bin Al Waalid bin Abdul Malik bin Marwan (wafat tahun 126 H ) karena
dia mengikuti dan memeluk mazhab mereka.
Dalam
hal ini berkata Al Mas'udy :"Yazid bin Al Waali telah bermazhab dengan
mazhab Mu'tazilah dan penapat mereka tentang lima pokok (ajaran mereka) yaitu
At Tauhid, Al Adl, Al Wa'iid, Al Asma wal Ahkam -yaitu pendapat Manzilah baina
Al Manzilatain -dan amar ma'ruf nahi mungkar" dan berkata lagi:"(sehinga
Mu'tazilah mengedepankan Yazid bin Al Waalid dalam sisi keagamaan dari Umar
bin Abdul Aziz".
Permusuhan
dan perseteruan antara Bani Umayah dengan Mu'tazlah ini berlangsung terus
menerus dengan keras sampai jatuhnya kekuasaan Bani Umayyah dan tegaknya kekuasaan
Bani Abasiyah, kemudian bersamaan dengan berkembangnya kekuasaan Bani Abasiyah,
berkembanglah Mu'tazilah dengan mulainya mereka mengirim para dai dan delegasi-delegasi
ke seluruh negeri Islam untuk mendakwahkan mazhab dan i'tikad mereka kepada
kaum muslimin dan diantara yang memegang peran besar dan penting dalam hal
ini adalah Waashil bn Atho'.
Dan kesempatan ini mereka peroleh karena mazhab
mereka dengan syiar dan manhajnya memberikan dukungan yang besar dalam mengokohkan
dan menguatkan kekuasaan Bani Abasiyah khususnya pada zaman Al Ma'mun yang
condong mengikut aqidah mereka, apalagi ditambah dengan persetujuan Al Ma'mun
terhadap pendapat mereka tentang Al Quran itu Makhluk sampai-sampai Al Ma'mun
mengerahkan seluruh kekuatan bersenjatanya untuk memaksa manusia untuk mengikuti
dan meyakini kebenaran pendapat tersebut, lalu beliau mengirimkan mandat kepada
para pembantunya di Baghdad pada tahun 218 H untuk menguji para hakim, Muhadditsin
dan seluruh Ulama dengan pendapat bahwa Al Qur'an adalah makhluk, demikian
juga beliau memerintahkan para hakim untuk tidak menerima persaksian orang
yang tidak berpendapat dengan pendapat tersebut dan menghukum mereka, maka
terjadilah fitnah yang sangat besar.
Diantara para ulama yang mendapatkan
ujian dan cobaan ini adalah Al imam Ahmad bin Hambal -dan kisah beliau ini
sangat terkenal-, akan tetapi beliau tetap teguh dengan aqidah dan pendapat
Ahli Sunnah wal Jamaah tentang hal tersebut yaitu bahwa Al Qur'an adalah kalamullah
dan bukan makhluk.
Mu'tazilah
terus mendapat perlindungan dan bantuan dari para penguasa Bani Abasiyah dari
zaman Al Ma'mun sampai zaman Al Mutawakil dan pada zaman tersebut sekte mu'tazilah
dijadikan mazhab dan aqidah resmi negara, satu faktor yang membuat mereka
mampu menyebarkan kekuasaan mereka dan mampu menekan setiap orang yang menyelisihi
mereka, lalu mereka menjadikan padang sebagai ganti dari hujjah dan dalil.
Maka berkembanglah aliran ini di negeri-negeri muslimin dengan bantuan dari
sebagian pemimpin-pemimpin Bani Abasyah.
Kemudian
mereka terpacah menjadi dua cabang:
-
Cabang
Bashroh, yang terwakili oleh tokoh-tokoh seperti Waashil bin Atho',
Amr bin Ubaiid, Utsman Ath Thowil, Abu Al Hudzail Al 'Alaaf, Abu Bakr
Al Ashom, Ma’mar bin Ubaad, An Nadzom, Asy Syahaam, Al Jaahidz, Abu
Ali Aljubaa'i, Abu Hasyim Al Jubaa'i dan yang lain-lainnya.
-
Cabang
Baghdad, yang terwakili oleh tokoh-tokoh seperti Bisyr bin Mu'tamir,
Abu Musa Al Mardaar, Ahmad bin Abii Duaad, Tsumamah bin Al Asyras, Ja'far
bin Harb, Ja'far bin Mubasyir, Al Iskaafy, Isa bin Al Haitsam Al Khayaath,
Abul Qasim Al Balkhy Al Ka'by dan yang lain-lainnya.
Sebenarnya
faktor yang mendasar yang mendorong mereka sibuk dan memperdalam ilmu kalam
adalah untuk membalas hujjah dengan hujjah dan untuk menghancurkan hujjah-hujjah
para musuh Islam serta untuk membantah semua tuduhan dan kebohongan mereka
sehingga akhirnya mereka berlebih-lebihan dalam mengutamakan dan mengedepankan
ilmu ini atas semua ilmu yang selainnya,lalu mereka menjadikannya sebagai
satu-satunya cara untuk menentukan adanya Allah dan Rububiyah-Nya, hujah-hujah
kenabian dan untuk mengenal sunnah dari bid'ah, sebagimana yang dikatakan
Al Jaahidz: "dan sesuatu apakah yang lebih agung dari segala sesuatu,
seandainya tidak karena kedudukannya, tidaklah dapat ditetapkan kerububiyahan-Robb,
tidak dapat ditegakkan hujjah-hujah kenabian dan tidak dapat dipisahkan antara
hujjah dengan syubhat, dalil dengan apa yang terbayangkan dalam bentuk dalil.
Dengannya dapat dikenal Al Jamaah dari Al Firqoh (kelompok yang menyempal)
dan sunnah dari bid'ah serta keanehan dari yang masyhur".
