17 Agustus, 2015

Etika Menyembelih Binatang

Sebulan lagi, insya Alloh bulan Dzulhijjah akan menyapa kita. Saat itu terdapat hari-hari agung. Hari Arofah saat kaum muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji wakuf di padang Arofah dan yang di luar Arofah melaksanakan puasa Arofah. Dan hari raya Idul Adh-ha. Di antara yang disyari’atkan Alloh dan Rosul-Nya pada hari tersebut dan tiga hari setelahnya adalah menyembelih binatang ternak untuk mendekatkan diri kepada Alloh Subhaanahu wa ta’aala.
Dan di antara tanda keagungan dan kesempurnaan syari’at Islam, sampai saat menyembelih sekalipun adalah, Islam masih menampakkan rasa kasih sayang pada binatang. Hal ini terbukti dengan adanya aturan dan etika yang harus diperhatikan oleh seseorang saat ia menyembelih binatang, di antara adalah:
1. Haram menyembelih untuk selain Alloh
Menyembelih adalah sebuah ibadah yang hanya harus ditujukan kepada Alloh semata. Alloh Subhaanahu wa ta’aala berfirman (yang artinya):
Katakanlah: “Sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Robb semesta alam.” (QS. al-An’am [6]: 162)
Karena itulah Alloh Subhaanahu wa ta’aala melaknat orang yang menyembelih untuk selain-Nya. Abu Thufail Amir bin Watsilah berkata, “Aku berada di sisi Ali bin Abi Tholib, lalu datanglah seseorang menemuinya. Orang itu bertanya, “Apakah NabiShallallaahu ‘alaihi wa sallam merahasiakan sesuatu kepadamu?” Mendengar ucapan tersebut, Ali marah dan berkata, “Tidaklah NabiShallallaahu ‘alaihi wa sallam merahasiakan sesuatu kepadaku yang beliau sembunyikan dari manusia kecuali beliau telah menceritakan padaku empat perkara.” Orang itu berkata, “Apa itu wahai Amirul Mukminin?” Ali berkata, “Beliau bersabda: ‘Alloh melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, Alloh melaknat orang yang menyembelih untuk selain Alloh, Alloh melaknat orang yang memberi tempat bagi orang yang membuat bid’ah, dan Alloh melaknat orang yang mengubah tanda-tanda di bumi.’”1
Karena itu, kita tidak boleh menyembelih untuk selain AllohSubhaanahu wa ta’aala berdasarkan hadits ini dan hadits-hadits lainnya yang melarang perbuatan semisal itu.

2. Berbuat kasih sayang pada binatang yang hendak disembelih
Maksudnya, berlemah lembut pada binatang yang hendak disembelih dan menenangkan serta memberikan kenyamanan kepadanya sebelum disembelih, sebagaimana dalam hadits di atas. Dan juga diriwayatkan dari Mu’awiyah bin Qurroh dari ayahnya bahwa ada seseorang yang berkata kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam: ‘Wahai Rosululloh Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sesungguhnya saya menyembelih kambing dalam keadaan saya menyayanginya. Maka beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
“Kambing itu apabila engkau merahmatinya, maka RobbmuSubhaanahu wa ta’aala akan merahmatimu.”2
Al-Imam Ahmad Rahimahullaah berkata: “Hendaknya sembelihan digiring dengan lemah lembut, pisau disembunyikan darinya dan tidak ditampakkan kecuali pada saat penyembelihan. RosulullohShallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar pisau disembunyikan darinya.”

3. Berbuat ihsan (baik) ketika menyembelih
Yaitu dengan melakukan beberapa perkara berikut:
1) Menyembelih dengan alat penyembelihan yang tajam dan menumpahkan darah.
Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus Radhiyallaahu ‘anhu ia berkata: ‘Ada dua hal yang saya hafal dari Rosululloh Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
Sesungguhnya Alloh Subhaanahu wa ta’aala telah menuliskan/menetapkan ihsan dalam segala hal. Apabila kalian membunuh maka berihsanlah dalam membunuh, dan apabila kalian menyembelih maka berihsanlah kalian dalam menyembelih. Hendaklah salah seorang di antara kalian menajamkan pisaunya dan menenangkan sembelihannya.”3
Rosululloh pun melarang menyembelih menggunakan alat yang tidak tajam, sebagaimana sabda beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya):
“Alat apa pun yang mengalirkan darah dan disebut nama AllohSubhaanahu wa ta’aala padanya, maka makanlah selama bukan gigi dan kuku. Saya akan memberitahu kalian mengapa demikian. (Alasannya karena) gigi itu termasuk tulang, sementara kuku adalah alat penyembelihannya orang Habasyah.”4

