23 Juli, 2015

Ikhlas versus Riya'

Ikhlas adalah pensucian niat dari seluruh noda dalam mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Ikhlas adalah pengesaan Allah Ta'ala dalam niat dan ketaatan. Ikhlas adalah melupakan perhatian makhluk dan senantiasa memperhatikan al Khaliq. Ikhlas adalah pensucian amal dari perhatian makhluk.

Sedangkan Mukhlis adalah orang yang ketika keluar untuk berbuat amalah tidak memperhatikan hati manusia, sebab baiknya hati itu bersama Allah Ta'ala. Mukhlis adalah orang yang menutupi kebajikannya sebagaimana dia menutupi kejelekannya.

Adapun Riya' adalah lawan dari ikhlas, yaitu menampakkan ibadah dengan niat mencari pandangan manusia, sehingga pelakuknya akan dipuji dan ida mengharapkan pujian dan pengagungan dan takut kehilangan hal itu.

Kedudukan Ikhlas

Sesunggunya dasar utama di dalam dien al Islamadalah terwujudnya keikhlasan kepada Allah dalam setiap ibadah, karena keikhlasan itu merupakan syarat mutlak diterimanya amal shalih (-yaitu amal yang sesuai dengan sunnah-). Oleh karena itu Allah Ta'ala memerintahkan kepada kita agar senantiasa berbuat ikhlas dalam beribadah kepada-Nya. Allah berfirman'

    Dan mereka tidaklah diperintahkan kecuali agar beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya (Al Bayyinah: 5).

    Seandainya mereka berbuat syirik, niscaya lenyaplah dari mereka amalah yang telah mereka kerjakan (Al An'am : 88).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga menyinggung hal ini dalam sabda-sabda beliau:

    Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman, Aku tidak butuh sekutu-sekutu, barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan, dia menyekutukan bersama-Ku dengan selain Aku di dalam amalan itu, (maka) Aku tinggalkan dia dan sekutunya. (HSR Muslim)

    Dari Ab Umamah radhiyallahu 'anhu ia berkata, Seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya, Apakah pendapatmu tentang seseorang yang berperang mengharapkan pahala dan pujian manusia, apa yang akan dia dapatkan? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Dia tidak mendapatkan apa-apa. Maka dia mengulangi pertanyaan itu tiga kali. Kemudian beliau bersabda, Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali karena ikhlas untuk-Nya dan mencari wajah-Nya (HR Ab Dawud, Nasa-i dengan sanad yang baik)

Ikhlas juga merupakan syarat terjauhnya hamba Alah dari godaan setan, sebagaimana firman Allah,

    Kecuali hamba-hamba-Mu yang berbuat ikhlas (Shad:83)

    Telah diriwayatkan bahwa seorang yang shalih pernah berkata pada dirinya sendiri, "Wahai jiwaku berbuat ikhlaslah niscaya kamu akan terbebas (dari godaan setan -pen) (Tazkiyatun Nufus, hal 14).

Ikhlas juga merupakan kunci dakwah para Rasul, sebagai firman Allah:

    Katakanlah, ini adalah jalanku, aku dan orang yang mengikutiku mengajak manusia kepada Allah dengan penjelasan yang nyata. Maha suci Allah dan aku bukan termasuk orang-orang yang musyrik (Yusuf : 108).

Sebab-sebab terjadinya Riya'

Tidaklah suatu akibat kecuali ada sebabnya, demikian pula riya' tidak terjadi kecuali ada sebab-sebabnya. Adapun sebab-sebab riya' adalah sebagai berikut:

1. Lemah iman

Iman adalah keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan. Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Iman akan kuat karena melakukan ketaatan dan iman akan lemah jika melakukan kemaksiatan. Oleh karena itu ketaatan tidak akan terlaksana kecuali karena kuat iman sebagaimana pula maksiat itu tidak akan terlaksana kecuali karena lemahnya iman.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

    "Tidaklah berzina seorang pezina ketika dia sedang berzina sedang dia seorang mukmin, dan tidaklah mencuri seorang pencuri ketika dia sedang mencuri sedang dia mukmin (HSR Bukhari)

Hadits di atas mengisyaratkan bahwa perbuatan zina dan mencuri dilakukan oleh manusia karena lemah imannya.

