16 Juli, 2015

Berhari Raya Bersama Salafus Shalih (bag 5)

Khutbah Setelah Shalat Id
Termasuk sunnah dalam khutbah Id adalah dilakukan setelah shalat. Dalam permasalahan ini Imam Bukhari membuat bab dalam kitab Shahihnya1 bab Khutbah setelah Shalat Id.
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma berkata:
"Aku menghadiri shalat id bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar dan Ustman radhiyallahu 'anhum. Semua mereka melakukan shalat sebelum khutbah."2
Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma berkata:
"Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, Abu Bakar dan Umar menunaikan shalat Idul Fitri dan Idul Adha sebelum khutbah."3
Waliullah Ad Dahwali menyatakan ketika mengomentari bab yang dibuat Imam Bukhari di atas4:
"Yakni sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dan yang diamalkan al khulafaur rasyidin adalah khutbah setelah shalat. Adapun perubahan yang terjadi -yang aku maksud adalah mendahulukan khutbah dari shalat dangan mengqiyaskan dengan shalat jumat- merupakan perbuatan bid'ah yang bersumber dari Marwan."
Berkata Imam Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi (2/441):
"Yang diamalkan hal ini di sisi ahli ilmu dari kalangan shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan selain mereka adalah shalat Idul Fitri dan Adha dikerjakan sebelum khutbah. Orang pertama yang berkhutbah sebelum shalat adalah Marwan bin Hakam."5
Abi Said Al Khudri Radhiyallahu 'anhu berkata:
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasa keluar menuju mushalla pada hari Idul Fitri dan Adha. Maka yang pertama kali belaiu lakukan adalah shalat. Kemudian beliab menghadap manusia sedangkan mereka dalam keadaan duduk di shaf-shaf mereka. Beliau lalu memberi pelajaran, wasiat dan perintah."6
Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah:
"Beliau shallallahu 'alaihi wasallam biasa membuka semua khutbahnya dengan pujian untuk Allah. Tidak ada haditspun yang dihafal bahwa beliau membuka khutbah Idul Fitri dan Adha dengan Takbir. Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya7 dari Sa'ad Al Quradhi, muadzin Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau memperbanyak bacaan takbir dalam khutbah dua Id, hal itu tidaklah menunjukkan bahwa beliau membuka khutbanya dengan takbir."8
Tidak ada yang shahih dalam sunnah bahwa khutbah id dilakukan dua kali dengan dipisah antara keduanya dengan duduk. Riwayat yang ada tentang hal ini lemah sekali. Al Bazzar meriwayatkan dalam Musnadnya (53) dari gurunya Abdullah bin Syabib dengan sanadnya dari Sa'ad Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah dengan dua khutbah dan beliau memisahkan diantara keduanya dengan duduk. Sedangkan Imam Bukhari berkata tentang Abdullah bin Syabib, 'haditsnya mungkar'. Maka khutbah id itu tetap satu kali seperti asalnya.
Menghadiri khutbah id tidaklah wajib seperti menghadiri shalat, karena ada riwayat dair Abdullah bid Saib, ia berkata:
"Aku menghadiri id bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ketika selesai shalat, belau bersabda: 'Sesungguhnya kami akan berkhutbah, barangsiapa yang ingin tetap duduk untuk mendengarkannya maka duduklah dan siapa yang hendak pergi maka pergilah'."9
Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam Zadul Ma'ad (1/448):
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberi keringanan bagi yang menghadiri shalat id utuk duduk mendengarkan khutbah atau pergi."10
Bertepatannya Hari Id dengan Hari Jumat
Telah meriwayatkan Abu Dawud (1070), An Nasa-i (3/194), Ibnu Majah (1310), Ibnu Khuzaimah (1464), Ad Darimi (1620) dan Ahmad (4/372) dari Iyas bin Abi Ramlah Asy Syami ia berkata:
Aku menyaksikan Mu'awiyah bin Abi Sufyan bertanya kepada Zaid bin Arqam, ia berkata, "Apakah engkau pernah menyaksikan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertemunya dua hari raya pada satu hari?" Zaid berkata, "Ya". Mu'awiyah berkata, "Lalu apa yang beliau lakukan?" Zaid menjawab, "Beliau shalat id kemudian memberi keringanan untuk shalat Jumat, beliau bersabda 'Siapa yang ingin shalat maka shalatlah'."11
Abu Hurairah dan selainnya membawakan riwayat tentang hal ini dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan ini yang diamalkan para shahabat Radhiyallahu 'anhum.
Abdurrazzaq meriwayatian dalam Al Mushannaf (3/305) dan juga Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf (2/187) dengan sanad yang shahih dari Ali Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya berkumpul dua hari raya pada satu hari, maka ia berkata:
"Siapa yang ingin menghadiri shalat jumat maka hadirilah dan siapa yang ingin duduk maka duduklah."
Dalam shahih Bukhari (5251) disebutkan riwayat semisal ini dari Ustman Radhiyallahu 'anhu. Dalam Sunan Abi Dawud (1072) dan Mushannaf Abdurrazzaq (5725) dengan sanad yang shahih dari Ibnu Zubair:
"Dua hari raya bertamu dalam satu hari, maka ia mengumpulkan keduanya bersama-sama dan menjadikannya satu. Ia shalat Idul Fitri pada hari Jumat sebanyak dua rakaat pada pagi hari, kemudian ia tidak menambah hingga shalat Ashar."
Asy Syaukabi berkata dalam Nailul Authar (3/348) mengikuti riwayat ini, "Dhahir riwayat ini menunjukkan bahwa ia tidak mengerjakan shalat Dzuhur."
Dalam riwayat ini menunjukkan bahwa shalat Jumat jika gugur dengan salah satu sisi yang diperkenankan, maka tidak wajib bagi orang yang gugur darinya untuk mengerjakan shalat Dzuhur. Dengan ini Atha' berpendapat.
Tampak bahwa orang-orang yang berkata demikian karena Jumat adalah pokok. Dan engkau tahu bahwa yang diwajibkan oleh Allah Ta'ala bagi hamba-hamba-Nya pada hari Jumat adalah shalat Jumat, maka mewajibkan shalat Dzuhur bagi siapa yang meninggalkan shalat Jumat karena udzur atau tanpa udzur butuh dalil, dan tidak ada dalil yang pantas untuk dipegang sepanjang yang aku ketahui."
Ucapan Selamat Pada Hari Id
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang ucapan pada hari raya maka beliau menjawab:
"Ucapan selamat pada hari raya dimana sebagian orang mengatakan kepada yang lain jika bertemu setelah shalat Id adalah: 'Taqabbalallau Minna wa Minkum' (Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian). Dan 'Ahaalallhu alaika', dan semisalnya, ini telah diriwayatkan dari sekelompok sahabat bahwa mereka mengerjakannya. Dan para imam memberi rukhshah untuk melakukannya, seperti Imam Ahmad berkata, 'Aku tidak pernah memulai mengucapkan selamat kepada siapapun, namun bila ada orang yang mendahuluiku mengucapkannya maka aku menjawabnya. Yang demikian itu karena menjawab ucapan selamat adalah wajib, sedangkan memulai mengucapkan selamat bukanlah sunnah yang diperintahkan dan tidak pula dilarang. Barangsiapa mengerjakannya maka baginya ada contoh dan siapa yang meninggalkannya baginya juga ada contoh, wallahu a'lam."12
Berkata Al hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (2/446):
"Dalam Al Mahamiliyat dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata, 'Para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya: Semoga Allah menerima dari kami dan darimu'."
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni (2/259) menyebutkan bahwa Muhammad bin Ziyad berkata, "Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Mereka bila kembali dari shalat Id berkata sebagiannya kepada sebagian yang lain: Taqabballallahu minka wa minkum."
Imam Ahmad menyatakan, isnad hadits Abu Umamah jayyid (bagus).13
Adapun ucapan selamat : 'Kullu 'aamin wa antum bikhairin' atau yang semisalnya seperti yang banyak dilakukan manusia, maka ini tertolak tidak diterima, bahkan termasuk perkara yang disinggung dalam firman Allah:
"Apakah kalian ingin mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?"


