Ustadz Muhammad Umar As-Sewed
Setelah wahyu
yang turun sempat berhenti, maka ayat pertama yang turun setelah itu adalah
Surat Al-Muddatstsir: 1-7, sebagaimana tercantum dalam shahih Bukhari dari
Jabir bin Abdullah Al-Anshari bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menyatakan (yang artinya):
"Ketika aku
berjalan, aku mendengar suara dari langit, maka aku mengangkat pandanganku. Kulihat
malaikat yang datang kepadaku di gua Hira dalam keadaan duduk di atas kursi, di
antara langit dan bumi. Sehingga aku jadi takut daripadanya dan bergegas
pulang. Lalu aku berkata: selimuti aku, selimuti aku. Maka Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا
الْمُدَّثِّرُ﴿١﴾ قُمْ فَأَنْذِرْ﴿٢﴾
وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ﴿٣﴾ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ﴿٤﴾
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ﴿٥﴾ وَلاَ تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ﴿٦﴾
وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ ﴿المدثر: ١-٧﴾
"Wahai orang-orang yang berselimut. Bangunlah
dan berilah peringatan. Dan Rabb-mu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan
kejelekan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi
(dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi
perintah) Rabb-mu, bersabarlah." (Al-Muddatstsir: 1-7).
Maka setelah itu, wahyu banyak yang datang
secara berturut-turut."
Syaikh Al-Mubarakfuri
dalam kitab Rahiqul Makhtum mengatakan bahwa:
1) Tujuan
diperintahkannya beliau untuk memberi peringatan adalah agar tidak tersisa
seorang pun yang menyelisihi Allah di alam ini, kecuali sudah mendapatkan
peringatan tentang akibatnya yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta'ala (adzab).
2) Tujuan
dibesarkannya Allah adalah agar tidak tersisa pada seorang pun kesombongan di
muka bumi ini kecuali akan hancur kekuatannya.
3) Tujuan
disucikannya pakaian dan dijauhinya kejelekan adalah agar mencapai kesucian (tazkiyyah)
lahir dan batin hingga menjadi teladan tinggi bagi manusia.
4) Tujuan
dilarangnya memberi dengan harapan akan mendapatkan imbalan yang lebih banyak
(dari manusia) adalah agar tidak menganggap perbuatan-perbuatannya sebagai
sesuatu yang besar, dan akan terus berusaha menambah amalan dengan amalan
berikutnya. Juga terus banyak berusaha dan berkorban kemudian lupa pada semua
amalan tersebut. Dan harapannya hanya pada Allah (yakni merasa belum seberapa apa
yang dia korbankan).
5) Ayat terakhir
(yakni perintah untuk sabar) merupakan isyarat kepada kalian tentang apa yang
akan dialaminya (dalam menjalankan tugasnya berdakwah) yaitu pertentangan,
celaan, cemoohan, dll." (Dinukil secara ringkas dari kitab beliau).
Dengan demikian,
turunnya Surat Al-Muddatsir ini merupakan pengangkatan beliau sebagai Rasul
(utusan) Allah yang membawa tugas dakwah dan memberi peringatan. Ini senada
dengan ucapan Ibnul Qayyim yang telah dinukil pada edisi yang lalu bahwa beliau
diangkat sebagai Nabi dengan "Iqra" dan diangkat sebagai Rasul
dengan "Al-Muddatsir".
Dengan turunnya surat ini, maka mulailah beliau berdakwah
dengan dakwah seperti apa yang dilakukan oleh para Nabi sebelumnya, yaitu
mengajak manusia untuk beribadah hanya kepada Allah (tauhid) dan dengan cara
hanya mengikuti Rasul-Nya (ittiba'), sebagaimana Allah telah kisahkan dakwah
pada Rasul, mulai rasul pertama Nuh sampai Isa alaihimus salam. Allah berfirman
tentang Nuh:
كَذَّبَتْ
قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ﴿١٠٥﴾ إِذْ قَالَ
لَهُمْ أَخُوهُمْ نُوحٌ أَلاَ تَتَّقُونَ﴿١٠٦﴾
إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ﴿١٠٧﴾ فَاتَّقُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُونِ ﴿الشعراء:
١٠٥-١٠٨﴾
"Kaum Nuh telah mendustakan para Rasul.