2. Kebodohan

Ilmu adalah sumber dari segala kebaikan dan kebodohan adalah sumber dari segala kejelekan, karena tidaklah manusia menjalankan ketaatan kecuali karena dia berilmu dan tidaklah manusia menjalankan maksiat kecuali karena dia bodoh.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Segala maksiat itu bersumber pada kebodohan, dan seandainya manusia mengetahui ilmu yang bermanfaat niscaya ia tidak melakukan maksiat." Selanjutnya beliau berkata ketika menafsirkan ayat Allah Ta'ala:

    Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah ulama (Al Fathir: 28).

"Setiap orang takut kepada Allah dan taat kepada-Nya serta tidak memaksiatinya maka dia itu alim/berilmu."

Riya termasuk maksiat kepada Allah, oleh karena itu orang yang berbuat riya' adalah orang yang bodoh.

Adapun bahaya riya' sebagai berikut:

1. Hati Tidak Tenang

Orang yang melakukan amal karena riya' hati tidak pernah tenang, karena hatinya senantiasa terbawa oleh orang-orang yang dihadapinya. Manakala orang yang dihadapinya memujinya dia senang, dan bila tidak memujinya dia susah, hingga hatinya selalu terombang-ambing oleh manusia yang dihadapinya. Allah berfirman:

    "Allah akan menghinakan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka."(Al-Baqarah:15)

2. Terhapus Amalan Yang TerkenaRiya' Dan Mendapat Siksa

Syaikh Abdul Azis Abdul Latif berkata (dalam Al-Ikhlas dan Syirik kecil hal 7): "Sesungguhnya menjalankan ketaatan/ibadah tanpa dilandasi keikhlasan kepada Allah, tidak akan berpahala, bahkan pelakunya akan dicampakkan ke dalam siksa yang pedih. Meskipun ketaatan itu termasuk amalan yang besar seprti berinfaq dalam menegakkan kebaikan, memerangi orang-orang kafir, menuntut ilmu syar'i, sebagaimana hadits dari Abu Hurairah berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:

"Sesungguhnya manusia pertama kali yang akan diputuskan hukum padanya adalah seorang yang mati syahid, maka orang itu dihadapkan. Allah menampakkan nikmatNya kepadanya, diapun mengakuinya. Allah berkata padanya, 'Apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat-nikmat itu?'. Dia menjawab, 'aku berperang karena Engkau hingga aku mati syahid'. Allah berfirman, 'kamu dusta, akan tetapi kamu berperang agar disebut pemberani, dan (engkau) telah disebut (pemberani). Kemudian orang itu diperintahkan untuk diseret pada wajahnya hingga dilempar ke neraka. Dan seorang yang belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur'an. Maka orang itu dihadapkan. Allah menampakkan nikmatNya kepadanya, diapun mengakuinya. Allah berkata padanya, 'Apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat-nikmat itu? dia menjawab, 'aku belajar ilmu dan aku mengajarkannya, serta aku membaca Al-qur'an untukMu'. Allah berfirman, 'Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar agar disebut qari' (ahli membaca Al-Qur'an), dan (engkau) telah disebut'. Kemudian orang itu diperintahkan untuk diseret pada wajahnya hingga dilempar ke neraka. Dan orang yang diluaskan hartanya oleh Allah. Maka orang itu dihadapkan. Allah menampakkan nikmatNya kepadanya, diapun mengakuinya. Allah berkata padanya, 'Apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat-nikmat itu? dia menjawab: 'Tidaklah aku tinggalkan satu jalanpun yang Engkau suka diinfaqkan padanya kecuali aku berinfaq padanya karenaMu. Allah berfirman, 'Kamu dusta, akan tetapi kamu lakukan itu agar kamu disebut dermawan dan (kamu) telah disebut'. kemudian orang itu diperintahkan agar diseret pada wajahnya dan dilempar ke neraka. (HR. Muslim)

Dan Allah berfirman:

Maka celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai shalatnya, yaitu orang-orang yang riya'.(al-Ma'un:4-6)

