Para pakar sejarah ramai berdebat tentang kapan mula pertama masuknya agama Islam ke Indonesia, dan siapa pula yang membawanya ke negeri ini. Menurut para ahli sejarah dari Barat, Islam masuk ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat (India) pada abad-abad ke tiga belas masehi (lihat antara lain keterangan M. C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern, terbitan Gajah Mada University Press). Tetapi Prof. DR. Hamka rahimahullah beranggapan, bahwa menurut catatan sejarah pengembara Tiongkok menyatakan adanya rombongan orang-orang Arab pertama yang datang ke tanah Jawa pada tahun 674 masehi.
Tentunya orang-orang Arab itu membawa serta agama keyakinannya yaitu Islam dan dengan sebab itu agama Islam mulai dikenal di Indonesia (Risalah Seminar Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia, hal. 77, Diterbitkan oleh Panitia Seminar Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia, Medan 1963). Ini berarti Islam dikenalkan pertama kali di Indonesia dalam masa para Shahabat Nabi shallallahu `alaihi wa sallam masih hidup dan di masa Salafus Shalih radliyallahu `anhum ajma`in.
Tetapi ketika Dunia Islam mulai tersibukkan dengan aktifitas kematerian dan mulai longgar perhatiannya terhadap ilmu-ilmu agama, mendung kesesatan mulai menyelimuti Dunia Islam dan menyemburlah berbagai aliran sesat meminggirkan kebenaran, sehingga Ahlus Sunnah wal Jama'ah terasing di Dunia Islam.
Sejak itu Dunia Islam diliputi oleh berbagai bid'ah dalam perkara aqidah, bid'ah dalam perkara suluk (pendidikan budi pekerti), dan bid'ah dalam perkara ibadah maupun mu'amalah. Maka perkembangan agama Islam di Indonesia pun dilanda oleh berbagai badai kebid'ahan itu. Sehingga membuka peluang berjangkitnya penyakit sinkretisme (percampuran) Islam dengan agama-agama Hindu dan Budha serta animisme (sebagai agama asli penduduk Nusantara sebelum datangnya agama-agama Hindu, Budha dan Islam). Ummat Islam di Indonesia semakin merana setelah banyak Ulama'nya berangkat ke Makkah untuk menunaikan Hajji, dan kemudian bermukim di tanah suci. Sehingga yang tampil menggantikan mereka memimpin Ummat Islam adalah orang-orang bodoh ahli-ahli ‘Ibadah yang banyak dirasuki oleh berbagai pemahaman sesat tentang agama. Maka dalam suasana kekosongan ‘Ulama di Indonesia inilah berdatangannya orang-orang Arab dari Hadramaut (Yaman Selatan) untuk bermukim di Indonesia . Tentunya keIslaman mereka sudah pula diliputi oleh tiga kebid'ahan sebagaimana yang meliputi Ummat Islam di Nusantara, yaitu:
1). Bid'ah dalam bidang aqidah, yakni bid'ah Asy'ariah / Maturidiah, adalah pemahaman aqidah yang diwariskan oleh Abul Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi yang mengadopsi berbagai teori filsafat guna diterapkan dalam memahami aqidah Islamiyah, khususnya ketika membahas tentang sifat-sifat Allah Ta'ala. Tentunya teori-teori filsafat yang melahirkan Ilmu Kalam ini sangat rancu, kontradiktif dan membingungkan Ummat Islam yang berusaha mengenal Allah Ta'ala melalui ilmu ini.
2). Bid'ah dalam bidang suluk, yaitu bid'ah Tasawwuf, adalah teori-teori pendidikan jasmani dan rohani yang diadopsi dari berbagai teori-teori filsafat Yunani kuno. Juga mengadopsi teori-teori pendidikan kepasturan / kependetaan Nasrani, kebhiksuan Hindu – Budha, yang diolah dan diberi campuran dengan sebagian ajaran-ajaran Islam. Sinkretisme ini dikemas sedemikian rupa sehingga mengecohkan banyak kaum Muslimin untuk terjerumus dalam berbagai tindakan ghuluw (ekstrim, yakni melampaui batas ketentuan agama) dalam pemahaman dan pengamalan agama.