Ketika berkata saudara mereka Nuh, "Tidakkah kalian mau bertakwa?" Sesungguhnya
aku adalah Rasul yang dapat dipercaya. Maka bertakwalah pada Allah dan taatlah
kepadaku (108)." (Asy-Syu'ara`: 105-108)
Allah berfirman
pula tentang Hud alaihis salam:
كَذَّبَتْ
عَادٌ الْمُرْسَلِينَ﴿١٢٣﴾ إِذْ قَالَ لَهُمْ
أَخُوهُمْ هُودٌ أَلاَ تَتَّقُونَ﴿١٢٤﴾ إِنِّي
لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ﴿١٢٥﴾ فَاتَّقُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُونِ ﴿الشعراء:
١٢٣-١٢٦﴾
"Kaum Ad telah mendustakan para Rasul.
Ketika berkata saudara mereka Hud, "Tidakkah kalian mau bertakwa?" Sesungguhnya
aku adalah utusan yang terpercaya. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah
kepadaku." (Asy-Syu'ara`: 123-126)
Demikianlah
selanjutnya Allah menceritakan tentang dakwah para Nabi tersebut dalam Surat
Asy-Syu'ara dengan kalimat yang sama. Sebagaimana dakwah Nabi Shaleh alaihis salam
di ayat 141, Nabi Luth alaihis salam di ayat 160, Nabi Syu'aib di ayat 176, dan
Nabi Isa alaihis salam dalam surat Az-Zukhruf ayat
63. Mereka semua mengajak kaumnya untuk bertakwa kepada Allah dan taat
mengikuti Rasul-rasul utusan-Nya ("Fattaqullah wa athii'un").
Allah menganggap
semua kaum yang mendustakan Nabi-Nya sebagai orang yang mendustakan seluruh
para Rasul. Hal ini memang karena semua para Rasul itu misinya sama, yaitu
meng-esakan Allah dalam ibadah dan memberantas kesyirikan-kesyirikan. Adapun cara
beribadahnya kepada Allah adalah dengan mengikuti Rasul-Nya masing-masing.
Demikian pula
dengan Rasul yang terakhir, Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau
adalah Nabi yang penuh kasih sayang dan sangat perhatian kepada umatnya. Allah
telah mengutus beliau dengan misi yang sama, yaitu mengajak kepada tauhid agar
seluruh manusia, bangsa Arab khususnya, beribadah hanya kepada Allah. Dan
meninggalkan peribadatan kepada kuburan orang-orang shalih seperti berhala Latta,
tempat-tempat keramat seperti berhala 'Uzza, dan patung-patung seperti Manat
dan Hubal. Juga agar mereka meninggalkan kepercayaan kepada dukun-dukun
semacam 'Amr bin Luhai yang meminta bantuan kepada jin. Cobalah simak tentang
dakwah Rasulullah ini dari hadits Bukhari tentang kisah pembicaraan Abu Sufyan
(di kala dia belum masuk Islam) dengan pembesar Romawi (Heraklius) dalam suatu
dialog yang panjang, di antaranya:
قَالَ
مَاذَا يَأْمُرُكُمْ؟ قُلْتُ: يَقُوْلُ اُعْبُدُوْا اللهَ وَحْدَهُ وَلاَ
تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا وَاتْرُكُوْا مَا يَقُوْلُ آبَاؤُكُمْ وَيَأْمُرُنَا
بِالصَّلاَةِ وَالصِّدْقِ وَالْعَفَافِ وَالصِّلَةِ... ﴿رواه
البخاري﴾
(Heraklius) bertanya: Apa yang dia (Rasulullah)
perintahkan kepada kalian? (Abu Sufyan) menjawab: "beliau menyerukan
'beribadahlah kalian kepada Allah saja dan jangan menyekutukan-Nya dengan
sesuatupun, dan tinggalkanlah apa-apa yang diucapkan oleh bapak-bapak kalian.'
Beliau memerintahkan kepada kami untuk shalat, kejujuran, menjaga diri, dan
menghubungkan silaturahmi... [HR. Bukhari]
Demikian pula
makna perintah Allah (yang artinya): "dan jauhilah rujz."
