Sudah menjadi keharusan seorang Muslim manakala Rasulullah saw memerintahkan
suatu perkara atau melarang suatu perkara untuk bersikap sami'na wa atha'na
(patuh dan taat). Lebih dari itu ia akan memaksa dirinya agar bisa mencontoh
segala apa yang menjadi perilaku Rasulullah saw. Apalagi perkara itu merupakan
perintah wajib yang harus dijalankan dan larangan haram yang harus ditinggalkan.
Ia selalu ingat firman Allah:
"Dan apa-apa yang Rasul perintahkan lakukalah dan apa-apa yang ia larang, maka tinggalkanlah". (al-Hasyr:7)
Dan juga firman Allah:
"Sungguh pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagimu".
Dan salah satu teladan yang baik pada diri Rasulullah saw adalah adab beliau
ketika makan.
Seringkali kita jumpai pada kaum muslimin cara-cara makan yang tidak sesuai
dengan etika yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, mungkin karena ilmu
belum sampai kepada mereka atau karena malas danmungkin juga karena enggan untuk
melakukannya. Untuk golongan yang pertama mungkin perlu diluruskan dengan cara
yang hikmah yakni dengan menjelaskan dalil-dalil yang shahih tentang bagaimana
cara makan Rasulullah saw, sehingga mereka dapat mengetahui untuk kemudian diamalkan.
Untuk golongan kedua, di samping perlu dijelaskan dalil-dalil yang shahih juga
perlu diberi peringatan yang baik serta dijelaskan kepadanya ancaman-ancaman
Allah, agar mereka takut dengan ancaman itu. Agar mereka mau menjalankan sunnah
Rasulullah saw. Sedangkan untuk golongan yang ketiga kita dakwahi dengan cara
golongan yang pertama dan kedua perlu dipatahkan alasan-alasan mereka meninggalkan
sunnah, sehingga mereka yakin bahwa alasan mereka itu ternyata salah dan lemah
bagaikan rumah laba-laba. Dan akhirnya mau menjalankan cara-cara yang diajarkan
oleh Rasul.
Adapun adab-adab makan yang seringkali dilupakan oleh ummat Islam adalah sebagai
berikut:
1. Makan Berjama'ah
Berkumpul menghadapi hidangan dan makan secara berjama'ah adalah suatu yang dianjurkan bagi kaum Muslimin di samping akan mendapatkan keutamaan berdasarkan hadits sebagai berikut:
Berkumpul menghadapi hidangan dan makan secara berjama'ah adalah suatu yang dianjurkan bagi kaum Muslimin di samping akan mendapatkan keutamaan berdasarkan hadits sebagai berikut:
"Berjama'ahlah dalam menyantap hidanganmu dan sebut nama allah padanya, niscaya akan mengandung berkah bagimu". (Silsilah hadits-hadits Shahih No.664).
Hadits ini dikabarkan oleh Rasulullah saw berkenaan dengan seseorang yang datang
kepadanya dan berkata: Wahai Rasulullah, kami ini setiap makan tidak pernah
kenyang. Maka Rasulullah saw berkata: 'Pasti masing-masing kamu makan sendiri-sendiri.
Dia menjawab: Benar ya Rasulullah. Rasulullah berkata, "Berjama'ahlah dalam
menyantap makananmu'.
Hadits di atas memerintahkan kepada kita agar setiap kali makan supaya berkumpul
melingkar pada stu nampan makanan dan tidak makan sendiri-sendiri, sebab makan
sendiri-sendiri itu di samping akan membuat masing-masing orang yang makan itu
tidak akan kenyang(seperti kata shahabat di atas) juga tidak mendapatkan berkah/kecukupan.
Karena kecukupan itu akan diperoleh dengan makan bersama, meskipun jumlah peserta
hidangan bertambah sebagaimana kata Nabi saw:
"Makanlah berjama'ah dan janganbercerai berai,sesungguhnya makanan satu orang itu cukup untuk dua orang".
"Sesungguhnya makanan satu orang itu cukup untuk dua orang, makanan dua orang cukup untuk tiga atau empat orang danmakanan empat orang cukup untuk lima atau enam orang". (Silsilah Hadits Shahih no.1686).
Di samping akan memberikan kecukupan, makan berjama'ah adalah cara makan yang
dicintai Allah sebagaimana disebutkan dalam hadits yang berderajat hasan bahwa
Rasulullah bersabda:
"Makanan yang dicintai Allah adalah makanan yang di atasnya banyak tangan-tangan (banyak yang memakannya)". (Silsilah hadits-hadits shahih No, 895).