3). Bid'ah dalam bidang ibadah dan mu'amalah, yaitu bid'ah taqlid madzhab fiqih yang dalam hal ini di Indonesia ialah madzhab Syafi'ie. Dengan sebab bid'ah ini Ummat Islam ditimpa kejumudan serta kemalasan mempelajari ajaran-ajaran Islam secara ilmiah. Sehingga memberi peluang untuk munculnya pemimpin-pemimpin yang jahat dan bodoh jauh dari kualitas ilmiah tetapi dielu-elukan oleh Ummat Islam dan digelari sebagai Ulama' atau Wali Allah.
Sejak itu Dunia Islam diliputi oleh berbagai bid'ah dalam perkara aqidah, bid'ah dalam perkara suluk (pendidikan budi pekerti), dan bid'ah dalam perkara ibadah maupun mu'amalah. Maka perkembangan agama Islam di Indonesia pun dilanda oleh berbagai badai kebid'ahan itu. Sehingga membuka peluang berjangkitnya penyakit sinkretisme (percampuran) Islam dengan agama-agama Hindu dan Budha serta animisme (sebagai agama asli penduduk Nusantara sebelum datangnya agama-agama Hindu, Budha dan Islam). Ummat Islam di Indonesia semakin merana setelah banyak Ulama'nya berangkat ke Makkah untuk menunaikan Hajji, dan kemudian bermukim di tanah suci. Sehingga yang tampil menggantikan mereka memimpin Ummat Islam adalah orang-orang bodoh ahli-ahli ‘Ibadah yang banyak dirasuki oleh berbagai pemahaman sesat tentang agama. Maka dalam suasana kekosongan ‘Ulama di Indonesia inilah berdatangannya orang-orang Arab dari Hadramaut (Yaman Selatan) untuk bermukim di Indonesia . Tentunya keIslaman mereka sudah pula diliputi oleh tiga kebid'ahan sebagaimana yang meliputi Ummat Islam di Nusantara, yaitu:
1). Bid'ah dalam bidang aqidah, yakni bid'ah Asy'ariah / Maturidiah, adalah pemahaman aqidah yang diwariskan oleh Abul Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi yang mengadopsi berbagai teori filsafat guna diterapkan dalam memahami aqidah Islamiyah, khususnya ketika membahas tentang sifat-sifat Allah Ta'ala. Tentunya teori-teori filsafat yang melahirkan Ilmu Kalam ini sangat rancu, kontradiktif dan membingungkan Ummat Islam yang berusaha mengenal Allah Ta'ala melalui ilmu ini.
2). Bid'ah dalam bidang suluk, yaitu bid'ah Tasawwuf, adalah teori-teori pendidikan jasmani dan rohani yang diadopsi dari berbagai teori-teori filsafat Yunani kuno. Juga mengadopsi teori-teori pendidikan kepasturan / kependetaan Nasrani, kebhiksuan Hindu – Budha, yang diolah dan diberi campuran dengan sebagian ajaran-ajaran Islam. Sinkretisme ini dikemas sedemikian rupa sehingga mengecohkan banyak kaum Muslimin untuk terjerumus dalam berbagai tindakan ghuluw (ekstrim, yakni melampaui batas ketentuan agama) dalam pemahaman dan pengamalan agama.
3). Bid'ah dalam bidang ibadah dan mu'amalah, yaitu bid'ah taqlid madzhab fiqih yang dalam hal ini di Indonesia ialah madzhab Syafi'ie. Dengan sebab bid'ah ini Ummat Islam ditimpa kejumudan serta kemalasan mempelajari ajaran-ajaran Islam secara ilmiah. Sehingga memberi peluang untuk munculnya pemimpin-pemimpin yang jahat dan bodoh jauh dari kualitas ilmiah tetapi dielu-elukan oleh Ummat Islam dan digelari sebagai Ulama' atau Wali Allah.