(Al-Muddatsir: 5). Dikatakan dalam tafsir Ibnu Katsir: "Berkata Ali bin
Abi Thalhah dari Ibnu Abbas: ar-rujz adalah berhala-berhala, maka
jauhilah dia. Demikian pula Ikrimah, Qatadah dan Zuhri. Sedangkan Ibnu Zaid
mengatakan: dia adalah patung-patung." Dengan demikian, makna ayat
tersebut di atas adalah perintah untuk menjauhi dan menjauhkan kesyirikan.
Beliau pun
mengajak mereka untuk beriman bahwa beliau adalah seorang Rasul (utusan) Allah
dan memerintahkan mereka untuk mengikutinya serta beribadah dengan caranya.
Beliau bersabda dalam masalah shalat:
صَلُّوْا
كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي ﴿رواه البخاري﴾
"Shalatlah kalian sebagaimana kalian
melihat aku shalat." [HR. Bukhari]
Dan tentang
haji, beliau bersabda:
خُذُوْا
عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ ﴿أخرجه مسلم
(١٢٦٧)﴾
"Ambillah dariku manasik haji
kalian." [HR. Muslim]
Demikian pula
dengan berbagai ucapan beliau lainnya yang mengajak dan memerintahkan untuk
mengikutinya, sehingga Allah berfirman:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا ﴿الأحزاب: ٢١﴾
"Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Akhir dan dia banyak mengingat
(Allah)." (Al-Ahzab: 21)
Demikian dakwah
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti dakwah para Nabi sebelumnya yaitu
mengajak kepada "tauhidullah" dan "ittiba' Rasul".
Di samping
memiliki persamaan misi dalam dakwah dengan para Nabi lainnya, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam mempunyai kelebihan yang lain dari yang lain.
Beliau bersabda:
أُعْطِيْتُ
خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرَّعْبِ مَسِيْرَةَ
شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِي اْلأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ
أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِي الْغَنَائِمُ
وَلَمْ تُحِلَّ ِلأَحَدٍ قَبْلِي، وَأُعْطِيْتُ الشَّفَاعَةَ، وَكَانَ النَّبِيُّ
يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً ﴿رواه
البخاري ومسلم﴾
"Aku diberi lima (keutamaan) yang tidak
diberikan pada seorangpun (dari kalangan Nabi) sebelumku: (1) Aku dimenangkan
dengan rasa takut (pada musuh) sejarak sebulan perjalanan. (2) Dijadikan
untukku bumi sebagai masjid dan suci (dapat dipakai tayammum), siapa saja yang menemui waktu shalat maka hendaklah
dia kerjakan shalat. (3) Dihalalkan bagiku ghanimah (rampasan perang)
dan tidak dihalalkan bagi seorangpun sebelumku. (4) Aku diberi syafaat. (5) Dan
dahulu, Nabi itu diutus kepada kaumnya (masing-masing) sedang aku diutus kepada
manusia seluruhnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Riwayat ini
menunjukkan tentang kekuasaan yang Allah berikan kepada beliau shallallahu
'alaihi wa sallam, yang tidak dimiliki Nabi-nabi sebelumnya, yaitu:
1.
Dimenangkannya beliau dari rasa takut pada musuhnya, walaupun jaraknya masih
satu bulan perjalanan.
2. Dijadikannya
bumi sebagai masjid dan suci. Sehingga, seorang musafir dari umat beliau jika
menemui waktu shalat, ia dapat shalat di manapun. Dan jika tidak ada air, debu
di bumi manapun bisa dipakai sebagai tayammum.
3. Dihalalkannya
harta rampasan perang.
4. Diberikannya
syafaat bagi beliau.
5. Bahwa
dakwahnya luas sifatnya dan umum (universal) untuk seluruh manusia, bukan hanya
untuk kaumnya saja (Bangsa Arab). Dengan demikian, perbedaan antara dakwah
beliau dengan dakwah Nabi sebelumnya adalah dakwah beliau merupakan rahmat
untuk seluruh alam (rahmatan lil alamin). Dengan kondisi yang
demikianlah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mulai berdakwah.
Secara ringkas,
perjalanan dakwah beliau adalah seperti apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim:
"...beliau diangkat sebagai Rasul dengan "Al-Muddatsir",
kemudian Allah perintahkan dia untuk memperingatkan keluarganya yang terdekat. Setelah
itu, memperingatkan kaumnya (Quraisy), kemudian memperingatkan orang-orang
sekitarnya dari kalangan Arab, kemudian memperingatkan bangsa Arab secara keseluruhan.
