Alih Bahasa : Muhammad Elvi Syamsi
Dakwaan yang mengatakan Abdullah bin Saba itu adalah tokoh fiktif,
selalu dielu-elukan oleh orang syiah moderen dan orang orentalis, agar
mereka bisa diterima ditengah-temgah masyarakat. Dakwaan seperti ini
bagaikan orang yang mengingkari cahaya matahari ditengah siang bolong
lagi cerah. Marilah kita lihat apa pengakuan orang syiah terdahulu
terhadap keberadaan Abdullah bin Saba, sebagai bukti yang konkrit atas
keberadaannya :
1) An Nasyi Al Akbar (293 H) mencantumkan tantang Ibnu Saba, dan
golongan As Sabaiyah, yang teksnya : Dan suatu golongan yang mereka
mendakwahkan bahwa Ali alaihi salam masih hidup dan tidak pernah mati,
dan ia tidak akan mati sampai ia menghalau (mengumpulkan) orang arab
dengan tongkatnya, orang ini adalah As Sabaiyah, pengikut Abdullah bin
Saba. Dan adalah Abdullah bin Saba seorang laki-laki dari penduduk Sana,
seorang yahudi, telah masuk Islam lewat tangan Ali dan bermukim di Al
Madain?.
Ref : Masailul Imaamah Wa Muqtathofaat minil kitabil Ausath fil
Maqalat / ditahqiq oleh Yusuf Faan As, (Bairut 1971) hal : 22, 23.
2) Al Qummi (301 H), menyebutkan : Sesungguhnya Abdullah bin Saba
adalah orang yang pertama sekali menampakkan celaan atas Abu Bakr, Umar,
dan Utsman, serta para sahabat, dan berlepas diri dari mereka. Dan ia
mendakwakan sesungguhnya Ali-lah yang memerintahkannya akan hal itu. Dan
sesungguhnya Taqiyah tidak boleh. Lalu Ali diberitahukan, lantas Alipun
menanyakannya akan hal itu, maka ia mengakuinya. Dan Ali memerintah
untuk membunuhnya, lalu orang-orang berteriak dari setiap penjuru :
Wahai Amirul Mukminin apakah anda akan membunuh seorang yang mengajak
kepada mencintai kalian Ahli Bait, dan mengajak kepada setia kepadamu
dan berlepas diri dari musuh-musuhmu, maka biarkan dia pergi ke Al
Madain
Ref : Al Maqaalat wal Firaq, hal : 20. Diedit dan dikomenteri serta
kata pengantar oleh Dr. Muhammad Jawad Masykur, diterbitkan oleh
Muasasah Mathbuati athani, Teheran 1963.
3) An Naubakhti (310H) menyetujui Al Qummi dalam memperkuat
barita-berita tentang Abdullah bin Saba, lalau ia menyebutkan satu
contoh, yaitu bahwasanya tatkala sampai kepada Abdullah bin Saba berita
kematian Ali di Madain, maka ia berkata kepada orang yang membawa berita
itu : Kamu telah berdusta kalau seandainya kamu datang kepada kami
dengan otaknya sebanyak tujuh puluh kantong, dan kamu mendatangkan
tujuhpuluh saksi atas kematiannya,maka sungguh kami telah mengetahui
sesungguhnya dia belum mati, dan tidak terbunuh, dan tidak akan mati
sampai ia memiliki bumi.
Ref : Firaqus Syiah : hal : 23. oleh Abu Muhammad Al Hasan bin Musa
An Naubakhti, ditashhih oleh H. Raiter, Istambul, percetakan Ad Daulah,
1931.
4) AL Kisysyi mencantumkan (dari tokoh-tokoh abad ke empat) beberapa
rawayat yang menegaskan hakikat Ibnu Saba, dan menerangkan kabar
beritanya, dan ini sebagiannya :
Telah menceritakan kepada saya Muhammad bin Quluwiyah Al Qummi, ia
berkata : telah menceritakan kepada saya Saad bin Abdillah bin Abi
khalaf Al Qummi, ia berkata telah menceritakan kepada saya Muhammad bin
Utsman Al Abdi dari Yunus dengannya, Abdurrahman bin abdillah bin Sinan
telah berkata : telah menceritakan kepada saya Abu Jafar Alaihis Salam :
sesungguhnya Abdullah bin Saba, adalah orang yang mendakwakah kenabian,
dan mendakwakan bahwa sesungguhnya Amirul Mukminin alaihi salam,
sebagai Allah, Maha tinggi dari hal itu dengan ketinggian yang besar.
Lalu berita itu sampai ke Amiril mukminin alaihis salam, beliau
menanyakannya, maka iapun mengakui hal itu, dan berkata : Ya, engkau
adalah Dia (Allah), dan sungguh telah dibisikkan ke dalam hatiku,
bahwasanya engkau adalah Allah, dan saya adalah nabi. Lalu Amirul
Mukminin berkata kepadanya : Celaka kamu, sungguh syaitan telah
menguasaimu, kembalilah kamu (kepada kebanaran) dari ini, celaka ibumu,
dan bertaubatlah. Maka iapun enggan (untuk bertaubat), lalu beliau
menahannya, dan memintanya agar bertaubat selama tiga hari, namun belum
juga bertaubat, lantas beliau membakarnya dengan api, dan berkata :
syaitan telah menguasainya, selalu mendatanginya dan membisikkan ke
dalam hatinya hal itu.
