03 Maret, 2015

Wajib Mendengar dan Taat Kepada Penguasa

Oleh : Abu Salma Mohamad Fachrurozi Ibnu Rosyid

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin Washsholatu wassalamu ‘ala Nabiyina Muhammadin Wa ‘ala aalihi Washohbihi ajma’in. Amma ba’du.
Mendengar dan taat kepada para pemimpin kaum muslimin sama halnya dia baik atau jahat serta siapa saja yang memegang jabatan khalifah lalu orang-orang berkumpul (tunduk) dibawah kekuasaannya dan ridha kepadanya, atau siapa yang mengambil alih kekuasaan atas kaum muslimin dengan pedang sehingga dia menjadi khalifah dan disebut amirul mukminin.
Alenia di atas adalah salah satu prinsip dari prinsip – prinsip ahlussunnah (salafy / salafi) yang kami nukilkan dari Ushul As-Sunnah oleh Imam Ahmad bin Hambal.
Yang menyelisihi Ahlus Sunnah / Salafiyun dalam perkara ini adalah Khawarij, Mu’tazilah, Murjiah dan Syiah dimana wajib bagi umat untuk tunduk kepada imam sekalipun tidak berlaku adil. Hal ini tentunya terkait dalam hal ma’ruf. Adapun jika imam yang dhalim ini memerintahkan kemaksiatan atau kejahatan maka tidak ada ketaatan kepadanya dalam kemaksiatan dan kejahatan ini, namun dengan tanpa melepaskan ketaatan dalam hal ma’ruf, dan terus menasehatinya jika memungkinkan, mendoakannya dan berusaha untuk memperbaiki tanpa membuat kekacauan atau menimbulkan fitnah .
Kelompok-kelompok yang menyelisihi Ahlus Sunnah tersebut di atas tidak mau taat kepada pemerintah disebabkan mereka tidak mengakui terhadap pemimpin kaum muslimin yang ada dalam hal ini pemerintah, pemimpin -pemimpin yang telah ada di negeri-negeri muslim saat ini bukanlah pemimpin mereka yang harus ditaati. Mereka semua beralasan dengan alasan yang sumbernya sama, yaitu alasan yang dimunculkan pertamakali oleh Khawarij bahwa para Penguasa tersebut tidak berhukum dengan hukum Allah.
Pada masa akhir ini muncul alasan yang sebenarnya tidak berbeda, yaitu para penguasa yang ada tidak menggunakan sistem khilafah atau tidak menggunakan sunnah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam dan para Khulafaur Rosyidin. Sehingga tidak perlu ditaati.
Lebih dari itu tidak jarang dari mereka (hizbiyyun) menuduh jelek terhadap ulama-ulama ahlussunnah, di antara tuduhan-tuduhan itu adalah :
1. Ulama Ahlus sunnah adalah agen yahudi dikarenakan ulama ahlus sunnah menganjurkan untuk taat pada penguasanya.
2. Ulama Ahlus sunnah adalah ulama kerajaan yang memberi fatwa sesuai kehendak raja / penguasa
3. Ulama ahlus sunnah tidak komitmen terhadap dakwah khilafah.
Masih banyak tuduhan-tuduhn jelak terhadap ulama – ulama ahlussunnah, namun tempat ini bukan untuk membahas hal tersebut sehigga kami mencukupkan tiga tuduhan tersebut di atas.
Berangkat dari pemahaman yang salah terhadap kleberadaan penguasa, ditambah jauhnya mereka dari ulama ahlus sunnah, kita saksikan bermuncullah kelompok-kelompok di kalangan kaum muslimin, masing-masing dari mereka mengangkat pemimpin untuk ditaati, mereka dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi memisahkan diri dari Jama’ah Muslimin dan Imamnya, yang notabene mereka berada di dalam kekuasaan pemerintah kaum muslimin yang ada. Yang lebih memprihatinkan lagi, dari semua kelompok tersebut menyatakan diri bahwa kelompok yang paling benar di antara kelompok yang ada adalah kelompok mereka. Sehingga masing-masing mereka menyeru kepada seluruh kaum muslimin untuk bersatu, dan yang dimaksud bersatu menurut mereka adalah bersatu masuk dan berbaiat kepada imam mereka.
