بسم
الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini lanjutan pembahasan tentang pernikahan dan
hal-hal yang terkait dengannya, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Adab di malam pertama[1]
1. Dianjurkan
suami bersikap lembut kepada istrinya dan merayunya, misalnya dengan
menghidangkan minuman atau semisalnya, berdasarkan hadits Asma’ binti Yazid, ia
berkata:
إِنِّي قَيَّنْتُ عَائِشَةَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ جِئْتُهُ، فَدَعَوْتُهُ لِجِلْوَتِهَا، فَجَاءَ، فَجَلَسَ إِلَى جَنْبِهَا،
فَأُتِيَ بِعُسِّ لَبَنٍ، فَشَرِبَ ثُمَّ نَاوَلَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَخَفَضَتْ رَأْسَهَا وَاسْتَحْيَت قَالَتْ أَسْمَاءُ: فَانْتَهَرْتُهَا وَقُلْتُ لَهَا:
خُذِي مِنْ يَدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: فَأَخَذَتْ،
فَشَرِبَتْ شَيْئًا، ثُمَّ قَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" أَعْطِي تِرْبَكِ " قَالَتْ أَسْمَاءُ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، بَلْ
خُذْهُ، فَاشْرَبْ مِنْهُ، ثُمَّ نَاوِلْنِيهِ مِنْ يَدِكَ، فَأَخَذَهُ، فَشَرِبَ مِنْهُ،
ثُمَّ نَاوَلَنِيهِ، قَالَتْ: فَجَلَسْتُ، ثُمَّ وَضَعْتُهُ عَلَى رُكْبَتِي ، ثُمَّ طَفِقْتُ أُدِيرُهُ، وَأَتْبَعُهُ
بِشَفَتَيَّ لِأُصِيبَ مِنْهُ مَشْرَبَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
ثُمَّ قَالَ لِنِسْوَةٍ عِنْدِي: " نَاوِلِيهِنَّ " فَقُلْنَ: لَا نَشْتَهِيهِ،
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا تَجْمَعْنَ جُوعًا
وَكَذِبًا "
“Aku menghias Aisyah untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu aku
datang kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dan mengundangnya untuk melihat lebih jelas. Beliau pun
datang dan duduk di sampingnya, lalu dibawakanlah gelas besar berisi susu,
Beliau pun meminumnya kemudian memberikan kepada Aisyah, namun Aisyah
menundukkan kepalanya karena malu. Asma' berkata, "Maka aku pun
membentaknya dan mengatakan, “Ambillah dari tangan Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam,” maka ia pun mengambilnya dan meminumnya sedikit, lalu Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Berikanlah kepada temanmu”, aku (Asma’)
balik menjawab, “Wahai Rasulullah, ambillah dan minumlah lalu berikanlah
kepadaku dari tanganmu,” maka Beliau mengambilnya dan meminumnya kemudian
memberikannya kepadaku." Asma’ berkata, “Lalu aku duduk, kemudian menaruh
gelas tersebut di lututku, setelah itu aku balik dan menundukkan mulutku agar
aku dapat meminum bekas Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Beliau berkata kepada kaum
wanita yang berada di dekatku, “Ambillah”, mereka menjawab, “Tidak, kami tidak
suka”, maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian gabung antara lapar dan dusta.” (HR.
Ahmad dengan dua isnad yang salah satunya menguatkan yang lain, juga
diriwayatkan oleh Al Humaidiy dalam Musnadnya, dan hadits ini memiliki
syahid dalam riwayat Thabrani)
2. Dianjurkan
juga bagi suami menaruh tangannya di bagian depan kepala istrinya
(ubun-ubunnya), lalu mengucapkan nama Allah dan mendoakan keberkahan untuknya
serta mengucapkan doa berikut:
اَللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوْذُ
بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta
kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan yang Engkau ciptakan dia di atasnya. Aku
juga berlindung dari keburukannya dan keburukan yang Engkau ciptakan dia di
atasnya.”