Ref : Al Kisysyi : Rajalul Kasysyi hal : 98, 99, marifatu Akhbaarir Rijaal (al mathbaah al musthafawiyah 1317) hal : 70.
5) Abu Hatim Ar Razi (322H) (bukan Abu Hatim Sunni karena ia
meninggal th 277 H) menyebutkan bahwasanya Abdullah bin Saba dan
orang-orang yang mengikuti perkataannya dari kalangan As Sabaiyah,
adalah mereka mendakwakan sesungguhnya Ali adalah Tuhan dan beliau
menghidupkan orang mati, dan mendakwakah menghilangnya Ali setelah
meninggal dunia dan berhenti sebatas itu?
Ref : Az Zinah Fil Kalimaatil Islamiyah Al Arabiyah, hal : 305.
ditahqiq oleh DR. Abdullah bin Salum As Samiraai (terbitan Daarul
Huriyah litabaah, di baghdad 1392 H / 1972).
5) Berkata syeikh golongan ini : Abu Jafar Muhammad bin Al Hasan at
Thuusi (460 H). tentang Ibnu Saba, bahwa sesungguhnya ia telah kembali
ke kafiran dan menampakkan pujian yang melampaui batas, kemudian ia
menukilkan di kitabnya Tahdziibul Ahkaam sikap Ibnu Saba dimana ia
menantang Ali dalam mengangkat kedua tangan ke langit.
Ref : At Thuusi Tahdziibul Ahkaam (diterbitkan oleh Darul Kutub Al
Islamiyah / Teheran, cetakan ke dua) dita;liq oleh Hasan AL Musawi,
2/322.
Al Hasan bin Ali Al Hulliy (726 H) menyebutkan Abdullah bin Saba dari golongan-golongan orang yang lemah (tercela).
Ref : Ar Rijaal (cetakan AL Haidariyah / An Najfah 1392 H) : 2/71.
Adapun Ibnu Murtadha (Ahmad bin Yahya meninggal tahun 840 H) yang ia
itu adalah orang mutazilah dan menisbatkan dirinya ke Ahli Bait, dan
termasuk imam (tokoh) syiah Zaidiyah, maka dia tidak hanya memperkuat
keberadaan Ibnu saba, bahkan menegaskan bahwa sumber ajaran syiah
dinisbatkan kepada Abdullah bin Saba, karena ia adalah orang yang
pertama kali membuat perkataan adanya nas (ketetapan keimaman), dan
perkataan keimaman dua belas imam.
Ref : Tabaqatul Mutizilah (diterbitkan oleh Faranz syatainr /
setakan Al Katolikiyah / Bairut hal : 5 dan 6) dan lihat juga Dirasaat
fil firaq wa aqaidil Islamiyah (diterbitkan oleh Penerbit Irsayd
Baghdad) hal : 5.
Ini adalah sebagian kecil dari nas-nas yang dikandung oleh buku-buku
syiah dan riwayat-riwayat mereka tentang Abdullah bin Saba, dan saya
sebutkan di riwayat-riwayat di atas tanpa komentar karena nas itu
sendiri sudah cukup untuk memberikan apa yang kita maksudkan di sini,
nas-nas itu boleh dikatakan dokumen-dokumen tertulis membantah
orang-orang dari kalangan syiah belakangan ini berusaha untuk
mengingkari keberadaan Abdullah bin Saba dan meragui kabar beritanya,
dengan dalih sedikitnya berita atau lemahnya sumber-sumber yang
menceritakan.
Adapun perkataan tentang Saif bin Umar At Tamimi yang mereka
berusaha untuk menegakkan benang basah, dengan dalih Saif bin Umar At
Tamimi haditsnya tidak bisa diterima, maka saya katakan :
Okelah kalau seandainya yang anda cantumkan dari perkataan ulama
jarh wa tadil tentang Saif bin Umar at Tamimi, bahwa lemah dan haditsnya
tidak bisa diterima. Pembicaraan anda terpokus pada Saif bin Umar At
Tamimi yang berkapasitas sebagai muhadits (ahli hadits dan yang
meriwayatkan hadits). Dan apa gerangan perkataan ulama tentang dia
sebagai orang yang berkapasitas Ahli sejarah, marilah kita kembali ke
buku-buku rijal (jarh wa tadil) :
Berkata Adz Dzahabi : adalah ia sebagai ahli sejarah yang mengetahui (Mizan Itidal : 2/255).
Berkata Ibnu Hajar : Lemah dalam Hadits, pakar (rujukan) dalam sejarah (Taqriibut Tahdziib no 2724).
Dangan ini habislah lemah dan ditinggalkan yang dinisbatkan ke diri
Saif dalam segi Hadits bukan dalam segi sejarah Inilah titik pembahasan
kita.