Diantara kelompok-kelompok tersebut adalah :
1. Ikhwanul Muslimin di Mesir
2. NII Karto Suwiryo dan penerus-penerusnya.
3. Hizbu Tahrir
4. Jama’ah Muslimin (Hizbullah)
5. LDII, merupakan sempalan dari Jama’ah Muslimin (Hizbullah).
6. dll
Pada kesempatan ini kami akan menjelaskan sedikit tentang keberadaan Jama’ah Muslimin (Hizbullah) mengingat kami pernah masuk kedalam jama’ahnya. Jama’ah Muslimin (Hizbullah) menganggap bahwa pemerintah yang ada sekarang di dunia Islam bukan merupakan ulil amri / imam / pemimpin kaum muslimin karena tidak berbentuk khilafah dan jama’ah. Sehingga bagi mereka wajib berjama’ah dengan mengangkat seorang imam dan setiap kaum muslimin wajib berbaiat kepada Imam mereka, barang siapa dari kaum muslimin yang tidak berbaiat kepada Imam mereka kemudian mati maka orang tersebut mati dalam keadaan jahiliyyah. Lebih dari itu hadits-hadits yang mengandung kalimat Al-Jama’ah mereka tafsirkan bahwa yang dimaksud Al-Jama’ah adalah kelompok mereka dan imam mereka. Jadi menurut Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Al-Jama’ah adalah Jama’ah Muslimin (Hizbullah) .
Tidak berbeda dengan Jama’ah Muslimin (Hizbullah), LDII juga demikian. Saya meyakini bahwa menurut LDII yang di maksud Al-Jama’ah dalam banyak hadits adalah mereka dan Imamnya, sehingga kaum muslimin yang tidak berbaiat kepada imamnya kemudian mati maka matinya dalam keadaan jahiliyyah.
Dengan faham seperti ini dapat kita ketahui bahwa dakwah mereka (Jama’ah Muslimin LDII dan yang setipe) adalah mengajak seluruh kaum muslimin untuk masuk dan berbaiat kepada Imam Mereka. Harta, jiwa, waktu dan seluruhnya yang dapat dikorbankan digunakan untuk mendakwahi kaum muslimin berbaiat kepada imam mereka, walaupun dapat kita saksikan sebagian dari mereka, anak-anak mereka, anggota jama’ah mereka dalam perkara-perkara tertentu jauh dari nilai-nailai islam dan luput dari dakwah, sedangkan orang-orang yang diluar mereka yang terkadang sudah lebih baik dalam beberapa sisi didakwahi untuk berbaiat agar matinya tidak mati jahiliyyah.
Sederhananya, bahwa selamat dan tidak selamatnya seseorang di dunia dan di akherat kelak adalah yang pertama-tama adalah baiat dan tidak baiatnya seseorang kepada imam mereka. Sehingga kunci utama untuk selamat di dunia dan masuk Jannah bagi mereka adalah berbaiat kepada Imam mereka. Sungguh memprihatinkan kondisi mereka.
Padahal dalam banyak haditsnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam menganjurkan untuk berdakwah kepada tauhid (mengesakan Allah dalam hal Rubbubiyah, Uluhiyyah dan asma wa sifat). Demikian juga para ulama telah sepakat bahwa di antara hal yang paling penting untuk diketahui dan di amalkan oleh seorang muslim adalah rukun islam dan rukun iman. Sedangkan berbaiat tidak ada satu ulamapun yang memasukkannya ke dalam rukun islam maupun rukun iman.
Dalam rangka berpartisipasi dalam dakwah sekaligus wujud kongkrit taubat saya terhadap faham-faham tersebut di atas yang menyimpang terhadap dakwah alus sunnah, kami nukilkan penjelasan salah satu ulama dari ulama ulama ahlus sunnah yang ada. Sebagaimana alenia berikut.