Contoh-contoh Riya' Yang Tersembunyi

1. Berkata Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihya'nya: "Dan yanglebih tersembunyi dari itu adalah seorang menyembunyikan ketaatannya dengan maksud tidak menginginkan pamer dan tidak senang kalau diketahui ketaatannya itu. Akan tetapi bersama dengan itu ia suka jika manusia bertemu dengannya mereka mendahului salam. bermanis muka dengannya, menghargainya, memujinya, membantu segala urusannya, memberikan kemudahan dalam berjual beli, memberikan tempat duduk untuknya. Maka jika semuanya itu tidak dia dapati terasa beratlah hatinya untuk menjalankan ketaatanitu lagi". (al-Ihya' 3/305/306).

2. Menjadikan ikhlas sebagai wasilah untuk mendapat keuntungan dunia.

Berkata Ibnu Taimiyah memperingatkan penyakit yang tersebut: 'Telah diceritakan bahwa hadits yang (berbunyi) "Barangsiapa yang berbuat ikhlas karena Allah selama 40 hari akan terpancar sumber hikah dari hatinya lewat lisannya" telah sampai kepada Abu Hamid, lalu dia berkata: "Aku telah berbuat ikhlas selama 40 hari dan belum terpancar sesuatupun. Maka aku tanyakan hal itu pada orang alim. Dia berkata padaku: 'Sesungguhnya kamu berbuat ikhlas untuk mendapatkan hikmah dan kamu tidak berbuat ikhlas karena Allah".

Kemudian Ibnu Taimiyah berkata: "Karena manusia itu terkadang tujuannya mencari hasil atau mencari pujian manusia dan sebagainya, padahal semua itu akan didapat dengan ikhlas karena Allah dan mencari wajahNya. Oleh karena itu apabila dia berniat untuk mendapatkan itu semua dengan wasilah ikhlas, hal itu adalah terbalik, sebab yang dijadikan tujuan malah selain Allah,padahal seharusnya Allah-lah yang dijadikan tujuan dan bukan dijadikan wasilah". (ad-Dar'u 6/66-67).

Berkata as-Syatibi:"Seharusnya orang yang melakukan amal itu tahu bahwa hasil itu bukan menjadi tujuan. Apabila dia memusatkan perhatiannya pada mengerjakan amalan dan menjauhkan perhatian dari hasilnya itu, dia akan lebih dekat kepada keikhlasan. Berbeda kepada orang yang memusatkan perhatiannya kepada hasil dan mengejarnya, maka perhatiannya kepada Allah menjadi terbagi. Dan jadilah perhatiannya kepada Rabbnya itu sebagai wasilah untuk mencapai hasil, maka tidak ragu lagi bahwa dia itu menjadikan ikhlas sebagai wasilah dalam mencapai hasil". (A-'Muwafaqat I/219/220)

3. Berkata Ibnu Rajab, "Dan ermasuk penyakit riya' yang tersembunyi adalah bahwa seseorang terkadang merendahkan dirinya, dihadapan manusia, mengharap dengan itu agar manusia melihat bahwa dirinya adalah seorang tawadhu', sehingga terangkat kedudukannya di sisi mereka dan mendapat pujian dari mereka. Sesungguhnya salafus shalih telah memperingatkan hal ini. Berkata Mutharif bin Abdullah bin Syikhir, 'Cukuplah seorang dikatakan berbangga diri (ujub/riya') jika dia merendahkan diri di hadapan manusia untukmendapatkan harga diri, padahal di sisi Allah adalah hina'. (Syarah Hadits Ma dzi'bani ja'i'ani, hal 46)

4. Meninggalkan Amal karena takut Riya'

Dan yangpaling aku(penulis) takuti adalah bentuk ini. Yakni sebagian manusia telah meninggalkan berbuat baik karena takut riya', hingga akhirnya perbuatan taat/ibadah selalu ditunda karena takut riya'. Maka tidak ragu lagi bahwa ini kesalahan yang besar dan bahayanya tidak kalah dengan riya' atau sum'ah.

Fudlail bin Iyyadl berkata menjelaskan tentang penyimpangan ini, "Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya' dan beramal karena manusia adalah syirik, sedangkan ikhlas, mudah-mudahan Allah menjagamu dari keduanya".

