Sumber :
http://almanhaj.or.id/content/2708/slash/0/amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-hukum-islam/Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi
Amar ma'ruf nahi mungkar merupakan kekhususan dan keistimewaan umat
Islam yang akan mempengaruhi kemulian umat Islam. Sehingga Allah
kedepankan penyebutannya dari iman dalam firman-Nya,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ
الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ
وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik". [Ali Imron :110]
Demikian pula, Allah membedakan kaum mukminin dari kaum munafikin dengan hal ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ
يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ
الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ
أُوْلاَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمُُ
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana".[At-Taubah:71]
Ketika membawakan kedua ayat diatas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata,"Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan, umat
Islam adalah umat terbaik bagi segenap umat manusia. Umat yang paling
memberi manfaat dan baik kepada manusia. Karena mereka telah
menyempurnakan seluruh urusan kebaikan dan kemanfaatan dengan amar
ma'ruf nahi mungkar. Mereka tegakkan hal itu dengan jihad di jalan Allah
dengan jiwa dan harta mereka. Inilah anugerah yang sempurna bagi
manusia. Umat lain tidak memerintahkan setiap orang kepada semua perkara
yang ma'ruf (kebaikan) dan melarang semua kemungkaran. Merekapun tidak
berjihad untuk itu. Bahkan sebagian mereka sama sekali tidak berjihad.
Adapun yang berjihad -seperti Bani Israil- kebanyakan jihad mereka untuk
mengusir musuh dari negerinya. Sebagaimana orang yang jahat dan dzalim
berperang bukan karena menyeru kepada petunjuk dan kebaikan, tidak pula
untuk amar ma'ruf nahi mungkar. Hal ini digambarkan dalam ucapan Nabi
Musa.
يَاقَوْمِ ادْخُلُوا اْلأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللهُ لَكُمْ
وَلاَ تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنقَلِبُوا خَاسِرِينَ قَالُوا
يَامُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَن نَّدْخُلَهَا
حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِن يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ
قَالَ رَجُلاَنِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمَا
ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذاَ دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ
غَالِبُونَ وَعَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ قَالُوا
يَامُوسَى إِنَّا لَن نَّدْخُلَهَآ أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ
أَنتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلآَ إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan
Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut
kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. Mereka
berkata,”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang
gagah perkasa. Sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya
sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti
kami akan memasukinya". Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang
takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas
keduanya,”Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu. Maka
bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah
hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.
Mereka berkata,”Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya
selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu
bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti di sini saja”. [Al-Maidah : 21-24]
Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلإِ مِن بَنِى إِسْرَاءِيلَ مِن بَعْدِ مُوسَى إِذْ
قَالُوا لِنَبِيٍّ لَّهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُّقَاتِلْ فِي سَبِيلِ
اللهِ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِن كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلاَّ
تُقَاتِلُوا قَالُوا وَمَالَنَآ أَلاَّ نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَقَدْ
أُخْرِجْنَا مِن دِيَارِنَا وَأَبْنَآئِنَا فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ
الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلاَّ قَلِيلاً مِّنْهُمْ وَاللهُ عَلِيمُُ
بِالظَّالِمِينَ
"Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil (sesudah Nabi
Musa wafat) ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka,
“Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah
pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka menjawab,”Mungkin sekali jika
kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang”. Mereka
menjawab,”Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal
sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari
anak-anak kami”. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka,
merekapun berpaling, kecuali beberapa orang saja diantara mereka. Dan
Allah Maha Mengetahui orang-orang yang dzalim". [Al-Baqarah:246]
Mereka berperang lantaran diusir dari tanah air beserta anak-anak
mereka. Sudah demikian ini, mereka pun masih melanggar perintah.