Penjelasan secara detail tentang prinsip Ahlussunnah / Salafy /Salafi
disadur dari Buku Bingkisan Ilmu dari Yaman
untuk Muslimin Indonesia oleh Asy-Syaikh Abdullah bin Mar’i hafidzahullahu
Mendengar dan taat kepada para pemimpin kaum muslimin sama halnya dia baik atau jahat serta siapa saja yang memegang jabatan khalifah lalu orang-orang berkumpul (tunduk) dibawah kekuasaannya dan ridha kepadanya, atau siapa yang mengambil alih kekuasaan atas kaum muslimin dengan pedang sehingga dia menjadi khalifah dan disebut amirul mukminin.
Termasuk prinsip Ahlussunnah adalah menaati para pemimpin kaum mukminin , sebagaimana dalam firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisaa’ : 59)
Ulil amri adalah ulama dan Umara’.
Assunnah banyak menyebutlkan hadits tentang ini, diantaranya hadits ubadah bin Ash shamit radhiallahu anhu dalam shahihain yang berkata : ”kami berbaiat kepada Rasulullah untuk mendengar dan taat ketika sendiri atau di depan orang banyak, saat lapang ataupun sempit dan saat dilakukan monopoli harta terhadap kami, serta agar kami tidak merebut kekuasaan dari pemiliknya, kecuali kalau kami melihat padanya kekufuran yang jelas yang kami mempunyai bukti yang nyata tentangnya.”
Hadits lainnya; hadits Ummu Salamah radhiallahu anha , hadits Hudzaifah radhiallahu anhu, hadits Walid bin Hujur radhiallahu anhu (semuanya dalam riwayat Muslim) dan hadits – hadits lainnya dari banyak sahabat radhiallahu anhum yang semakna dengan ini.
Sama halnya dia baik atau jahat
Sebab Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam telah mengabarkan dalam hadits Ummu Salamah radhiallahu anha bahwa :
“Akan ada banyak pemimpin di akhir zaman yang kalian mengetahui kesalahan mereka dan kalian tidak membenarkannya”,
Dalam hadits Hudzaifah radhiallahu anhu :
“Akan ada setelahku para pemimpin yang tidak mengambil petunjuk dengan hidayahku, tidak mengikuti keteladanan Sunnahku, serta akan berdiri disamping mereka orang-orang yang hati mereka ialah hati setan yang berada dalam jasmani berbentuk rupa manusia”. Hudzaifah bertanya : “Kalau saya menemui hal itu apa yang saya perbuat wahai Rasulullah ?! Rasulullah bersabda : “Engkau mendengar dan taat sekalipun punggungmu dicambuk dan diambil hartamu. Dengar dan taatlah!!”
Ini merupakan perintah yang sangat jelas dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam untuk menaati pemerintah sekalipun mereka adalah orang yang jahat atau fasik, selama mereka masih muslim.
Demikian ini menjadi prinsip Ahlussunnah wal Jama’ah, sebab kaum Khawarij dahulu maupun sekarang telah menyelisihi dan menyangka tidak mungkin ketaatan pada pemerintah dilakukan ketika mereka fasik. Sementara, kenyataan syari’at tidak seperti yang mereka mustahilkan, dalil-dalil memerintahkan untuk tetap taat sekalipun ditemui kefasikan mereka.
Diantara hikmah kewajiban ini ialah menjaga keamanan masyarakat muslim, dicapai berbagai kemaslahatan dan ibadah kepada Allah dapat ditunaikan. Dalam keadaan aman, orang-orang akan sanggup melaksanakan berbagai kewajiban Dien, terjaga harta, harga diri dan jiwa.
Sebaliknya tindakan memberontak akan mengakibatkan banyak keburukan; dirampasnya harta, dilanggarnya kehormatan, dialirkannya darah, ketakutan, kewajiban Dien dijalankan secara tidak stabil dan berbagai keburukan lainnya.