Hal ini berdasarkan hadits berikut:
إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً أَوِ اشْتَرَى
خَادِمًا [فَلْيَأْخُذْ بِنَاصِيَتِهَا] [وَلْيُسَمِّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ]،
[وَلْيَدْعُ بِالْبَرَكَةِ]، وَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا
جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا
عَلَيْهِ، وَإِذَا
اشْتَرَى بَعِيرًا فَلْيَأْخُذْ بِذِرْوَةِ سَنَامِهِ وَلْيَقُلْ مِثْلَ ذَلِك
“Apabila salah seorang di antara kamu
menikahi wanita atau membeli pembantu, maka peganglah rambut depan kepalanya
dan ucaplah nama Allah Azza wa Jalla, doakanlah keberkahan untuknya serta
ucapkanlah, “Allahumma…dst. (sampai) ’alaih.” Demikian juga jika membeli
unta, maka peganglah punuknya dan ucapkanlah sama seperti itu.” (HR. Bukhari,
Abu Dawud, Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi).
3. Dianjurkan
bagi suami dan istri melakukan shalat dua rakaat, karena ada atsar (riwayat)
dari kaum salaf melakukan seperti itu. Berikut ini beberapa atsarnya:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، مَوْلَى أَبِي أُسَيْدَ، قَالَ: تَزَوَّجْتُ وَأَنَا
مَمْلُوكٌ، فَدَعَوْتُ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِيهِمْ ابْنُ مَسْعُودٍ وَأَبُو ذَرٍّ وَحُذَيْفَةُ، قَالَ: وَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ،
قَالَ: فَذَهَبَ أَبُو ذَرٍّ لِيَتَقَدَّمَ، فَقَالُوا: «إِلَيْكَ» ، قَالَ: أَوَ كَذَلِكَ؟
قَالُوا: «نَعَمْ» ، قَالَ: فَتَقَدَّمْتُ إِلَيْهِمْ وَأَنَا عَبْدٌ مَمْلُوكٌ وَعَلَّمُونِي
فَقَالُوا: «إِذَا أُدْخِلَ عَلَيْكَ أَهْلُكَ فَصَلِّ عَلَيْكَ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ
سَلِ اللَّهَ تَعَالَى مِنْ خَيْرِ مَا دَخَلَ عَلَيْكَ، وَتَعَوَّذْ بِهِ مِنْ شَرِّهِ،
ثُمَّ شَأْنَكَ وَشَأْنَ أَهْلِكَ»
Dari Abu Sa’id maula Abu Usaid ia berkata,
“Aku menikah ketika budak, lalu aku mengundang beberapa orang sahabat Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, di antaranya Ibnu Mas’ud, Abu Dzar dan Hudzaifah.
Iqamat pun dikumandangkan, maka Abu Dzar maju ke depan, namun yang lain
mengatakan, “Kamu saja (yakni kepadaku)!”, ia pun bertanya, “Apa memang
demikian?” Para sahabat menjawab, “Ya,” maka aku maju sedangkan ketika itu aku
adalah seorang budak, mereka juga mengajariku dan berkata, “Apabila istri dihadirkan
kepadamu, lakukanlah shalat dua rakaat, mintalah kepada Allah Ta'ala terhadap apa
yang datang kepadamu, dan berlindunglah kepada-Nya dari keburukannya. kemudian
setelahnya terserah kepadamu dan kepada istrimu.” (Sanadnya shahih,
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Abdurrazzaaq)
عَنْ شَقِيقٍ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ يُقَالَ لَهُ
أَبُو جَرِيرٍ فَقَالَ: إِنِّي تَزَوَّجْتُ جَارِيَةً شَابَّةً، وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ
تَفْرَكَنِي قَالَ: فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: «إِنَّ الْإِلْفَ مِنَ اللَّهِ، وَالْفَرْكَ
مِنَ الشَّيْطَانِ، يُرِيدُ أَنْ يُكَرِّهَ إِلَيْكُمْ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ،
فَإِذَا أَتَتْكَ فَمُرْهَا أَنْ تُصَلِّيَ وَرَاءَكَ رَكْعَتَيْنِ» زَادَ
فِي رِوَايَةٍ أُخْرَى عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ: ((وَقُلْ: اَللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ
فِي أَهْلِي، وَبَارِكْ لَهُمْ فِيَّ، اَللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ
بِخَيْرٍ؛ وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ إِلَى خَيْرٍ )).