Walaupun
mu'tazilah telah melakukan usaha yang besar dalam menekuni dan menyelami kehidupan
akal sejak abad ke dua sampai ke lima hijriyah, akan tetapi tidak mendapatkan
keberhasilan dan kesuksesan bahkan akhirnya mengalami kemunduran dan kegagalan
dalam bidang tersebut. Hal ini tampaknya terjadi karena mereka tidak mengambil
sumber manhaj mereka dari Al Qur'an dan As Sunnah, bahkan mereka mendasarinya
dengan bersandar kepada akal semata yang telah dirusak oleh pemikran filsafat
yunani dan bermacam-macam aliran pemikiran. Sebab setiap pemikiran yang tidak
diterangi dengan manhaj kitabullah dan Sunnah Nabi dan jalannya para Salaf
Ash Sholeh maka akhirnya adalah kehancuran dan kesesatan walaupun demikian
hebatnya, karena mengambil sumber dan penerangan dari Al Kitab dan Sunnah
akan menerangi jalannya akal sehingga tidak salah dan tersesat dan berjalan
dengan jalannya para salafus sholeh adalah pengaman dari kesesatan dan penyimpangan
karena mereka telah mengambil sumber mazhabnya dari sumber-sumber yang murni
dari Al Kitab yang tidak terdapat padanya satu kebathilanpun dan dari As Sunnah
yang barang siapa yang berpegang teguh dengannya berarti telah berada pada
hujjah yang terang benderang.
Berkata
Shodruuddin Ibnu Abil Izzi Al Hanafy dalam mengomentari ahlil kalam yang menta'wil
nash-nash Al Kitab dan As sunnah dengan akal-akal mereka,diantaranaya Mu'tazilah:"dan
sebab kesesatan mereka adalah berpalingnya mereka dari meneliti kalamullah
dan kalam Rasulillah dan menyibukkah diri dengan kalam Yunani dan bermacam-macam
aliran pemikiran yang ada".
Oleh
karena itu keutuhan dan kekelanggengan adalah miliknya Ahlissunnah dan kehancuran
adalah miliknya Mu'tazilah sebagai aplikasi dari firman Allah :
"Adapun
buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi
manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi". (QS. 13:17)
3.Sebab
penamaannya.
Para
Ulama telah berselisih tentang sebab penamaan kelompok (aliran) ini dengan
nama Mu'tazilah menjadi beberapa pendapat:
Pertama: Berpendapat
bahwa sebab penamaannya adalah karena berpisahnya Waashil bin Atho'
dan Amr bin Ubaid dari majlis dan halaqohnya Al Hasan Al Bashry. Hal
ini didasarkan oleh riwayat yang mengisahkan bahwa ada seseorang yang
menemui Al Hasan Al Bashry, lalu berkata:"wahai imam agama...telah
muncul pada zaman kita ini satu jamaah yang mengkafirkan pelaku dosa
besar dan dosa besar menurut mereka adalah kekafran yang mengeluarkan
pelakunya dari agama, dan mereka adalah Al Wa'iidiyah khowarij dan jamaah
yang menangguhkan pelaku dosa besar, dan dosa besar menurut mereka tidak
mengganggu (merusak) iman, bahkan amalan menurut mazhab mereka bukan
termasuk rukun iman, dan iman tidak rusak oleh kemaksiatan, sebagaiman
tidak bermanfaat ketaatan bersama kekufuran, dan mereka adalah murjiah
umat ini, maka bagaimana engkau memberikan hukum bagi kami dalam hal
itu secara i'tikad? Lalu Al Hasan merenung sebentar tentang hal itu,
dan sebelum beliau menjawab, berkata Waashl bin Atho': "saya tidak
akan mengatakan bahwa pelaku dosa besar itu mu'min dan tidak juga kafir,
akan tetapi dia di dalam satu kedudukan diantara dua kedudukan tersebut
(manzlah baina manzilatain), tidak mu'min dan tidak kafir". Kemudian
dia berdiri dan memisahkan diri ke satu tiang dari tiang-tiang masjid
menjelaskan jawabannya kepada para murid Al Hasan, lalu berkata Al Hasan
: "telah berpisah (i'tizal) dari kita Washil", dan Amr bin
Ubaid mengikuti langkah Waashil, maka kedua orang ini beserta pengikutnya
dinamakan Mu'tazilah.
Berkata
A Qodhi Abdul Jabaar Al Mu'tazily dalam menafsirkan sebab penamaan mereka
ini:"telah terjadi dialog antara Waashil bin Atho' dan Amr bin Ubaid
dalam permasalahan ini -permasalahan pelaku dosa besar-lalu Amr bin Ubaid
kembali ke mazhabnya dan meninggalkan halaqoh Al Hasan Al Bashry dan memisahkan
diri, lalu mereka menamainya Mu'tazily, dan ini adalah asal penggelaran
Ahlul Adil dengan Mu'tazilah".
Kedua: Berpendapat
bahwa mereka dinamai demikian karena ucapan imam Qatadah kepada Utsman
Ath Thowil: "siapa yang menghalangimu dari kami? apakah mereka
Mu'tazilah yang telah menghalangimu dari kami? Aku jawab:"ya".
Berkata
Ibnu Abl Izzy : "dan mu'tazilah adalah Amr bin Ubaid dan Waashil bin
Atho' Al Ghozaal serta para pengikutnya, mereka dinamakan demikian karena
mereka memisahkan diri dari Al Jamaah setelah wafatnya Al Hasan Al Bashry
di awal-awal abad kedua dan mereka itu bermajlis sendiri dan terpisah,sehngga
berkata Qotadah dan yang lainnya:"merekalah Mu'tazilah".