Prinsip
Keenam
Dan
diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bersihnya
hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasul Radhiyallahu
'anhum sebagaimana hal ini telah digambarkan oleh Allah Subhanahu
wa Ta'ala ketika mengkisahkan Muhajirin dan Anshar dan
pujian-pujian terhadap mereka.
"Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan : Ya Allah, ampunilah kami dan saudara-suadara kami yang telah mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman : Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (Al-Hasyr : 10).
Dan
sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Janganlah kamu sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi dzat yang jiwaku ditangan-Nya, kalau seandainya salah seorang diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam kebaikan salah seorang diantara mereka tidak juga setengahnya". (Dikeluarkan oleh Bukhary 3/3673, dan Muslim 6/ Juz 16 hal 92-93 atas Syarah Nawawy).
Berlainan
dengan sikap orang-orang ahlul bid'ah baik dari kalangan Rafidhoh
maupun Khawarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para
sahabat.
Ahlus
Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
anhumajma'in. Barangsiapa yang mencela salah satu khalifah
diantara mereka, maka dia lebih sesat daripada keledai karena
bertentangan dengan nash dan ijma atas kekhalifahan mereka dalam
silsilah seperti ini.
Prinsip
Ketujuh
Dan
diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah mencintai
ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasul Shallallahu 'alaihi wa
sallam dengan sabdanya.
"Artinya : Sesunnguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku". ( Dikeluarkan Muslim 5 Juz 15, hal 180 Nawawy, Ahmad 4/366-367 dan Ibnu Abi 'Ashim dalam kitab As-Sunnah No. 629).
Sedang
yang termasuk keluarga beliau adalah istri-istrinya sebagai ibu
kaum mu'minin Radhiyallahu 'anhunna wa ardhaahunna. Dan sungguh
Allah telah berfirman tentang mereka setelah menegur mereka.
"Artinya : Wahai wanita-wanita nabi ........".(Al-Ahzab : 32)
Kemudian
mengarahkan nasehat-nasehat kepada mereka dan menjanjikan mereka
dengan pahala yang besar, Allah berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya". ( Al-Ahzab : 33)
Pada
pokoknya ahlul bait itu adalah saudara-saudara dekat Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang dimaksud disini khususnya
adalah yang sholeh diantara mereka. Sedang sudara-saudara dekat
yang tidak sholeh seperti pamannya, Abu Lahab maka tidak memiliki
hak. Allah berfirman.
"Artinya : Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya celaka dia". (Al-Lahab : 1).
Maka
sekedar hubungan darah yang dekat dan bernisbat kepada Rasul tanpa
keshalehan dalam ber-din (Islam), tidak ada manfaat dari Allah
sedikitpun baginya, Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya :Hai kaum Quraisy, belilah diri-diri kamu, sebab aku tidak dapat memberi kamu manfaat di hadapan Allah sedikitpun ; ya Abbas paman Rasulullah, aku tidak dapat memberikan manfa'at apapun di hadapan Allah. Ya Shofiyyah bibi Rasulullah, aku tidak dapat memberi manfaat apapun di hadapan Allah, ya Fatimah anak Muhammad, mintalah dari hartaku semaumu aku tidak dapat memberikan manfaat apapun di hadapan Allah". (Dikeluarkan oleh Bukhary 3/4771, 2/2753, Muslim 1 Juz 3 hal 80-81 Nawawy).
Dan
saudara-saudara Rasulullah yang sholeh tersebut mempunyai hak atas
kita berupa penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak
boleh berlebih-lebihan terhadap mereka dengan mendekatkan diri
dengan suatu ibadah kepada mereka. Adapaun keyakinan bahwa mereka
memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau madlarat selain dari
Allah adalah bathil, sebab Allah telah berfirman.
"Artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Bahwasanya aku tidak kuasa mendatangkan kemadlaratan dan manfaat bagi kalian". (Al-Jin : 21).
"Artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Aku tidak memiliki manfaat atau madlarat atas diriku kecuali apa-apa yang tidak dikehendaki oleh Allah , kalaulah aku mengetahui yang ghaib sunguh aku akan perbanyak berbuat baik dan aku tidak akan ditimpa kemadlaratan". (Al-A'raf : 188)
Apabila
Rasulullah saja demikian, maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi,
apa yang diyakini sebagian manusia terhadap kerabat Rasul adalah
suatu keyakinan yang bathil.
Prinsip
Kedelapan
Dan
diantara prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah membenarkan
adanya karomah para wali yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan
melalui tangan-tangan sebagian mereka, berupa hal-hal yang luar
biasa sebagai penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut
telah ditunjukkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Sedang
golongan yang mengingkari adanya karomah-karomah tersebut
daintaranya Mu'tazilah dan Jahmiyah, yang pada hakikatnya mereka
mengingkari sesuatu yang diketahuinya. Akan tetapi kita harus
mengetahui bahwa ada sebagian manusia pada zaman kita sekarang
yang tersesat dalam masalah karomah, bahkan berlebih-lebihan,
sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasuk karomah
baik berupa jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syetan-syetan
dan para pendusta. Perbedaan karomah dan kejadian luar biasa
lainnya itu jelas, Karomah adalah kejadian luar biasa yang
diperlihatkan Allah kepada para hamba-Nya yang sholeh, sedang
sihir adalah keluar biasaan yang biasa diperlihatkan para tukang
sihir dari orang-orang kafir dan atheis dengan maksud untuk
menyesatkan manusia dan mengeruk harta-harta mereka. Karomah
bersumber pada keta'atan, sedang sihir bersumber pada kekafiran
dan ma'shiyat.
Prinsip
Kesembilan
Dan
diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwa
dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab
Allah dan atau Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
baik secara lahir maupun bathin dan mengikuti apa-apa yang
dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar
pada umumnya dan khususnya mengikuti Al-Khulafaur-rasyidin
sebagaimana wasiat Rasulullah dalam sabdanya.
"Artinya : Berepegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyid-iin yang mendapat petunjuk". (Telah terdahulu takhrijnya).
Dan
Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mendahulukan perkataan siapapun
terhadap firman Allah dan sabda Rasulullah. Oleh karena itu mereka
dinamakan Ahlul Kitab Was Sunnah. Setelah mengambil dasar
Al-Qur'an dan As-Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang telah
disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar yang pertama
; yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan
manusia selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Allah
telah berfirman.
"Artinya : Maka jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman pada Allah dan hari akhir, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya". (An-Nisaa : 59)
Ahlus
Sunnah tidak meyakini adanya kema'shuman seseorang selain
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka tidak
berta'ashub pada suatu pendapat sampai pendapat tersebut
bersesuaian dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Mereka meyakini bahwa
mujtahid itu bisa salah dan benar dalam ijtihadnya. Mereka tidak
boleh berijtihad sembarangan kecuali siapa yang telah memenuhi
persyaratan tertentu menurut ahlul 'ilmi.
Perbedaan-perbedaan
diantara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh mengharuskan
adanya permusuhan dan saling memutuskan hubungan diantara mereka,
sebagaimana dilakukan orang-orang yang ta'ashub dan ahlul bid'ah.
Sungguh mereka tetap metolerir perbedaan yang layak (wajar),
bahkan mereka tetap saling mencintai dan berwali satu sama lain ;
sebagian mereka tetap shalat di belakang sebagian yang lain
betapapun adanya perbedaan masalah far'i (cabang) diantara mereka.
Sedang ahlul bid'ah saling memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi
sesat kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.
--------------------
Disalin
dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah oleh
Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar
Al-Gasem PO. Box 6373 Riyadh, penerjemah Abu Aasia.