Dari Syaqiq, ia berkata: Ada seseorang
yang datang kepada Abdullah (Ibnu Mas'ud) bernama Abu Jarir, ia berkata,
“Sesungguhnya aku menikahi wanita perawan yang masih muda, saya khawatir ia
benci kepadaku,” lalu Abdullah berkata, “Sesungguhnya kecintaan datang dari
Allah dan kebencian datang dari setan dengan maksud agar membuat kamu benci
kepada perkara yang telah Allah halalkan. Oleh karena itu, jika istri datang
kepadamu, maka suruhlah melakukan shalat dua rakaat di belakangmu.” Dalam
riwayat lain dari Ibnu Mas’ud ada tambahan, “Dan ucapkanlah,
اَللَّهُمَّ
بَارِكْ لِيْ فِي أَهْلِي، وَبَارِكْ لَهُمْ فِيَّ، اَللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا
مَا جَمَعْتَ بِخَيْرٍ؛ وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ إِلَى خَيْرٍ
“Ya Allah, berikanlah keberkahan untukku
pada istriku. Berikanlah keberkahan untuk mereka pada diriku. Ya Allah,
kumpulkanlah kami ini dengan kebaikan sesuai yang Engkau kumpulkan dan
pisahkanlah kami kepada kebaikan jika Engkau pisahkan.” (Diriwayatkan oleh
Abdurrazzaq dan sanadnya shahih, Thabrani juga meriwayatkan dengan dua sanad
yang shahih, dan tambahannya adalah riwayat Thabrani).
4. Ketika
hendak berjima’ ucapkanlah doa berikut:
بِسْمِ
اللهِ، اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا
رَزَقْتَنَا
“Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah setan
dari kami dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugrahkan.”
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda –bagi orang yang mengucapkan doa di atas-:
فَإِنْ قَضَى
اللهُ بَيْنَهُمَا وَلَداً؛ لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ أَبَداً
“Maka jika Allah menakdirkan anak
untuknya, niscaya setan tidak dapat menguasainya selama-lamanya.” (HR. Bukhari
dan para pemilik kitab Sunan selain Nasa’i, Abdurrazzaq, dan Thabrani).
5. Dalam
menggauli istri, ia bisa melakukannya dari depan, dari samping dan dari
belakang, selama tetap di qubul (kemaluan) istri (bukan dubur). Hal ini
berdasarkan hadits berikut bahwa Jabir mengatakan:
كَانَتِ الْيَهُودُ تَقُولُ: إِذَا أَتَى الرَّجُلُ
امْرَأَتَهُ مِنْ دُبُرِهَا فِي قُبُلِهَا، كَانَ الْوَلَدُ أَحْوَلَ، فَنَزَلَتْ:
{نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ} [البقرة: 223] [فَقَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مُقْبِلَةً وَمُدْبِرَةً إِذَا كَانَ ذَلِكَ
فِي الْفَرْجِ]
Orang-orang Yahudi mengatakan, “Apabila
seseorang mendatangi istrinya lewat belakang meskipun di qubulnya, nantinya
anaknya bermata juling,” lalu turunlah ayat, “Istri-istri kamu adalah ladang
bagi kamu, maka datangilah dari mana saja yang kamu mau.” (QS. Al Baqarah:
223)
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bisa
dari depan maupun dari belakang selama tetap di farji (kemaluannya).” (HR.
Bukhari, Muslim, Nasa’i, Ibnu Abi Hatim, dan tambahan ini miliknya, Baghawi,
Jurjani, Baihaqi, Ibnu Asakir, dan Al Wahidi).
Bersambung…
Wallahu
a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa
Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Adabuz Zafaf fis
Sunnatil Muthahharah (M. Nashiruddin Al
Albani), Mausu'ah Ruwathil Hadits, Maktabah
Syamilah versi 3.44 dan 3. 45, dll.
[1] Dalam masalah ini kami banyak merujuk kepada kitab Adabuz
Zifaf karya Syaikh Al Albani rahimahullah.