Alhamdulillah, kita tinggal di
negara yang mayoritasnya beragama Islam dan sebagian besar mereka
mengaku berada atau mengikuti di atas jalan Imam Asy-Syafi’i (bermadzhab
Syafi’i). Akan tetapi sangat disayangkan, jauhnya kita dari ilmu-ilmu
agama menjadikan kita sering diombang-ambing oleh pendapat-pendapat yang
dilontarkan oleh orang-orang yang dianggap berilmu di negeri ini.
Berikut ini kami hadirkan tulisan Ustadz Musyaffa’ yang menjelaskan
perkataan para ulama madzhab Syafi’i terkait hari raya Natal. Selamat
menyimak.
Asy-Syarbini (wafat 977 H) -rahimahullah-, salah seorang ulama besar Madzhab Syafi’i mengatakan:
“Dan diberi hukuman ta’zir*, seorang yang mengikuti orang-orang kafir dalam merayakan hari raya mereka. Begitu pula orang yang memberikan ucapan selamat kepada seorang kafir dzimmi di hari rayanya” (Mughnil Muhtaj, Asy-Syarbini, 5/526).
Hal senada juga disebutkan dalam banyak kitab syafi’iyyah lainnya, diantaranya: Al-Iqna’ fi halli Alfazhi Abi Syuja’ (2/526), Asnal Matholib (4/162), Tuhfatul Muhtaj (9/181), Hasyiata Qolyubi wa Amiroh (4/206), Annajmul Wahhaj (9/244).
Bahkan lebih tegas lagi Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 982 H) -rahimahullah- mengatakan: “Kemudian aku lihat ada sebagian para imam kami yang muta’akhirin telah menyebutkan keterangan yang sesuai dengan apa yang telah kusebutkan, dia mengatakan:
‘Diantara bid’ah yang paling buruk
adalah tindakan kaum muslimin mengikuti kaum Nasrani di hari raya –
hari raya mereka, dengan menyerupai mereka dalam makanan mereka, memberi
hadiah kepada mereka, dan menerima hadiah dari mereka di hari raya itu.
Dan orang yang paling banyak memberi perhatian pada hal ini adalah
orang-orang Mesir, padahal Nabi -shallallahu alaihi wasallam- telah bersabda: Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka‘.
Bahkan Ibnul Hajj mengatakan: ‘Tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada seorang nasrani apapun yang termasuk kebutuhan hari rayanya,
baik daging, atau lauk, ataupun baju. Dan mereka tidak boleh dipinjami
apapun (untuk kebutuhan itu), walaupun hanya hewan tunggangan, karena
itu adalah tindakan membantu mereka dalam kekufurannya, dan wajib bagi para penguasa untuk melarang kaum muslimin dari tindakan tersebut’” (Fatawa Fiqhiyyah Kubra, Ibnu Hajar Al-Haitami, 4/239).
Mungkin sebagian dari mereka beranggapan
bahwa dengan mengucapkan selamat untuk hari raya mereka akan menjadikan
mereka tertarik untuk masuk Islam. Tapi tidakkah mereka mengingat Firman
Allah ta’ala (yang artinya):
“Kaum Yahudi dan Kaum Nasrani TIDAK AKAN rela kepadamu, hingga kamu mengikuti agama mereka“. (QS. Al Baqoroh: 120).
Begitu pula firmanNya (yang artinya):
“Orang-orang kafir akan TERUS memerangi kalian hingga mereka menjadikan kalian keluar dari agama kalian” (QS. Al Baqoroh: 217).
Jika mereka ingin umat lain masuk Islam,
maka hendaklah mereka mendakwahi mereka dengan sesuatu yang dibenarkan
oleh syariat, misalnya dengan akhlak mulia dan dakwah yang penuh hikmah.
Ingatlah tujuan yang mulia haruslah ditempuh dengan jalan yang mulia
pula. Wallohu a’lam.
*) ta’zir adalah hukuman yang
diberikan waliyul amr dalam rangka untuk memberi efek jera, terhadap
perbuatan yang melanggar syariat namun tidak ditentukan hukuman dan
kafarah-nya dari syariat, karena melihat adanya maslahah, dan jenis
hukumannya ditentukan berdasarkan ijtihad hakim.
—