Tentunya dengan demikian Ummat Islam di Indonesia bersama dengan Ummat Islam di wilayah dunia lainnya merana karena jauh dari Ilmu tentang ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Al-Hadits menurut pemahaman para Shahabat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam. Agama Islam telah terkontaminasi (tercemari) oleh berbagai bid'ah yang ditransfer dari berbagai ajaran agama atau ideologi lain sehingga keindahan sinar Islam tertutupi oleh berbagai bid'ah tersebut.
Dengan situasi dan kondisi Ummat Islam di Nusantara yang demikian inilah berdiri kerajaan-kerajaan Islam dari wilayah yang paling barat, yaitu Aceh, sampai ke wilayah paling timur yaitu Ternate dan Tidore di Maluku Utara bahkan sampai di wilayah Fak Fak Irian Jaya. Dan tentunya kerajaan-kerajaan tersebut lebih banyak menampung berbagai aspirasi keagamaan kaum adat yang amat cenderung kepada sinkretisme agama yang merupakan perpaduan antara Islam dengan Hindu, Budha dan Animisme. Sehingga kondisi kerajaan-kerajaan Islam dengan pemahaman agama yang demikian itu, amat rentan perpecahan dan diadu domba antar berbagai kerajaan itu serta antara berbagai komponen yang ada dalam masing-masing kerajaan tersebut. Kaum Imperialis Barat amat sigap memanfaatkan kondisi yang demikian ini untuk menjalankan politik devide et impera (dipecah-belah untuk dikuasai). Maka dalam kegelapan Ummat Islam dari cahaya ilmu-ilmu Syari'ah Islamiyah, karena terlalu dominannya bid'ah, syirik, dan kemaksiatan di masyarakat Islam di Nusantara, muncullah gerakan tajdid (pembaharuan) untuk bersinar kembalinya cahaya ilmu-ilmu Syari'ah Islam di kalangan Ummat Islam. Gerakan tajdid yang ada di Nusantara adalah merupakan kelanjutan gerakan tajdid yang terjadi di Nejed dan Hijaz yang dipimpin oleh As-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab beserta anak cucunya dan segenap murid beliau serta para pendukungnya rahimahumullahu ajma'in.
Dengan situasi dan kondisi Ummat Islam di Nusantara yang demikian inilah berdiri kerajaan-kerajaan Islam dari wilayah yang paling barat, yaitu Aceh, sampai ke wilayah paling timur yaitu Ternate dan Tidore di Maluku Utara bahkan sampai di wilayah Fak Fak Irian Jaya. Dan tentunya kerajaan-kerajaan tersebut lebih banyak menampung berbagai aspirasi keagamaan kaum adat yang amat cenderung kepada sinkretisme agama yang merupakan perpaduan antara Islam dengan Hindu, Budha dan Animisme. Sehingga kondisi kerajaan-kerajaan Islam dengan pemahaman agama yang demikian itu, amat rentan perpecahan dan diadu domba antar berbagai kerajaan itu serta antara berbagai komponen yang ada dalam masing-masing kerajaan tersebut. Kaum Imperialis Barat amat sigap memanfaatkan kondisi yang demikian ini untuk menjalankan politik devide et impera (dipecah-belah untuk dikuasai). Maka dalam kegelapan Ummat Islam dari cahaya ilmu-ilmu Syari'ah Islamiyah, karena terlalu dominannya bid'ah, syirik, dan kemaksiatan di masyarakat Islam di Nusantara, muncullah gerakan tajdid (pembaharuan) untuk bersinar kembalinya cahaya ilmu-ilmu Syari'ah Islam di kalangan Ummat Islam. Gerakan tajdid yang ada di Nusantara adalah merupakan kelanjutan gerakan tajdid yang terjadi di Nejed dan Hijaz yang dipimpin oleh As-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab beserta anak cucunya dan segenap murid beliau serta para pendukungnya rahimahumullahu ajma'in.