Barulah kemudian memperingatkan seluruh alam. Selama beberapa tahun beliau
menjalankan dakwahnya tanpa melalui perang dan tanpa memungut jizyah
(upeti). Allah perintahkan beliau agar "menahan" tangannya (dari
mengangkat senjata) dan bersikap sabar. Setelah itu, beliau diizinkan Allah
untuk berhijrah, diikuti pula dengan perintah untuk memerangi orang-orang yang
memeranginya dan "menahan" tangannya (dari mengangkat senjata) dari
orang-orang yang tidak memeranginya. Setelah ini berjalan, barulah datang
perintah untuk menghajar kaum musyrikin seluruhnya. Hingga agama ini semua
hanyalah untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala."
Demikianlah yang
dikatakan oleh Ibnul Qayyim. Maka dengan turunnya surat Al-Muddatsir, mulailah beliau berdakwah kepada orang yang paling
dekat dengannya, yaitu istrinya (Khadijah bintu Khuwailid) dan keluarganya
serta shahabat-shahabatnya yang terdekat. Beliau mengajak mereka secara
perorangan (fardiyah) kepada Islam dan iman kepadanya. Maka istrinya pun
beriman kepadanya, sebagai wanita pertama yang masuk Islam. Setelah itu, muncul
Ali bin Abi Thalib, sebagai remaja pertama yang menyambut dakwah beliau. Di
antara shahabat-shahabat beliau yang menyambut dakwahnya tanpa keraguan
sedikitpun adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu anhu. Memang demikianlah
keadaan Abu Bakar sehingga ia dijuluki oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam dengan "Ash-Shiddiq". Karena ketika dia mendengar ajakan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan serta-merta dia menjawab:
"ayah ibuku sebagai jaminan, sungguh engkau pemilik kejujuran, aku
bersaksi tiada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan engkau adalah
Rasulullah." Sungguh ini suatu hal yang sangat menggembirakan karena
beliau radhiallahu anhu adalah seorang bangsawan Quraisy yang kaya dan dermawan
serta memiliki akhlak yang mulia, sehingga sangat dicintai orang-orang Quraisy.
Maka, dengan perantaraan dakwahnya, beberapa shahabat masuk Islam seperti
Utsman bin Affan, Zubair bin 'Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqas,
Thalhah bin Ubaidillah, dll. Demikianlah, dakwah Islam -saat itu- menjadi
tersebar di kalangan mereka dari mulut ke mulut (sirriyah).
Setelah itu,
turunlah perintah shalat walaupun shalat pada waktu itu hanya diperintahkan dua
rakaat pada pagi hari dan dua rakaat lagi pada sore hari. Ini berdasarkan
firman Allah Ta'ala:
وَسَبِّحْ
بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالإِبْكَارِ ﴿غافر: ٥٥﴾
"Dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu
pada sore dan pagi hari." (Ghafir: 55)
Demikianlah
sebagaimana yang disebutkan oleh Muqatil bin Sulaiman yang dinukil dari Rahiqul
Makhtum. Di samping itu, penulis kitab tersebut juga mengutip pula ucapan
dari Ibnu Hajar bahwa dia berkata: "Rasulullah mengerjakan shalat sebelum
(mengalami) isra' secara qath'i (tegas), demikian pula
shahabat-shahabatnya. Tetapi para ulama berselisih dalam hal apakah shalat yang
diwajibkan itu shalat lima
waktu ataukah tidak? Maka dikatakan bahwa kewajiban shalat pada waktu itu
(hanya) sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya."
