Soal:
Penanya bertanya tentang hukum 'amaliyah istisyhadiyah (aksi mati syahid/bunuh
diri) yang banyak terjadi di Palestina dan negeri-negeri Islam lainnya, berdalil
dengan kisah ibn umi maktum
dan kisah pemuda yang belajar dari seorang pendeta. Dalam hal ini salah seorang
murid syeikh Said Ramadhan al-Buthi pernah menulis.
Jawab:
Adapun tentang amaliayah istisyhadiyah (aksi mati syahid) maka jawabannya ada
pada pertanyaan sendiri, mungkin penanya bermaksud tentang hukum al-mughamarah
bi an-nafs (bertempur dengan mempertaruhkan jiwa -pent), al-mughamarah ini ada
beberapa macam.
Sebelumnya penamaannya dengan amaliayah istisyhadiyah (aksi matisyahid) atau
amaliyah intihariyyah (aksi bunuh diri) keduanya adalah keliru, sebab jika kita
namakan dengan istilah ini maka kita mendapatkan jawabannya dari makna soal
sendiri tanpa harus diterangkan lebih rinci lagi.
Para ulama membahas hal ini dengan istilah hukum al-mughamarah bi an-nafsi.
Seluruh dalil-dalil yang ada mengenai masalah ini, dan pertanyaan yang ditanyakan
penanya ini tidak mungkin tuntas kecuali dengan penjelasan yang rinci, namun
saat ini tidak tepat untuk menerangkannya secara mendetail. Seluruh aksi-aksi
ini akan membuat musuh terbunuh, tetapi bukanlah membunuh musuh seseorang harus
turut pula membunuh dirinya -perbedaan ini harus diperhatikan--.
Kedua: kaum muslimin membolehkan membunuh orang Islam yang digunakan sebagai
perisai oleh orang-orang kafir. Menurut ulama terdapat suatu kaedah yaitu "Membunuh
orang lain lebih besar disisi Allah daripada membunuh diri sendiri". Jika
boleh membunuh orang lain yang digunakan sebagai perisai oleh orang kafir karena
adanya maslahat yang mu'tabarah maka boleh juga bagi seseorang untuk maju berjihad
walaupun harus membunuh dirinya, namun dengan beberapa syarat tertentu; ketentuan-ketentuan
ini pada masa sekarang kebanyakan hanyalah bersifat pendapat/ijtihad. Aku telah
menulis mengenai masalah ini sebuah buku dengan pembahsan yang panjang -buku
ini sedang dicetak- dan buku ini bisa dibaca di internet dalam situs markaz
imam al-Albani, barang siapa yang mau perinciannya silahkan meruju kesana, dan
masalah ini pernah juga ditulis di majalah al-sholah.
Ringkasan dari permasalah ini -walaupun permasalah ini banyak ditulis oleh
ulama-ulama temporer sekarang- namun yang jelas permasalahan ini benar-benar
menuntut ekstra lebih teliti dan tidak tergesa-gesa dengan melihat kepada nusus
syairah, maqasid syariah, qowaid syariah dan mutlak membutuhkan seorang penulis
yang dapat menulis dengan haq dan adil.
Pendapat yang kupilih setelah kuteliti jauh dan inilah pendapat Syeikh al-Albani
bahwa aksi-aksi ini boleh dilakukan dengan beberapa syarat, diantara syarat
yang terpenting adalah terwujudnya kemaslahatan besar, aksi ini dalam dunia
militer biasa dilakukan walaupun mereka sepakat bahwa aksi ini tidak akan menghabisi
musuh ataupun menghancurkan benteng-benteng musuh. Maka aksi seperti ini diperbolehkan
dalam kondisi darurat ketika tidak menemukan jalan lain dengan persiapan dan
perhitungan yang matang. Hal ini dalam dunia militer dikenal dengan perang urat
saraf guna melemahkan mental lawan, sebagai bagian dari taktik perang. Maka
bagi siapa yang ingin melaksanakan aksi ini, wajib bagainya untuk memperbaiki
hubungannya dengan Allah terlebih dahulu dan telah bertanya terlebih dahulu.
Mari kita bermohon kepada Allah agar Dia menerima amalan orang-orang yang berbuat
aksi-aksi seperti ini. Adapun urusan mereka setelah meninggal sepenuhnya diserahkan
kepada Allah, kita tidak boleh memastikan mereka masuk surga walaupun kita terus
berdoa untuk mereka.
Namun yang kuyakini bahwa kewajiban sekarang ini bukan berbuat aksi-aksi seperti
ini. Wallahu a'lam.
Seri Soal Jawab Dauroh Syar'iyah Surabaya 17-21 Maret 2002
Dengan Masyayaikh Murid-murid Syaikh Muhammad Nashirudiin Al-Albani Hafidzahumullahu
Diterjemahkan oleh Ustadz Ahmad Ridwan, Lc.