Soal:
Apa yang dimaksud dengan masalih mursalah, Maslahat dakwah dan hakikat hizbiyyah?
Jawab:
Permasalahan usul lainnya yaitu tentang maslahat mursalah. Banyak orang mencampur
adukkan antara masalahat mursalah dengan bidah. Bid'ah digolongkan menjadi dua:
bid'ah hakikiyyah dan bid'ah idofiyyah. Jika sesuatu masalah mungkin berlaku
dan terjadi di masa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam, tetapi ditinggalkan
Rasulullah dan tidak pernah diperbuat para sahabat setelah wafatnya, maka dia
digolongkan kedalam bid'ah idofiyyah dan bukan maslahat mursalah, Seperti zikir-zikir
yang banyak kita dengar diucapkan di negeri ini setelah atau sebelum azan dikumandangkan.
Sebab azan sendiri dimulai dengan sesuatu lafaz tertentu dan diakhiri dengan
sesuatu lafaz tertentu pula, dan tidak diperlukan adanya tambahan lagi. Karena
jika memang zikir-zikir ini baik dan boleh dilaksanakan tentulah mereka dapat
melaksanakannya.
Adapun maslahat mursalah maka harus memiliki beberapa kriteria tertentu , diantaranya:
pertama: kemaslahatan itu sendiri hendaklah maslahat hakikikiyyah (masalah yang
sebenarnya) bukan kemaslahatan yang masih wahahamiyyah (diragukan). Kedua: harus
benar-benar merupakan kemaslahatan yang mursalah atau mutlaqoh (kemaslahatan
ansich) dimana perkara ini secara tekhnis tidak bertentangan dengan syariat
dan tidak mungkin terjadi dizaman Sahabat, seperti penggunaan mikrofon dalam
azan, ini bukan bid'ah tetapi merupakan contoh dari maslahat mursalah. Karena
alat-alat seperti ini tidak pernah sebelumnya.
Jika sekiranya hal ini mungkin terjadi dizaman Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
Wa Sallam namun ditinggalkannya pastilah penggunaan mikrofon seperti ini dianggap
bid'ah. Sebab kita tahubahwa azan disyariatkan untuk memberitahukan masuknya
waktu shalat dan mikrofon ini benar-benar sangat fital digunakan untuk fungsi
ini demi kemaslahatan agar orang dapat mendengarnya, sementara mustahil hal
ini terjadi pada zaman rasul dan mereka tidak mengenal ataupun mempelajarinya.
Maka hukumnya sama dengan hukum menggunakan kaca mata sebagai alat melihat dan
membaca bagi orang-orang yang kabur penglihatannya, inilah dia maslahat . tetapi
maslahat harus diletakkan sesuai dengan porsinyua dan tidak terlampau dibesar-besarkan.
Jika dikatakan bahwa membaca Alquran dengna memakai kaca mata adalah sunnah,
tentulah hal ini berlebihan. Namun banyak yang beraggapan bahwa orang-orang
salaf tidak bias membedakan antara maslahat dengan bid'ah, sebenarnya ini merupakan
kezaliman yang nyata terhadap dakwah salaf.
Ungkapan bid'ah yang diucapkan oleh ulama salaf sebenarnya berdasarkan kriteria
dan persyaratan tertentu yang diambil berdasarkan istiqra (pemahaman) terhadap
nas-nas dan kaedah-kaedah yang mereka susun. Literatur yang sangat relevan dalam
hal ini kusarankan agar membaca dua literature penting, pertama: karya Imam
syatibi al-I'tisom dimana di dalamnya da membuat kaedah dasar mengenai ahli
bid'ah. Penuntut ilmu syar'i dapat mengambil banyak manfaat dari buku ini.kedua:
karya syeik al-Islam Ibn Taimiyah Iqtido' sirat al-mustaqim.
Adapun maslahat dakwah, banyak orang yang menggunakannya sebagai pembenaran
atas berbagai kepentingan dan keingginan mereka, padahal maslahat dakwah harus
dipandang dengan kacamata maslahat yang syar'i.
Di dalam menyikapi berbagai masalah baru dan problematika besar yangberkembang,
seseorang harus meruju' kepada alim ulama. Jika terdapat sesuatu hal yang dianggap
dapat dijadikan sebagai kemaslahatan dakwah, maka harus ditanyakan terlebih
dahulu kepada para ulama agar mereka yang dapat menghukuminya. Adapun masalahat
yang bertentangan dengan nas syar'i seperti berbuat kebohongan, mendahulukan
kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan kepentingan agama tentulah tidak
benar, oleh karena itupastilah berbeda anarata orang yang selalu berjalan dan
beputar di atas poros agama dengan orang yang memutar balikkan agama; tentu
berbeda antara seseorang yang paham dengan kemaslahatan mendesak yang harus
diperbuat dalam suatu waktu tertentu dan diperkuat dengan nas-nas syar'i maupun
dalil, dengan seseorang yang menjadikan agama laksana gudang agar dapat mengambil
agama untuk kepentingan hawa nafsunya. Ahlu Sunnah sbagaimana yang dikatakan
Imam Waki':
Menyebutkan apa-apa kelebihan dan kekurangan mereka, sementara ahlu bid'ah
hanya menyebutkan kelebihan-kelebihan mereka saja dan menyembunyikan kekurangan
mereka.
Terakhir adalaha hakikat hizbiyyah. Al-wala (loyaliitas) dan al-baro'. sikap
cinta ataupun benci haruslah berdasarkan agama. Kita dituntut untuk mencitai
seseorang, membencinya wala maupun bara' atasnya haruslah karena agama. Pernah
terjadi antara seorang Muhajirin dengan seoran Ansor pertengkaran, sehingga
keduanya menjerit minta bantuan kepada kaum masing-masing "Wahai Ansor,
Wahai Muhajirin !!". Seketika Rasulullah datang menghampiri mereka dan
bersabda: "Kenapa kalian masih menyerukan fanatisme kejahiliyyah sementara
aku ada ditengah-tengah kalian". Hakikat Hizbiyyah yakni al-wala' dan -al-baro'
serta berkelompok yang mereka lakukan bukan berlandaskan syariat.
Agama kita sebenaranya sangat lengkap dan sangat munazzam (teratur rapi) kita
diatur melaksanakan ibadah haji dalam satu waktu dan satu tempat, solat berjamaah
ditempat yang ditentukan, berpuasa pada waktu yang sama, segala sesuatu diatur
lengkap dalam agama kita. Barang siapa yang tidak rela dengan agama ini semoga
dijauhkan Allah. Cukuplah bagi kita untuk berkumpul dibawah satu panji, melaksanakan
ketaatn dan ibadah. Inilah yang dapat kusampaikan.
Seri Soal Jawab Dauroh Syar'iyah Surabaya 17-21 Maret 2002
Dengan Masyayaikh Murid-murid Syaikh Muhammad Nashirudiin Al-Albani Hafidzahumullahu
Diterjemahkan oleh Ustadz Ahmad Ridwan , Lc.
Dengan Masyayaikh Murid-murid Syaikh Muhammad Nashirudiin Al-Albani Hafidzahumullahu
Diterjemahkan oleh Ustadz Ahmad Ridwan , Lc.