2) Menggiring kambing ke tempat penyembelihan dengan baik.
Ibnu Sirin mengatakan bahwa Umar Radhiyallaahu ‘anhu melihat seseorang menyeret kambing untuk disembelih lalu ia memukulnya dengan pecut. Maka Umar berkata dengan mencelanya: “Giring hewan ini kepada kematiannya dengan baik!”5

3) Membaringkan hewan yang akan disembelih.
Aisyah Radhiyallaahu ‘anha menyatakan bahwa RosulullohShallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk dibawakan kambing kibas, lalu beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengambil kambing kibas itu dan membaringkannya, kemudian beliauShallallaahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya.6
Berkata Imam an-Nawawi dalam Syarh Shohih Muslim (13/130): “Hadits ini menunjukkan sunnahnya membaringkan kambing ketika akan disembelih. Kambing tidak boleh disembelih dalam keadaan berdiri atau berlutut, tapi hendaknya dalam keadaan berbaring karena hal itu lebih mudah baginya. Hadits-hadits yang ada menuntunkan demikian, begitu juga kesepakatan kaum muslimin. Ulama sepakat dan juga amalan kaum muslimin bahwa hewan yang akan disembelih dibaringkan pada sisi kirinya karena cara ini lebih mudah bagi orang yang menyembelih dalam mengambil pisau dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan dengan tangan kiri.”
Bahkan dalam al-Mufhim 5/362, al-Qurthubi mengatakan bahwa membaringkan hewan yang hendak disembelih pada lambung kirinya adalah suatu yang telah dipraktikkan kaum muslimin sejak dulu kala.
Bahkan Ibnu Taimiyyah Rahimahullaah mengklaim tata cara seperti ini sebagai salah satu sunnah Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berkata, “Hewan sembelihan, baik hewan qurban ataupun yang lainnya, hendaknya dibaringkan pada lambung kiri dan penyembelih meletakkan kaki kanannya di leher hewan tersebut sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang shohih dari RosulullohShallallaahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu hendaknya penyembelih mengucapkan bismillah dan bertakbir. Lengkapnya yang dibaca adalah sebagai berikut “Bismillahi Allohu akbar. Allahumma minka wa laka. Allahumma taqobbal minni kama taqabbalta min Ibrohim kholilika.”
Barangsiapa yang membaringkan hewan tersebut pada lambung kanannya dan meletakkan kaki kirinya di leher hewan tersebut, sehingga orang tersebut harus bersusah payah menyilangkan tangannya agar bisa menyembelih hewan tersebut, maka dia adalah seorang yang bodoh terhadap sunnah Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, menyiksa diri sendiri dan hewan yang akan disembelih. Akan tetapi daging hewan tersebut tetap halal untuk dimakan. Jika hewan tersebut dibaringkan pada lambung kirinya maka itu lebih nyaman bagi hewan yang hendak disembelih dan lebih memperlancar proses keluarnya nyawa serta lebih mudah dalam proses penyembelihan. Bahkan itulah sunnah yang dipraktikkan oleh Rosululloh Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan seluruh kaum muslimin, bahkan praktik semua orang.
Demikian pula dianjurkan agar hewan yang hendak disembelih tersebut dihadapkan ke arah kiblat.” (Majmu Fatawa 26/309-310)

4) Tempat (bagian tubuh) yang disembelih.
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Penyembelihan dilakukan di sekitar kerongkongan dan labah.”7
Labah adalah lekuk yang ada di atas dada. Unta juga disembelih di daerah ini.8

5) Makruh memotong leher hewan yang disembelih.
Dari Nafi Radhiyallaahu ‘anhu, sesungguhnya Ibnu UmarRadhiyallahu ‘anhuma tidak mau memakan daging kambing yang disembelih hingga lehernya terputus.9
Dari Ibnu Thowus dari Thowus, beliau berkata, “Andai ada orang yang menyembelih hewan hingga lehernya putus, maka daging hewan tersebut tetap boleh dimakan.”10
Dari Ma’mar bahwa az-Zuhri (seorang tabi’in) ditanya tentang seorang yang menyembelih dengan menggunakan pedang sehingga leher hewan yang disembelih itu putus. Jawaban beliau, “Sungguh jelek apa yang dia lakukan.” “Apakah dagingnya boleh dia makan?” lanjut penanya. “Boleh”, jawab az-Zuhri.11
Tentang hal ini, ada juga ulama yang memberi rincian. Jika dilakukan dengan sengaja maka dagingnya jangan dimakan. Akan tetapi jika tanpa sengaja maka boleh. Di antara yang berpendapat demikian adalah Atho’, seorang ulama dari generasi tabi’in.
Dari Atho’ Rahimahullaah, beliau berkata, “Jika ada orang yang menyembelih hewan hingga kepalanya terpisah dari badannya, maka silakan kalian makan asalkan orang tersebut tidak sengaja.”12
Imam Ahmad Rahimahullaah pernah ditanya tentang masalah ini. Beliau membenci perbuatan ini jika dilakukan dengan sengaja, sebagaimana dalam Sualat Abdullah bin Ahmad hlm 260 no. 980 dan 981.
Demikian pula Imam Syafi’i Rahimahullaah membenci hal ini. (al-Hawi 15/87-91)

