NIAT
1. Wajibnya berniat puasa sebelum datang waktu subuh ketika puasa wajib.
Jika telah jelas masuknya bulan Ramadhan dengan penglihatan mata atau persaksian atau dengan menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari, maka wajib atas setiap muslim yang mukallaf untuk berniat puasa di malam harinya, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam (yang artinya): "Barangsiapa yang tidak berniat sebelum fajar untuk puasa maka tidak ada puasa baginya".1)
Hal in juga dilakukan oleh para shahabat: Abu Darda', Abu Thalhah, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Hudzaifah bin al-Yaman radhiallahu 'anhum kita dibawah bendera sayyidnya bani Adam.4)
Ini berlaku dalam puasa sunnah menunjukan wajibnya niat di malam hari sebelum terbit fajar dalam puasa wajib, Wallahu Ta'ala A'lam.
2. Kemampuan adalah dasar pembebanan syari'at.
Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, tapi dia tidak tahu sehingga diapun makan dan minum kemudian tahu, maka dia harus menahan diri serta menyempurnakan puasanya, cukuplah puasanya tersebut (tidak perlu di qodho'). Barangsiapa yang belum makan dan minum (tapi tidak tahu telah masuk Ramadhan) tidak disyari'atkan niat malam hari karena dia tidak mampu (tidak mengetahui telah masuknya bulan Ramadhan), padahal diantara ushul syari'at yang sudah ditetapkan. "kemampuan adalah dasar pembebanan syari'at."
3. Sebagian Ahli Ilmu berkata harus mengqodho' dan 'Asyura bukan wajib.
Ketahuilah saudara seiman bahwa seluruh dalil menerangkan bahwa puasa 'Asyura itu wajib karena adanya perintah untuk puasa dihari tersebut., sebagaimana dalam hadits Aisyah, kemudian kewajiban ditekankan lagi karena diserukan secara umum, kemudian ditambah pula dengan perintah orang yang makan untuk menahan diri (tidak makan lagi) sebagaimana dalam hadits Salamah bin Al-Akwa' tadi, serta hadits Muhammad bin Shaifi Al-Anshary: "Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam keluar menemui kami pada hari 'Asyura kemudian berkata : "Apakah kalian puasa hari ini ? sebagian mereka berkata : tidak. Beliau berkata : "Sempurnakanlah puasa disisa hari ini". Dan menyuruh mereka untuk memberitahu penduduk Arrud kota madinah –Untuk menyempurnakan sisa hari mereka."7)
Yang memutuskan perselisihan ini adalah prekataan Ibnu Mas'ud:8) "Ketika diwajibkan puasa Ramadhan ditinggalkanlah 'Asyura,"
Dan ucapan Aisyah 9) juga: "Ketika turun kewajiban puasa Ramadhan, maka Ramadhanlah yang wajib, dan ditinggalkanlah 'Asyura (tidak wajib lagi). Walaupun demikian, sunnahnya puasa 'Asyura tidak dihilangkan, sebagaimana dinukil oleh Al-Hafidz (4/264) dari Ibnu Abdil Barr, jelaslah bahwa sunnahnya puasa 'Asyura masih ada, yang dihapus itu hanyalah kewajibannya. Wallahu A'lam.
Sebagian lagi berkata : Jika puasa wajib niscaya telah mansukh (dihapus) juga hukum-hukumnya. Yang benar hadits-hadits tentang 'Asyura menunjukan beberapa perkara :
1. Wajibnya puasa 'Asyura.
2. Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari ketika puasa wajib sebelum terbitnya fajar karena tidak tahu tidaklah rusak puasanya.
3. Barangsiapa yang makan minum kemudian tahu disisa hari tersebut tidak wajib mengqodho'.
Yang mansukh adalah masalah perkara yang pertama (wajibnya), hingga 'Asyura hanyalah sunnah sebagaimana telah kita jelaskan, dimansukhnya hukum tersebut bukan berarti menghapus hukum-hukum lainnya. Wallahu A'lam. Mereka berdalil dengan hadits Abu Daud (2447) dan Ahmad (5/409) dari jalan Qatadah dari Abdurrahman bin Salamah dari pamannya : "bahwa Aslam pernah mendatangi Nabi kemudian Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalian puasa hari ini ? mereka menjawab : Tidak. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda : Sempurnakanlah sisa hari ini kemudian qadhalah kalian. Hadits ini lemah, karena ada dua illat (cela):
Majhulnya (tidak dikenalnya) Abdurrahman bin Salamah, Adz-Dzahabi berkata tentangnya :"Al-Mizan" (2/567): "Tidak dikenal". Al-Hafidz berkata dalam "At-Tahzib" (6/239):"keadaaannya majhul". Dibawakan oleh Ibnu Abi Hatim di dalam "Aj-Jarhu wa At-Ta'dil" (5/288), tidak disebutkan padanya jarh atau ta'dil. Juga ada 'an 'anah Qatadah padahal dia seorang mudallis.