Perlu diketahui, kita harus membedakan antara meriwayatkan hadits
dengan yang meriwayatkan sejarah (kisah), maka atas yang pertama
(riwayat hadits) hukum-hukum dibangun dan ditegakkan, dilaksanakannya
hudud, maka ia berhubungan langsung dengan pokok syariat agaman yaitu
sunnah nabi, dan sinilah ulama selalu sangat hati-hati menentukan
syarat-syarat orang yang akan diambil riwayatnya. Berbeda halnya dengan
riwayat sejarah (kisah), walaupun tak kalah penting ?apalagi dalam
mengisahkan sejarah sahabat- akan tetapi tidak melahirkan hukum-hukum
yang lazim dari ajaran agama, karena perkataan seseorang itu bisa
dipakai dan dibuang kecuali perkataan penghuni kubur ini (yaitu Nabi)
sebagaimana kata Imam Malik. Sebab semua perkataan nabi menjadi syariat
bagi kita, semua yang shahih harus diambil dan tidak boleh ditinggalkan.
Sebagai argumen yang memperkuat perkataan kita bahwa saif bin umar
at tamimi ini adalah umdah, pokok, dan tempat bersandar dalam masalah
sejarah,
1) Bahwa Imam Thobari menukil darinya kejadian-kejadian fitnah lebih
banyak daripada yang lain, sampai-sampai ia berpatokkan kepadanya.
(lihat At Thobari :4/344).
2) Kemudian Adz Dzahabi menjadikan Saif adalah salah satu sumber
yang dipegangnya dalam kitabnya Tarikhul Islam. (lihat tarikhul Islam :
1/14,15).
3) Adapun Ibnu Katsir ia lebih cenderung untuk menshahihkan riwayat
saif dalam kronologi terbunuhnya Utsman, walaupun ia mencatumkan lebih
dari satu riwayat dalam bab itu, perlu diketahui bahwa di bab itu ada
riwayat Khalifah bin Khayat (salah seorang guru Bukhari) dan riwayatnya
lebih kuat dari riwayat saif. (lihat bidayah wan nihayah : 7/203)
Dari pandangan ahli sejarah yang terdahulu kita meninjau pendapat ahli sejarah masa kini tentang saif bin Umar At Tamimi :
Muhibbuddin Al Kahthib berkata tentang Saif : ?. Dan beliau adalah
ahli sejarah yang paling mengetahui tetang sejarah Iraq (lihat :
Dan darinya dari guru-gurunya ia berkata : dan ia orang yang lebih
mengetahui dari kalangan ahli sejarah tetang kejadian di Iraq.
Berkata Ahmad Ratib Armusy : dan jelas dari reffrensi buku-buku
biografi, bahwa sesungguhnya Saif tidka termasuk perowi hadits yang
diandalkan (dipercayai), akan tetapi pengarang-pengarang buku biografi
itu sepakat bahwa dia adalah pakar / pemimpin dalam sejarah, bahwasanya
dia itu adalah ahli sejarah yang mengetahui, dan sungguhn At Thobari
telah bersandar kepadanya dalam kejadian-kejadian di masa permualaan
Islam.(lihat buku Fitnah wa waqiatul Jamal, hal : 27)
Adapun Dr. Ammar At Tholibi mengisyaratkan bahwa saif adalah
termasuk ahli sejarah yang terdahulu, karena ia meninggal pada zaman
pemerintahan Ar Rasyid (193 H) setelah tahun 170 H. dan dari segi lain
ia merupakan rijal Tirmizi (279 H) ?orang-orang yang melaluinya Tirmizi
meriwayatkan hadits-, dan ia (Tirmizi) belum menyanggah riwayatnya akan
perowi lain. Dan tidak seorangpun dari kalangan ahli hadits dan ahli
sejarah yang membantah khabarnya (riwayatnya) khususnya berhubungan
dengan Ibnu Saba. (lihat buku : Araa Khawarij : 77).
Kita tambahkan lagi di sini bahwa sesungguhnya orang-orang yang
menghukum Saif itu lemah (dalam hadits), dan berbicara tentang dirinya,
mereka meyebutkan Ibnu saba, dan mereka tidak mengingkarinya, seperti :
Ibnu Hibban (Al Majruhiin 1/208 dan 2/253), Adz Dzahabi (Al Mughni fi
Duafaa 1/399 dan di Mizanul Itidal 2/426) dan ibnu Hajar (Lisanul Mizan
3/290).
Dengan demikian dapatlah kita memastikan bahwa Abdullah bin Saba,
bukanlah tokoh fiktif akan tetapi adalah tokoh yang ada realitanya, dan
terbukti ia itu ada. Hal itu telah disaksikan sendiri oleh buku-buku
syiah terdahulu yang menjadi pegangan mereka. Dan sesungguhnya orang
yang berusaha mengkaburkan dan mengingkari keberadaan Abdullah bin Saba,
sama dengan orang yang mengingkari cahaya matahari pada siang bolong
yang terang benderang