Berkata Ibnu Taimiyah, 'Barangsiapa yang akan melakukan amalan yang disyari'atakan misalnya shalat dluha, shalat malam dan lain sebagainya, maka hendaklah ia tetap saja melakukan dan tidak perlu menundanya karena berada di antara manusia, karena Allah tahu dari hatinya bahwa ia melakukan hal itu benar-benar karena Allah dan menjauhkan diri dengan sungguh-sungguh dari riya'yang merusak keikhlasan. Dan barangsiapa meninggalkan perkara yang disyari'atkan dnegan alasan bahwa kemungkinan ia akan melakukan dengan riya' maka hal itu tertolah dengan beberapa hujjah:

a. Karena kerusakan orang yang meinggalkan amalan yang disyari'atkan itu lebih besar daripada orang yang menjalankan amalan karena riya'.

b. Karena amalan yang ditingglkan itu hanyalah apa yang diingkari oleh syari'at (amalan yang buruk) apalagi Rasulullah tidak diutus membuka hati manusia dan tidak diutus untuk membedah perut-perut mereka.

c. Karena hal itu akan dijadikan senjata oleh musuh-musuh untuk menteror oeang Islam yang ingin menjalankan sunnah dengan dikatakan:, ah orang itu sok alim, sok suci,, ah orang ini riya' dan lain-lainnya.

d. Sehingga akibatnya orang yang taat akan meninggalkan perintah-perintah yang disyari'atkan karena takut dibilang ini dan itu, hingga akhirnya hilanglah kebaikan dimata manusia. (al-Fatawa 23/174-175).

Obat Penyakit Riya'

Nabi bersabda: Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali dengan obatnya. (HR. Bukhari).

Adapun obat penyakit riya' antara lain:

1. Hendaklah seorang mengilmui denganyakin bahwa dirinya adalah sekedar hamba Allah sedangkan hamba itu tidak berhak menuntut pemberian atau balasan, sebab ia beramalitu karena tuntutan peribadahan saja.

2. Hendaklah seorang hamba di dalam beribadah kepada Allah dengan penuh cinta kepadaNya, memohon pahalaNya dan takut dari kemurkaanNya.

3. Senantiasa instropeksi terhadap amalan,apakah itu dilakukan dengan ikhlas atau riya'

4.Selalu beristighfar kepada Allah dan berlindung dari riya'

5. Memperbanyak ibadah sunnah yang terjauh dari pandangan manusia seperti shalat malam, shadawah siriyyah, menangis karena takut kepada Allah danlain-lain.

6. Mengenali riya' dan timbulnya riya' hingga bisa mewaspadai datangnya.

7. Senantiasa memperhatikan akibat riya' baik di dunia maupun di akhirat. Selalu berdo'a kepada Allah agar ditetapkan hatinya di atas ketaatan kepadaNya.

Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, balikkan hati kami di atas ketaatanMu.

Pentingnya Niat

Niat bukianlah ucapan sesorang dengan lisannya: "Nawaitu" akat tetapi niat adalah bangkitnya hati untuk melakukan suatu amalan.

Telah shahih dari Ibnu Umar bahwasanya dia mendengar seorang yang ketika melakukan ihram barkata, "Ya Allah sesungguhnya aku berniat melakukan haji dan umrah." Maka Ibnu Umar berkata kepadanya, "Apakah engkau memberitahukan kepada manusia? Bukankah Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatimu?" Karena nita itu tujuan hati dan tidak wajib dilafalkan dalam ibadah apapun.

Niat mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan ibadah, karena baik buruknya suatu amalan bergantung pada niatnya.

Niat bisa menjadikan amalan kecil menjadi besar, dan sebaliknya niat bisa membuat amalah besar menjadi kecil. Dari Yahya bin Katsir berkata, "Pelajarilah niat, karena sesungguhnya niat itu lebih sampai daripada amal".

Dinukil dari tulisan Muhammad Abu Hamdan pada Majalah As Sunnah Edisi 08/IV/1421-2000

FREE WORLDWIDE SHIPPING

BUY ONLINE - PICK UP AT STORE

ONLINE BOOKING SERVICE