2. Makan Dengan Menggunakan Shahfah /Qash'ah(Nampan) Dan di Atas Hamparan
Qash'ah adalah piring besar untuk makan sepuluh orang sedangkan Shahfah adalah
piring besar untuk makan lima orang (Syama'il Muhammadiyah bab Cara Makan Nabi
saw).
Adapun Sukurrajah adalah piring kecil yang biasa dipakai untuk memberi makan
anak kecil (Fathul Bari 9/532).
Makan berjama'ah di atas hamparan dengan menggunakan shahfah adalah salah satu
sunngah nabi saw yang harus diikuti, sedangkan makan di atas meja dengan menggunakan
Sukurrajah adalah cara makan yang harus dihindari. Anas bin Malik berkata:
"Nabi saw tidak makan di atas meja makan dan tidak pula menggunakan Sukurrajah". (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Syamail, Shahih Bukhari no. 5386 dalam kitab Fathul bari 9/532).
Ibnu Hajar berkata:"Guru kami berkata dalam (Syarah at-timidzi):
Sukurrajah itu tidak digunakan karena mereka (Rasulullah dan para shahabat)
tidak pernah menggunakannya, sebab kebiasaan mereka makan bersama-sama (dengan
Shahfah) atau karena makan dengan menggunakan sukurrajah itu menajdikan mereka
tidak merasa kenyang". (al-Fath 9/532)
3. Mengambil Suapan Yang Jatuh
Nabi saw berkata:
"Apabila salah seorang dari kamu makan, kemudian suapannya jatuh dari tangannya, hendaklah ia membersihkan apa yang kotor darinya lalu memakannya, danjanganlah ia membiarkannya untuk (dimakan) setan". (Silsilah hadits-hsdits Shahih no.1404)
Hadits ini mengajarkan kepada kita agar tidakmenyia-nyiakan makanan yakni dengan
tidak membiarkan makananyang jatuh untuk dimakan setan.
4. Menjilati Makanan dan Shahfah
"Dan janganlah ia mengusap tangannya dengan mindil/serbet hendaklah ia menjilati tangannya, karena seseorang itu tidak mengetahui pada makannannya yang mana yang mengandung berkah untuknya,s esungguhnya setan itu selalu mengintai utnuk merampas harta manusia dari segala penjuru hingga di tempat makannya. Dan janganlah ia mengangkat shahfahnya hingga menjilatinya dengan tangan, karena sesungguhnya pada akhir makanan itu mengandung berkah". (Silsilah hadits-hadits shahih n0.1404)
Hadits ini memerintahkan kepada kita agar selalu menjilati tangan (yakni memasukkan
jari-jari ke mulut untuk membersihkanmakanan yang melekat padanya) dan juga
memerintahkan kepda kita agar menjilati shahfah (yakni menjilati sisa makanan
pada shahfah denganmenggunakan jari-jari tangan dan bukan menjilat shahfahnya).
Berkata Imam Nawawi, tentang makna kalimat:
Pada makanannya yang mana yang diberkahi
Ia berkata: Sesungguhnya makanan yang dihidangkan untuk manusia itu mengandung
berkah, sedang dia tidak mengetahui apakah berkah itu pada makananyang ia makan
atau pada sisa makanan yang melekat di tangannya atau pada sisa makanan di dalam
shahfah atau pada suapan yang jatuh. untuk itu hendaklah ini menjaga semua itu
agar selalu mendapatkan berkah. (Fathul Bari 9/578).
5. Mengusap Makanan dengan Mindil
Mindil adalah kain yang dipakai untuk mengusap tangan selesai makan dan bukan
kain yang dipakai untuk mengusap badan selesai mandi. (Fathul Bari 5/577)
Nabi saw bersabda:
Janganlah mengusap tangannya dengan mindil hingga menjilati tangannya...
Hadits ini mengisyaratkan kepada kita agar setiap selesai menjilati tangan
agar mengusapnya dengan serbet, bukan dengan selainnya seperti handuk atau tissue
(kertas tipis).
Ibnu Hajar berkata: 'Hadits di atas berisi larangan bagi orang yang mempunyai
serbet tapi tidak mengusap tangan dengannya dan juga berisi larangan terhadap
orang yang menggunakan selainnya'. (Fathul Bari 9/557).