Oleh sebab itu, Ahlussunnah sangat detail dalam persoalan ini untuk membantah Khawarij.
siapa saja yang memegang jabatan khalifah lalu orang-orang berkumpul (tunduk) dibawah kekuasaannya dan ridha kepadanya, atau siapa yang mengambil alih kekuasaan atas kaum muslimin dengan pedang sehingga dia menjadi khalifah dan disebut amirul mukminin.
Yakni sekalipun dia mengambil kekuasaan dengan cara yang tidak benar, asal dia telah duduk di kursi kekuasaan, sekalipun dia zhalim itu adalah untuk dirinya sendiri, maka tidak boleh memberontak terhadapnya agar darah tidak tertumpahkan dan tidak trjadi berbagai keburukan lainnya.
Demi menjauhkan dari segala keburukan inilah, maka para ulama memerintahkan untuk mendengar dan taat dalam kitab-kitab akidah mereka.
Bahkan segala tindakan yang menyebakan terjadinya provokasi penentangan terhadap pemerintah adalah dilarang, misalnya; menghujat dan membuka aib pemerintah di hadapan khalayak di atas mimbar.
Banyak orang tidak menyadari akibat buruk ini, sehingga semua itu menimbulkan kebencian masyarakat kepada pemerintah lalu pemerintahpun membenci para da’i dan khatib yang pada akhirnya menimbulkan keburukan pada masyarakat.
Oleh sebab itulah salaf melarang umat dari hal ini, sebagaiman dalam hadits Usamah bin Zaid radhiallahu anhuma dalam shahih Muslim : ‘Ubaidah bin Khiyar Rahimahullah berkata kepada Usamah radhiallahu anhuma : “Tidaklah engkau mau menasehati ‘Utman!” (Dia maksudkan dalam perkara had atas Al Walid), maka Usamah menjawab : “Apakah saya harus melakukannya di depan umum ?! Demi Allah saya telah menasehatinya, akan tetapi saya tidak melakukannya di hadapan kalian, serta saya tidak mau menjadi orang pertama yang membuka kpintu keburukan.”
Dengan ucapan itu maksud Usamah radhiallahu anhum memberi nasehat di depan khalayak ramai akan menyebabkan orang-orang berani menentang pemerintah dan berakibat buruk trhadap masyarakat. Maka kaum muslimin diminta untuk menjaga kehormatan pemerintah, bukan bertujuan untuk mencari kedudukan atau pendekatan diri kepada pemerintah, tetapi untuk merealisasikan Dienullah sebab terkandung di dalamnya ketaatan pada Allah dan kemaslahatan. Kaidah fiqih umum menetapkan : “Menolak keburukan lebih didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.”
Provokasi inilah sebab terjadinya berbagai dampak negatif dan keburukan terhadap masyarakat, serta Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam telah memperingatkan darinya.
Tatkala terjadi perselisihan antara Mu’awiyah dengan sahabat lainnya, Mu’awiyah radhiallahu anhu keluar ke suatu tempat bernama Ghabadah, maka orang-orang Iraq menemuinya lantas berkata : “Baiatlah kami, dengan begitu akan ikut bersamamu orang-orang dalam jumlah yang banyak”. Maksud mereka agar Mu’awiyah mau memimpin pemberontakan, tapi Mu’awiyah berkata kepada mereka : “bertaqwalah kepada Allah, sebab sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah bersabda ………….(beliau menyebutkan tentang perintah taat dan bahwa siapa saja yang suka mencari ketergelinciran-ketrgelinciran penguasa, maka Allah murka kepadanya sampai dia bertaubat, sedang Allah tidak akan menerima taubatnya sampai dia memperbaiki apa yang telah dirusaknya. Sampai di sini ucapan Asy-Syaikh Abdullah bin Mar’i hafidzahullahu
Demikianlah prinsip Ahlussunnah, mereka menerima dan taat kepada pemerintah dalam keadaan apapun dan dalam bentuk apapun. Sehingga kita saksikan dalam sejarah tidak pernah mereka mengajak keluar ketaatan kepada penguasanaya.