Dalam kitab Rahiqul
Makhtum itu pula telah ditulis suatu riwayat dari Harits bin Usamah dari
jalan Ibnu Lahi'ah secara maushul (berantai) dari Zaid bin Haritsah
radhiallahu anhu yang bunyinya: "bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, pada awal-awal turunnya wahyu, didatangi oleh Jibril yang mengajari
beliau cara berwudhu (dan shalat)." Ibnu Abbas mengatakan: "dan itu
merupakan kewajiban pertama." Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya jika masuk waktu shalat,
mereka pergi ke Syi'b (lembah yang terlindung dengan bukit-bukit untuk shalat,
agar tersembunyi dari kaumnya). Syaikh Al-Mubarakfuri setelah menukil ucapan
Ibnu Hisyam di atas, mengatakan: "Tampaknya setelah meneliti dari segala
sisinya dan dari kejadian-kejadiannya bahwa dakwah pada tahapan ini walaupun sirriyah
dan fardiyyah, tetap sampai pula beritanya ke telinga orang-orang
Quraisy. Walaupun demikian, mereka belum menanggapi dakwah tersebut."
Pelajaran yang Bisa Diambil
1. Dari surat Iqra' dan Al-Muddatsir dapat kita
ambil pelajaran bahwa seorang juru dakwah harus memiliki persiapan-persiapan
sebagai berikut:
a) Membekali
diri dengan ilmu
b) Membersihkan
diri secara lahir dan batin; membersihkan badan dan pakaian dari kotoran serta
najis; membersihkan jiwanya dari kesyirikan dan maksiat.
c) Ikhlas dalam
memberikan dan mengamalkan sesuatu.
d) Sabar.
Sedangkan
tugasnya adalah:
a) memberi
peringatan.
b) mengagungkan
Allah.
c) menjauhi dan
menjauhkan segala kesyirikan dan kejelekan.
2. Bahwa seluruh
dakwah para Nabi adalah tauhidullah (mengesakan Allah dalam ibadah dan
menjauhi kesyirikan) dan ittiba' Rasul (beribadah dengan mengikuti sunnah
Rasul).
3. Bahwa seluruh
dakwah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berlaku umum untuk seluruh manusia,
baik Arab maupun 'Ajam (non Arab).
4. Bahwa akhlak
yang baik sangat mempengaruhi berhasil tidaknya dakwah, khususnya masalah
kejujuran.
5. Pentingnya
shalat karena dia merupakan kewajiban yang pertama di awal-awal turunnya wahyu.
6. Bahwa dakwah
bisa dilakukan secara fardiyyah dari mulut ke mulut (secara perorangan).
7. Dakwah sirriyyah
dilakukan di kala ajaran Islam belum dikenal oleh seorang pun dan
(dilakukan) terhadap orang-orang yang kafir. Demikian pula dilakukannya shalat
secara sembunyi-sembunyi adalah terhadap orang-orang yang kafir.
8. Bahwa pada
tahapan ini, orang-orang Quraisy pun sudah mengetahuinya, tetapi tidak
menanggapinya sehingga ini membuktikan bahwa marhalah (tahapan) ini
lebih dekat kalau dikatakan dakwah fardiyyah. Beliau menyampaikannya
hanya kepada orang-orang yang dia percaya dan diduga akan menerima dakwahnya. Jadi
dakwah tidak disyi'arkan secara umum.
9. Dengan
demikian, jelaslah kesalahan kelompok-kelompok dakwah yang sampai menghalalkan
dusta untuk merahasiakan dakwahnya, karena mayoritas manusia di sekitarnya
adalah kaum muslimin. Mengapa mereka menyembunyikan ajarannya? Apakah ajarannya
lain dengan kita? Atau menganggap kita semua adalah orang-orang kafir? Maka
jawabnya: kalau mereka berbeda dengan ajaran Islam yang berdasarkan Al-Qur`an
dan As-Sunnah, maka mereka adalah ahli bid'ah. Wajib kaum muslimin untuk
menghindari mereka. Kalau mereka menganggap kita dan (menganggap) mayoritas
kaum muslimin adalah kafir, maka mereka adalah khawarij. Wajib bagi kita
untuk berhati-hati terhadap mereka. Dan kalau ajarannya memang berdasarkan
Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar, mengapa harus
disembunyikan dakwah terhadap sesama kaum muslimin? Wallahu Ta'ala a'lam.
Maraji':
1. Siroh Ibnu
Hisyam
2. Mukhtashar
Siroh Ibnu Hisyam oleh Abdus Salam Harun
3. Siroh
Shahihah oleh Dr. Akram Dhiya'ul Umari
4. Rahiqul
Makhtum oleh Syaikh Al-Mubarakfuri
5. Nurul Yaqin
oleh Muhammad Hudhari Bik