6) Menghadapkan hewan sembelihan ke arah kiblat.
Dari Nafi’ dari Abdulloh bin Umar: Ibnu Umar jika membawa hadyu (sembelihan) dari Madinah, maka beliau tandai bahwa hewan tersebut adalah hewan hadyu dengan menggantungkan sesuatu padanya dan melukai punuknya di daerah Dzul Hulaifah. Beliau gantungi sesuatu sebelum beliau lukai. Dua hal ini dilakukan di satu tempat. Sambil menghadap kiblat beliau gantungi hewan tersebut dengan dua buah sandal dan beliau lukai dari sisi kiri. Hewan ini beliau bawa sampai beliau ajak wukuf di Arofah bersama banyak orang, kemudian beliau bertolak meninggalkan Arofah dengan membawa hewan tersebut ketika banyak orang bertolak. Ketika beliau tiba di Mina pada pagi hari tanggal 10 Dzulhijjah, beliau sembelih hewan tersebut sebelum beliau memotong atau menggundul rambut kepala. Beliau sendiri yang menyembelih hadyu beliau. Beliau jajarkan unta-unta hadyu tersebut dalam posisi berdiri dan beliau arahkan ke arah kiblat kemudian beliau memakan sebagian dagingnya dan beliau berikan kepada yang lain. (HR. Malik dalam al-Muwatha’ no. 1405)
Dari Nafi’, sesungguhnya Ibnu Umar tidak suka memakan daging hewan yang disembelih dengan tidak menghadap kiblat.13
Dari Ibnu Sirin (seorang tabi’in) beliau mengatakan, “Dianjurkan untuk menghadapkan hewan sembelihan ke arah kiblat.”14
Riwayat-riwayat di atas dan yang lainnya menunjukkan adanya anjuran untuk menghadapkan hewan yang hendak disembelih ke arah kiblat. Namun jika hal ini tidak dilakukan, maka daging hewan sembelihan tersebut tetap halal dimakan.

7) Meletakkan telapak kaki di atas sisi hewan sembelihan.
Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Rosululloh Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyembelih hewan qurban dengan dua domba jantan yang berwarna putih campur hitam dan bertanduk. Beliau menyembelihnya dengan tangan beliau, dengan mengucap basmalah dan bertakbir, dan beliau meletakkan satu kaki beliau di sisi-sisi kedua domba tersebut.”15

8 ) Tasmiyah (mengucapkan bismillah).
Hal ini berdasarkan firman Alloh Ta’ala (yang artinya):
Dan janganlah kalian memakan hewan-hewan yang tidak disebut nama Alloh ketika menyembelihnya sebab sesungguhnya perbuatan semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya setan itu mewahyukan kepada wali-walinya (kawan-kawannya) untuk membantah kalian. (QS. al-An’am [6]: 121)
Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Rosululloh Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyembelih hewan qurban dengan dua domba jantan. Beliau mengucapkan bismillah dan bertakbir.”
Dan dalam riwayat Muslim beliau mengatakan:
“Siapa yang lupa untuk mengucap basmalah maka tidak apa-apa.”
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma pernah ditanya tentang orang yang lupa membaca basmalah, maka beliau menjawab: “Tidak apa-apa.”16
Dan sebagaimana dalam riwayat dari ‘Aisyah Radhiyallaahu ‘anhabahwa ada suatu kaum yang baru saja masuk Islam lalu mereka mengatakan kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya ada suatu kaum yang membawakan daging kepada kami. Kami tidak mengetahui apakah mereka telah menyebut nama Alloh Subhaanahu wa ta’aala ataukah tidak. Apakah boleh kita memakannya ataukah tidak?” Maka Rosululloh Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab (yang artinya):
“Sebutlah nama Alloh Subhaanahu wa ta’aala lalu makanlah.”17
Inilah di antara adab-adab menyembelih binatang yang diatur dalam agama kita yang mulia.18 Wallohul muwaffiq.
[ Oleh: Ustadz Ahmad Sabiq ]
Dinukil dari Majalah al-Mawaddah :. Edisi 02 Tahun ke-4.: RubrikKajian Keluarga.

FREE WORLDWIDE SHIPPING

BUY ONLINE - PICK UP AT STORE

ONLINE BOOKING SERVICE