Apa
Akidah Rafidhah Dalam Masalah Sifat ?
Adalah
Rafidhah orang yang pertama kali mengatakan tajsiim (bersifat
seperti tubuh manusia). Sungguh
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menentukan bahwa sesungguhnya orang
yang melakukan kedustaan ini dari kalangan kaum Rafidhah adalah
Hisyam ibnul Hakam1, dan Hisyam bin Salim Al Jawaliqi, Yunus bin
Abdurrahman Al Qummi, dan Abu Ja'far Al Ahwal2.
Seluruh
orang yang disebutkan tadi termasuk syeikh-syeikh besar golongan
Itsna Asyariyah (Rafidhah), kemudian mereka menjadi pemeluk
paham Jahmiyah mu'athilah, sebagaimana sekumpulan riwayat mereka
menyifati Rabb semesta alam dengan sifat-sifat negetif yang
mereka masukkan sebagai sifat yang tetap bagi Allah. Dan sungguh
Ibnu Babawaih meriwayatkan lebih dari tujuhpuluh riwayat yang
mengatakan bahwa Allah Ta'ala, tidak disifiti dengan jaman,
tidak dengan tempat, tidak dengan bagaimananya, tidak dengan
gerak, tidak dengan berpindah, tidak dengan sesuatupun dari
sifat-sifat tubuh, Dia bukan yang bisa diraba, bukan bertubuh
dan berbentuk." 3 Maka syeikh-syeikh mereka mengikuti jalan
(metode) yang sesat ini dengan menta'til (menghilangkan)
sifat-sifat yang tercantum dalam AlQuran dan sunnah.
Sebagaimana
mereka mengingkari turunnya Allah yang Maha Agung. Mereka
mengatakan Al Quran makhluk, mereka mengingkari ru'yah (melihat
kepada Allah) pada hari akhirat. Tercantum dalam kitab
"Biharul Anwar", bahwasanya Abu Abdillah Ja'far As
Shodiq ditanya tentang Allah ta'ala, apakah bisa dilihat pada
hari akhirat? Beliau berkata : "Maha Suci Allah dan Maha
Tinggi dari hal itu dengan ketinggian yang besar, sesungguhnya
pandangan tidak akan bisa mencapai kecuali hal-hal yang
mempunyai warna dan bentuk, dan Allah yang menciptakan
warna-warni dan bentuk".
Bahkan
mereka mengatakan : "Jika seandainya dinisbatkan kepada
Allah sebagian sifat seperti ru'yah, maka dihukum sebagai
murtad, sebagaimana yang didapatkan dari syeikh mereka
Ja'far Al Najfi di kitab "Kasyful Ghitho'" hal
: 417. Perlu diketahui bahwasanya melihat kepada Allah pada hari
akhirat adalah benar adanya dan sudah konsisten dalam Kitab dan
Sunnah tanpa meliputi seluruhnya dan tanpa bagaimananya,
sebagaimana firman Allah :
"Wajah-wajah pada saat itu berseri-seri, kepada Rabbnya melihat" (Al Qiyamah : 22,23).
Dan
dari sunnah apa yang tercantum dalam Shahih Bukhari dan Muslim
dari hadits Jarir bin Abdillalh Al Bajali, berkata :
"Adalah kami duduk-duduk bersama Rasulullah, lalu beliau
melihat kepada purnama, pada malam empat belas, lalu bersabda :
"Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian dengan mata
telanjang, sebagaimana kalian melihat ini (purnama), dimana
kalian tidak berdesakan melihatnya" 4. Dan ayat-ayat serta
hadits-hadits dalam masalah itu banyak sekali, yang tidak
memungkinkan kita untuk menyebutkannya. 5
1
Minhaaj sunnah (1/20) oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah.
2 'Itiqadaat Firaqul Muslimin Wal Musyrikin, hal : 97.
3 At Tauhid, oleh Abu Babawaih, hal : 57.
4 Bukhari no : 544, dan Muslim no : 633.
5 Lihat karangan-karangan Ahli Sunnah Wal Jamaah dalam menetapkan ru'yah, seperti kitab Ar Ru'yah oleh Daruqutni, dan kitab imam Al Lalikai dan lainnya.
2 'Itiqadaat Firaqul Muslimin Wal Musyrikin, hal : 97.
3 At Tauhid, oleh Abu Babawaih, hal : 57.
4 Bukhari no : 544, dan Muslim no : 633.
5 Lihat karangan-karangan Ahli Sunnah Wal Jamaah dalam menetapkan ru'yah, seperti kitab Ar Ru'yah oleh Daruqutni, dan kitab imam Al Lalikai dan lainnya.