Dapat diketahui dari sejarah bahwa bentuk pemerintah kaum muslimin berubah-ubah, mulai dari masa Kenabian, Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah dan Kerajaan-kerajaan. Sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dari shahabat Hudzaifah :
“Akan ada masa kenabian pada kalian selama yang Allah kehendaki, Allah mengangkat atau menghilangkannya kalau Allah menghendaki. Lalu akan ada masa khilafah di atas manhaj nubuwwah selama Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendaki. Lalu ada masa kerajaan yang sangat kuat selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu akan ada masa kerajaan (tirani) selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu akan ada lagi masa kekhilafahan di atas manhaj nubuwwah.“ Kemudian beliau diam.” (HR. Ahmad, 4/273, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 5)
Salafush shalih, ahlussunnah (salafy / salafi) senantiasa taat, menasehati umat untuk menerima dan taat kepada pemerintah kaum muslimin seperti apa bentuknya (khilafah / kerajaan / Republk) asal mereka (penguasa tersebut) masih muslim dan salafush shalih, ahlussunnah (salafy / Salafi) tidak mensyaratkan penguasa tersebut adalah orang shalih.
Sehingga semua para ulama ahlussunnah (salafush shalih) tidak pernah mengajak umat untuk berbaiat kepada orang di luar kekuasaan, tidak pernah mengajak umat untuk berbaiat pada dirinya agar termasuk sebagai Al-Jama’ah sementara mereka telah dipimpin oleh seorang muslimn di dalam sebuah negeri. Sungguh ajakan semacam itu merupakan penentangan besar terhadap perintah-perintah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam.
Prinsip ahlussunnah seperti di atas bukan berarti ahlus sunnah tidak komitmen terhadap dakwah khilafah. Bukan berarti pula membiarkan negeri – negeri kaum muslimin berhukum dengan hukum buatan manusia. Tidak-tidak sama sekali. Kebalikan dari itu ulama ahlus sunnah adalah kelompok yang sangat kecil dari kaum muslimin yang paling komitmen terhadap syariat Allah dan Rasulnya. Mereka berusaha dengan jiwa dan harta mereka waktu bahkan hidupnya dikorbankan untuk meneliti hadits-hadits, memisahkan hadits-hadits dhoif, palsu dengan yang shahih. Justru merekalah para ulama ahlus sunnah yang paling mengerti terhadap hadits-hadit Rasulullah baik dari segi derajat hadits maupun maksud-maksud yang terkandung di dalamnya sehingga mereka terus berdakwah menasehati kaum muslimin untuk mendengar dan taat kepada Penguasanya.
Tidak sebagaimana orang-orang yang tidak mengerti hadits sama sekali (baik dari segi derajatnya maupun penjelasan-penjelasan dari ulama-ulama salaf), didorong oleh semangat dan takut mati jahiliyyah dengan berdalil dengan sebuah hadits mereka berani menuduh jelek terhadap para ulama ahlussunnah. Dan tidak sedikit dari mereka yang berani memutuskan hubungan saudara dengan keluarganya dikarenakan kepengen menjadi bagian dari al Jama’ah. Kita berlindung kepada Allah dari pemahaman demikian ini.
Dari penjelasan di atas menjadi jelaslah kesalahan-kesalahan kelompok-kelompok tersebut di atas, mereka telah keluar dari manhaj Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam, manhaj para shiddiqin dan salafush shalih. Semoga Allah memberi petunjuk kepada mereka dan mengokohkan iman dan ketaqwaan kita kepadanya di atas petunjuk ini. Amin ya Robbal ‘Alamin.

FREE WORLDWIDE SHIPPING

BUY ONLINE - PICK UP AT STORE

ONLINE BOOKING SERVICE