---------------------
1. Kitabul Idain bab no.8. Lih: Fatul Bari (2/453).
2. HR. Bukhari (962), Muslim (884) dan Ahmad (1/331 dan 346).
3. HR. Bukhari (963), Muslim (888), At Tirmidzi (531), An Nasa-i (3/183), Ibnu Majah 91276) dan Ahmad (2/12 dan 38).
4. Syarhu Tarajum Abwabil Bukhari (79)
5. Lih: kitab Al Umm (1/235-236) oleh Imam Syafi'i dan "Aridlah Al Ahwadzi (3/3-6) oleh Al Qadhi Ibnul Arabi Al Maliki.
6. HR. Bukhari 9956), Muslim (889), An Nasa-i (3/187), Al Baihaqi (3/280) dan Ahmad (3/36 dan 54).
7. Sunan Ibnu Majah (1287), dan juga diriwayatkan oleh Al Hakim (3/607), Al Baihaqi (3/299) dari Abdurrahman bin Sa'ad bin Ammar bin Sa'ad. Abdurrahman berkata, telah menceritakan kepadaku bapakku dari bapakknya dari kakeknya... Riwayat ini isnadnya lemah, karena Abdurrahman bin Sa'ad rawi yang dhaif, sedangkan bapak dan kakeknya adalah rawi yang majhul (tidak dikenal).
8. Zadul Ma'ad (1/447-448).
9. HR. Abu Dawud (1155), An Nasa-i (3/185), Ibnu Majah (1290) dan Al Hakim (1/295) dan isnadnya shahih. Lih: Irwa-ul Ghalil (3/96-98).
10. Lihat juga Majmu Fatawa Syaikhul Islam (24/214).
11. Imam Ali Ibnul Madini menshahihkan hadits ini sebagaimana dalam At Talkhisul Habir (2/94).
12. Majmu Al Fatawa (24/253).
13. Lih: Al Jauharun Naqi (3/320). Berkata Suyuti dalam Al Hawi (1/81), isnadnya hasan

FREE WORLDWIDE SHIPPING

BUY ONLINE - PICK UP AT STORE

ONLINE BOOKING SERVICE