Sehingga tidak dihalalkan begi mereka harta rampasan perang. Demikan
juga tidak boleh mengambil budak-budak tawanan perang. [1]
Demikianlah anugerah Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada umat Islam. Dia
menjadikan amar ma'ruf nahi mungkar sebagai salah satu tugas penting
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan beliau diutus untuk
itu, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
الذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الأُمِّي الذِيْ
يَجِدُوْنَهُ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِيْ التَّوْرَاةِ وَاْلإِنْجِيْلِ
يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ
لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ
عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَاْلأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ
فَالَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَعَزَرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوْا
النُّوْرَ الَّذِيْ أَنْزَلَ مَعَهُ أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka
dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang
baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari
mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka
orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an),
mereka itulah orang-orang yang beruntung". [Al- A'raaf : 157).
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan orang-orang yang selalu
mewarisi tugas utama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ini,
bahkan memerintahkan umat ini untuk menegakkannya, dalam firman-Nya.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar;
mereka adalah orang-orang yang beruntung". [Al-Imron:104]
Tugas penting ini sangat luas jangkauannya, baik zaman atau tempat.
Meliputi seluruh umat dan bangsa dan terus bergerak dengan jihad dan
penyampaian ke seluruh belahan dunia. Tugas ini telah diemban umat Islam
sejak masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sampai sekarang
hingga hari kiamat nanti.
HUKUM AMAR MA'RUF NAHI MUNGKAR [2]
Amar ma'ruf nahi mungkar merupakan kewajiban yang dibebankan Allah
Subhanahu wa Ta'ala kepada umat Islam sesuai kemampuannya. Ditegaskan
oleh dalil Al Qur'an dan As-Sunnah serta Ijma' para Ulama.
Dalil Al Qur'an
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar;
mereka adalah orang-orang yang beruntung".[Al-Imran:104].
Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini,"Maksud dari ayat ini,
hendaklah ada sebagian umat ini yang menegakkan perkata ini".[3]
Dan firman-Nya.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah". [Al-Imran :110].
Umar bin Khathab berkata ketika memahami ayat ini,"Wahai sekalian
manusia, barang siapa yang ingin termasuk umat tersebut, hendaklah
menunaikan syarat Allah darinya".[4]
Dalil Sunnah
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ
أَضْعَفُ الإِيمَانِ
"Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan
tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu
maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman". [Riwayat Muslim].
Sedangkan Ijma' kaum muslimin, telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
1. Ibnu Hazm Adz Dzahiriy, beliau berkata, "Seluruh umat telah
bersepakat mengenai kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar, tidak ada
perselisihan diantara mereka sedikitpun”.[5]
2. Abu Bakr al- Jashshash, beliau berkata,"Allah Subhanahu wa Ta'ala
telah menegaskan kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar melalui beberapa
ayat dalam Al Qur'an, lalu dijelaskan Rasulullah n dalam hadits yang
mutawatir. Dan para salaf serta ahli fiqih Islam telah berkonsensus atas
kewajibannya".[6]
3. An-Nawawi berkata,"telah banyak dalil-dalil Al Qur'an dan Sunnah
serta Ijma yang menunjukkan kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar" [7]
.
4. Asy-Syaukaniy berkata,"Amar ma'ruf nahi mungkar termasuk kewajiban,
pokok serta rukun syari'at terbesar dalam syariat. Dengannya sempurna
aturan Islam dan tegak kejayaannya".[8]
Jelaslah kewajiban umat ini untuk beramar ma'ruf nahi mungkar.
DERAJAT KEWAJIBAN AMAR MA'RUF NAHI MUNGKAR [9]
Amar ma'ruf nahi mungkar sebagai satu kewajiban atas umat Islam,
bagaimanakah derajat kewajibannya? Apakah fardhu 'ain ataukah fardhu
kifayah? Para ulama berselisih tentang hal ini.
