13 Oktober, 2014

Syahadat La Ilaha Illallah; Ma’na, Rukun, dan Syaratnya (3)



syahadat3
Kita sering mendengar ungkapan ‘’Laa Ilaaha Illallaah adalah kunci surga”. Tetapi sebagian orang salah kaprah memahami ungkapan dia atas. Seolah sekadar mengucapkan sudah cukup. Padahal Laa Ilaaha Illallaah belum cukup sekadar diucapkan. Karena ia memiliki makna yang harus dipahami serta rukun dan syarat yang harus dipenuhi.

Kalau Kalimat Laa Ilaaha Illallaah merupakan kunci maka syarat-syarat syahadat Laa Ilaaha Illallaah adalah gigi-giginya. Setiap kunci akan berfungsi dengan baik jika memiliki gigi. Wahab bin Munabbih pernah ditanya, “Bukankah Laa Ilahaa Illallaah kunci surga?” Ia menjawab, “Betul.” Tetapi, tiada satu kunci pun kecuali ia memiliki gigi-gigi, jika kamu membawa kunci yang memiliki gigi-gigi, pasti engkau dapat membuka pintu, namun jika engkau membawa kunci yang tidak ada gigi-giginya pasti pintu itu tak akan terbuka.” (HR. Bukhari).
Melalui pembacaan (istiqra) terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabawi, para Ulama menyimpulkan bahwa syarat kalimat syahadat La Ilaha Illallah ada delapan, yakni; ilmu, yakin, ikhlas, shidiq, mahabbah, inqiyad, qabul, dan kufur (inkar) terhadap thaghut. Syekh Abdul Aziz ibn Abdillah ibn ‘Abdirrahman ibn Baz rahimahullah merangkumnya dalam dua bait singkat:

علم يقين وإخلاص وصدقك مع محبّة وانقياد والقبول لها
وزد ثامنها الكفران منك بما سوى الإله من الأوثان قد ألها
Syarat ilmu, yakin, dan ikhlas telah diterangkan pada tulisan sebelumnya (http://wahdah.or.id/syahadat-la-ilaha-illallah-mana-rukun-dan-syaratnya-2/). Pada tulisan ini akan diuraikan syarat shidiq dan mahabbah. Semoga Allah menunjuki kita semua ke jalan yang diridhai-Nya.


4. Shidq (Jujur) Lawan dari Dusta
Yaitu mengucapkan syahadat, dengan disertai pembenaran dalam hati. Allah Ta’ala berfirman dalam surah al-‘Ankabut ayat 1-3:
الم [٢٩:١] أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ [٢٩:٢]وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ [٢٩:٣]
Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Manakala lisan mengucapkan, tetapi hati mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 8-10.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آَمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8) يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
“Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepa-da Allah dan Hari kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” (QS.Al-Baqarah: 8-10)
Oleh karena itu hendaknya seseorang mengucapkan kalimat ini dengan jujur dan tidak dusta. Sebab kejujuran merupakan syarat mendapatkan manfaat dari kalimat Laa Ilaaha Illallaah ini. Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya);
ما من أحد يشهد أن لا إله إلا الله وأنّ محمداً عبده ورسوله صادقاً من قلبه إلاّ حرّمه الله على النار
“Tidak lah seseorang bersyahadat Laa Ilaaha Illallaah Muhammad ‘Abduhu Wa Rasuluh jujur dari lubuk hatinya melainkan Allah haramkan dirinya atas neraka.’’ (HR Bukhari).
Diharamkan masuk neraka artinya dimasukkan ke dalam surga. Karena di akhirat kelak hanya ada dua tempat kembali. Fariyqun fil jannati wa fariyqun fis sa’ir. Karena itu dalam riwayat Imam Ahmad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من قال لا إله إلا الله صادقا من قلبه دخل الجنة
“Barangsiapa yang mengucapkan la ilaha illallah dan benar-benar keluar dari lubuk hatinya, niscaya masuk surga”. (HR: Ahmad).

5. Mahabbah (Cinta), Lawan dari Benci
Seorang yang bersyahadat dituntut untuk mencintai kalimat ini. Juga mencintai seluruh amal perbuatan yang merupakan konsekuensi dari kalimat ini. Mencintai Allah dan Rasul-Nya serta mencintai setiap manusia mu’min yang telah bersyahadat mengucapkan kalimat tauhid ini. Allah Ta’ala berfirman dalam surah Al Baqarah[2] ayat 165:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبّاً لِلَّه
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah”. (QS.Al-Baqarah: 165).

Sebagai konsekwensi dari syarat ini adalah mencintai membenci segala yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya, berupa perkatan dan perbuatan serta pelakunya. Yakni membenci kekufuran, kesyirikan, perbuatan dosa dan pelakunya. Hal ini merupakan bagian dari iman, bahkan merupakan ikatan iman yang paling kuat dan tanda kesempurnaan iman. (bersambung insya Allah) –sym-

Sumber : Syahadat La Ilaha Illallah; Ma’na, Rukun, dan Syaratnya (3) | Wahdah Islamiyah http://wahdah.or.id/syahadat-la-ilaha-illallah-mana-rukun-dan-syaratnya-3/#ixzz3FqBIlFUp

FREE WORLDWIDE SHIPPING

BUY ONLINE - PICK UP AT STORE

ONLINE BOOKING SERVICE