-------------------
1) HR Abu Daud (2454), Ibnu Majah (1933), Al-Baihaqi (4/202), dari jalan Ibnu Wahab, dari Ibnu Lahi'ah dan Yahya bin Ayyub dari Abdullah bin Abi Bakar bin Hazm dari Ibnu Sihab, dari Salim bin Abdillah dari bapaknya dari Hafshah dalam satu lafadz dalam riwayat At-thahawiyah di "Syarhu Ma'anil Atsar" (1/54): "berniat dimalam" dari jalan sendiri. Diriwayatkan pula oleh An-Nasa'I (4/196), Tirmidzi (730) dari jalan lain dari Yahya, sanadnya SHAHIH
2) HR An-Nasa'I (4/196), Al-Baihqi (4/202), Ibnu Hazm (6/162), dari jalan Abdur Razaq dari Ibnu Juraij dari Ibnu Syihab. Sanadnya SHAHIH kalau tidak ada 'an 'anah Ibnu Juraij, akan tetapi shahih dengan riwayat sebelumnya.
3) HR Muslim (1154)
4) Lihatlah dan takhrijnya dalam "Taghliq Taqliq" (3/144-147)
5) HR Bukhori (4/212) dan Muslim (1125)
6) HR Bukhori (4/216) dan Musllim (1135)
7) HR Ibnu Khuzaimah (3/389), ahmad (4/388), An-nasa'I (4/192), Ibnu Majah (1/552), Ath-thabrani dalam "Al-Kabir" (18/238) dari jalan Asy-Sya'bi darinya. Dengan sanad SHAHIH.
8) HR Muslim (1127)
9) HR Muslim (1125)
1. Wajibnya berniat puasa sebelum datang waktu subuh ketika puasa wajib.
Jika telah jelas masuknya bulan Ramadhan dengan penglihatan mata atau persaksian atau dengan menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari, maka wajib atas setiap muslim yang mukallaf untuk berniat puasa di malam harinya, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam (yang artinya): "Barangsiapa yang tidak berniat sebelum fajar untuk puasa maka tidak ada puasa baginya".1)
Dan Sabdanya (yang artinya): "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam harinya maka tidak ada puasa baginya."2)Niat itu tempatnya di hati, melafadzkannya adalah bid'ah yang sesat walaupun manusia menganggapnya baik, kewajiban untuk berniat sejak malam itu khusus bagi puasa wajib, karena Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam pernah datang ke Aisyah selain bulan ramadhan beliau berkata : "Apakah engkau punya santapan siang ? kalau nggak ada aku berpuasa".3)
Hal in juga dilakukan oleh para shahabat: Abu Darda', Abu Thalhah, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Hudzaifah bin al-Yaman radhiallahu 'anhum kita dibawah bendera sayyidnya bani Adam.4)
Ini berlaku dalam puasa sunnah menunjukan wajibnya niat di malam hari sebelum terbit fajar dalam puasa wajib, Wallahu Ta'ala A'lam.
2. Kemampuan adalah dasar pembebanan syari'at.
Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, tapi dia tidak tahu sehingga diapun makan dan minum kemudian tahu, maka dia harus menahan diri serta menyempurnakan puasanya, cukuplah puasanya tersebut (tidak perlu di qodho'). Barangsiapa yang belum makan dan minum (tapi tidak tahu telah masuk Ramadhan) tidak disyari'atkan niat malam hari karena dia tidak mampu (tidak mengetahui telah masuknya bulan Ramadhan), padahal diantara ushul syari'at yang sudah ditetapkan. "kemampuan adalah dasar pembebanan syari'at."
Dari Aisyah radhiallahu 'anha : "Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam pernah memerintahkan puasa 'Asyura,maka ketika diwajibkan puasa Ramadhan, orang yang mau puasa 'Asyura dibolehkan, yang mau berbuka pun dipersilahkan."5)Puasa hari 'Asyura dulunya adalah wajib kemudian dimansukh (dihapus kewajiban tersebut), mereka telah diperintahkan untuk tidak makan dari mulai siang dan itu cukup bagi mereka, puasa Ramadhan adalah puasa wajib maka hukumnya sama dengan puasa 'Asyura ketika masih wajib, tidak berubah (berbeda) sedikitpun.