6. Berkumur-kumur Setelah Makan
Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami, Sufyan telahmenceritakan
kepada kami: 'Aku telah mendengar Yahya bin Said dari Busyair bin Yasar dari
Suwaid bin Nu'man berkata: 'Kami keluar bersama Rasulullah saw ke Khaibar. Tatkala
kami sampai di Shahba, Nabi saw mengundang makan, dan tidak dihidangkan makanan
kecuali gandum, maka kami makan (bersama). Kemudian beliau berdiri untuk menjalankan
shalat, maka beliau berkumur-kumur, dan kami pun berkumur-kumur. (Diriwayatkan
bukhari No. 5445 dalam al-Fath 9/576).
Hadits di atas memberikan pelajaran kepada kita agar setiap selesai makan hendaklah
selalu berkumur-kumur, karena berkumur-kumur itu bisa membersihkan sisa-sisa
makanan yang masih melekat pada mulut, sehingga mulut akan selalu bersih dan
sehat.
7. Peringatan Syaikh Muhammad Nasruddin Al-Albani (terhadap ummat Islam
yang meninggalkan adab makan Islam)
Syaikh berkata(mengomentari hadits no. 1404 di dalam Silsilah Hadits Shahih):
"Dan termasuk suatu hal yang sangat disayangkan dan secara khusus mereka
yang suka meniru adat orang-orang Barat dan taklid pada budaya Eropah,yang telah
membuat setan dengan tipu dayanya berhasil mengambil harta-harta mereka tanpa
susah payah bahkan dengan kerelaan mereka sendiri. Dan hal itu tidaklah terjadi
secuali karena kebodohan mreka terhadap Sunnah atau karena sebagaian mereka
mremehkannya. Bagaimana tidak? Bukankah kamu lihat mreka di atas meja makan,yakni
setiap orang dari mereka makan sendiri-sendiri pada piring khusus bukan karena
terpaksa- dan tidak mau bergabung dengan teman yang di sebelahnya- meskipun
melanggar hadits:
"berjama'ahlah kamu dalam menyantap makanan". (Silsilah Hadits Shahih
no 664).
Demikian pula bila suapan dari salah seorang mereka jatuh, dia tidak mau mengambil
untuk menghilangkan kotoran darinya kemudian memakannya. Karena ada sebagian
orang yang dianggap alim dan ahli filsafat melarang mereka dari yang demikian
itu, dengan sangkaan makanan yang jatuh tu telah tercampur denganpenyakit, meskipun
mereka menyelisihi hadits:
"Kemudian hendaklah ia buang yang meragukannya, dan hendaklah dimakannya.
Janganlah meninggalkan itu untuk setan.
Kemudian mereka tidak mau menjilati tangan-tangan mereka, bahkan kebanyakan
mereka menyangka, bahwa yang demikian itu akan mengurangi kenikmatan dan etika
makan. Untuk itu mereka menyediakan serbet/sapu tangan. Maka hampir-hampir tidak
pernah salah seorang dari mereka yang mendapati sesuatupun dari bau di jari-jarinya,
bahkan di kedua bibirnya, kecuali segera mengusapnya dengan tissue itu.
Adapun menjilati shahfah yakni menjilati sisa-sisa makanan padanya dengan jari-jari
tangan, maka mereka menyangka cara-cara seperti itu hina, bahkan menganggap
bathil dan rakus terhadap pelakunya. Tidaklah mengherankan kalau hal itu terjadi
pada orang-orang yang belum mengetahui di atas, tetapi alangkah mengherankan
dan disayangkan orang-orang yang telah mengilmuinya tapi mereka meremehkannya.
Kemudian kamu jumpai mereka semuanya mengadu tentang hilangnya berkah pada
gaji dan rizki mereka walaupun gaji mereka bertambah banyak. Sesungguhnya mereka
tidak mengetahui bahwa sebab hilangnya berkah itu karena berpaling dari mengikuti
sunnah Nabi dan karena taklid terhadap aturan-aturan dari musuh-musuh dalam
segala aspek kehidupan. Oleh karenaitu, Sunnah Nabi itu pasti membawa manfaat
wahai ummat Islam!
"Wahai orang-orang yang beriman sambutlah Allah dan RasulNya. Apabila
menyeru kalian, sebab Dia (Allah) yang menghidupkankalian. Dan ketahuilah bahwa
Allah yang memalingkan seseorang dari hatinya dan kepadaNya-lah akan dikumpulkan".
(al-Anfal:24)
(Dikutip dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/IV/1421-2000).