Dan dari Salamah bin Al-Akwa' radhiallahu 'anhu berkata : "Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam menyuruh seseorang dari bani Aslam untuk mengumumkan kepada manusia bahwasanya barangsiapa ynag sudah makan hendaklah puasa sampai maghrib, dan barangsiapa yang belum makan teruskanlah berpuasa karena hari ini adalah hari 'Asyura."6)
3. Sebagian Ahli Ilmu berkata harus mengqodho' dan 'Asyura bukan wajib.
Ketahuilah saudara seiman bahwa seluruh dalil menerangkan bahwa puasa 'Asyura itu wajib karena adanya perintah untuk puasa dihari tersebut., sebagaimana dalam hadits Aisyah, kemudian kewajiban ditekankan lagi karena diserukan secara umum, kemudian ditambah pula dengan perintah orang yang makan untuk menahan diri (tidak makan lagi) sebagaimana dalam hadits Salamah bin Al-Akwa' tadi, serta hadits Muhammad bin Shaifi Al-Anshary: "Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam keluar menemui kami pada hari 'Asyura kemudian berkata : "Apakah kalian puasa hari ini ? sebagian mereka berkata : tidak. Beliau berkata : "Sempurnakanlah puasa disisa hari ini". Dan menyuruh mereka untuk memberitahu penduduk Arrud kota madinah –Untuk menyempurnakan sisa hari mereka."7)
Yang memutuskan perselisihan ini adalah prekataan Ibnu Mas'ud:8) "Ketika diwajibkan puasa Ramadhan ditinggalkanlah 'Asyura,"
Dan ucapan Aisyah 9) juga: "Ketika turun kewajiban puasa Ramadhan, maka Ramadhanlah yang wajib, dan ditinggalkanlah 'Asyura (tidak wajib lagi). Walaupun demikian, sunnahnya puasa 'Asyura tidak dihilangkan, sebagaimana dinukil oleh Al-Hafidz (4/264) dari Ibnu Abdil Barr, jelaslah bahwa sunnahnya puasa 'Asyura masih ada, yang dihapus itu hanyalah kewajibannya. Wallahu A'lam.
Sebagian lagi berkata : Jika puasa wajib niscaya telah mansukh (dihapus) juga hukum-hukumnya. Yang benar hadits-hadits tentang 'Asyura menunjukan beberapa perkara :
1. Wajibnya puasa 'Asyura.
2. Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari ketika puasa wajib sebelum terbitnya fajar karena tidak tahu tidaklah rusak puasanya.
3. Barangsiapa yang makan minum kemudian tahu disisa hari tersebut tidak wajib mengqodho'.
Yang mansukh adalah masalah perkara yang pertama (wajibnya), hingga 'Asyura hanyalah sunnah sebagaimana telah kita jelaskan, dimansukhnya hukum tersebut bukan berarti menghapus hukum-hukum lainnya. Wallahu A'lam. Mereka berdalil dengan hadits Abu Daud (2447) dan Ahmad (5/409) dari jalan Qatadah dari Abdurrahman bin Salamah dari pamannya : "bahwa Aslam pernah mendatangi Nabi kemudian Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalian puasa hari ini ? mereka menjawab : Tidak. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda : Sempurnakanlah sisa hari ini kemudian qadhalah kalian. Hadits ini lemah, karena ada dua illat (cela):
Majhulnya (tidak dikenalnya) Abdurrahman bin Salamah, Adz-Dzahabi berkata tentangnya :"Al-Mizan" (2/567): "Tidak dikenal". Al-Hafidz berkata dalam "At-Tahzib" (6/239):"keadaaannya majhul". Dibawakan oleh Ibnu Abi Hatim di dalam "Aj-Jarhu wa At-Ta'dil" (5/288), tidak disebutkan padanya jarh atau ta'dil. Juga ada 'an 'anah Qatadah padahal dia seorang mudallis.
-------------------
1) HR Abu Daud (2454), Ibnu Majah (1933), Al-Baihaqi (4/202), dari jalan Ibnu Wahab, dari Ibnu Lahi'ah dan Yahya bin Ayyub dari Abdullah bin Abi Bakar bin Hazm dari Ibnu Sihab, dari Salim bin Abdillah dari bapaknya dari Hafshah dalam satu lafadz dalam riwayat At-thahawiyah di "Syarhu Ma'anil Atsar" (1/54): "berniat dimalam" dari jalan sendiri. Diriwayatkan pula oleh An-Nasa'I (4/196), Tirmidzi (730) dari jalan lain dari Yahya, sanadnya SHAHIH
2) HR An-Nasa'I (4/196), Al-Baihqi (4/202), Ibnu Hazm (6/162), dari jalan Abdur Razaq dari Ibnu Juraij dari Ibnu Syihab. Sanadnya SHAHIH kalau tidak ada 'an 'anah Ibnu Juraij, akan tetapi shahih dengan riwayat sebelumnya.
3) HR Muslim (1154)
4) Lihatlah dan takhrijnya dalam "Taghliq Taqliq" (3/144-147)
5) HR Bukhori (4/212) dan Muslim (1125)
6) HR Bukhori (4/216) dan Musllim (1135)
7) HR Ibnu Khuzaimah (3/389), ahmad (4/388), An-nasa'I (4/192), Ibnu Majah (1/552), Ath-thabrani dalam "Al-Kabir" (18/238) dari jalan Asy-Sya'bi darinya. Dengan sanad SHAHIH.
8) HR Muslim (1127)
9) HR Muslim (1125)