Pendapat pertama memandang kewajiban tersebut adalah fardhu 'Ain. Ini
merupakan pendapat sejumlah ulama, diantaranya Ibnu Katsir, Az Zujaaj,
Ibnu Hazm .Mereka berhujjah dengan dalil-dalil syar'i, diantaranya:
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar;
mereka adalah orang-orang yang beruntung". [Ali Imran:104]
Mereka mengatakan bahwa kata مِنْ dalam ayat مِنْكُمْ untuk penjelas dan
bukan untuk menunjukkan sebagian. Sehingga makna ayat, jadilah kalian
semua umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar. Demikian juga akhir ayat yaitu:
وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ Menegaskan bahwa keberuntungan khusus
bagi mereka yang melakukan amalan tersebut. Sedangkan mencapai
keberuntungan tersebut hukumnya fardhu 'ain. Oleh karena itu memiliki
sifat-sifat tersebut hukumnya wajib 'ain juga. Karena dalam kaedah
disebutkan:
مَا لاَ يَتِمُّّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Satu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.
2. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ
الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ
وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik". [Ali Imran :110]
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan syarat bergabung
dengan umat Islam yang terbaik, yaitu dengan amar ma'ruf nahi mungkar
dan iman. Padahal bergabung kepada umat ini, hukumnya fardu 'ain.
Sebagaimana firman-Nya:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata,"Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri." [Fushilat :33]
Sehingga memiliki sifat-sifat tersebut menjadi fardhu 'ain. Sebagaimana
Umar bin Al Khathab menganggapnya sebagai syarat Allah bagi orang yang
bergabung ke dalam barisan umat Islam. Beliau berkata setelah membaca
surat Ali Imran:110,"Wahai sekalian manusia, barang siapa yang ingin
termasuk umat tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya"
Sedangkan pendapat kedua memandang amar ma'ruf nahi mungkar fardhu
kifayah. Ini merupakan pendapat jumhur ulama. Diantara mereka yang
menyatakan secara tegas adalah Abu Bakr Al-Jashash [12] , Al-Mawardiy,
Abu Ya'la Al-Hambaliy, Al Ghozaliy, Ibnul Arabi, Al Qurthubiy [13], Ibnu
Qudamah [14], An-Nawawiy [15] , Ibnu Taimiyah [16] , Asy-Syathibiy [17]
dan Asy-Syaukaniy [18].
Mereka berhujjah dengan dalil-dalil berikut ini:
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
mereka adalah orang-orang yang beruntung". [Ali Imran:104]
Mereka mengatakan bahwa kata مِنْ dalam ayat مِنْكُمْ untuk menunjukkan sebagian. Sehingga menunjukkan hukumnya fardhu kifayah.
Imam Al Jashash menyatakan,"Ayat ini mengandung dua makna. Pertama,
kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar. Kedua, yaitu fardu kifayah. Jika
telah dilaksanakan oleh sebagian, maka yang lain tidak terkena
kewajiban".[19]
Ibnu Qudamah berkata,"Dalam ayat ini terdapat penjelasan hukum amar
ma'ruf nahi mungkar yaitu fardhu kifayah, bukan fardhu 'ain".[20]
2. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَمَاكَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَآفَةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن
كُلِّ فِرْقَةٍ مِنهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ
يَحْذَرُونَ
"Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya". [At-Taubah :
122]
Hukum tafaquh fiddin (memperdalam ilmu agama) adalah fardhu kifayah.
Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan sekelompok kaum mukminin
dan tidak semuanya untuk menuntut ilmu. Oleh karena itu orang yang
belajar dan menuntut ilmu tersebut yang bertanggung jawab memberi
peringatan, bukan seluruh kaum muslimin. Demikian juga jihad, hukumnya
fardhu kifayah.
Syeikh Abdurrahman As Sa'diy menyatakan,"Sepatutnya kaum muslimin
mempersiapkan orang yang menegakkan setiap kemaslahatan umum mereka.
Orang yang meluangkan seluruh waktunya dan bersungguh-sungguh serta
tidak bercabang, untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemanfatan mereka.
Hendaklah arah dan tujuan mereka semuanya satu, yaitu menegakkan
kemaslahatan agama dan dunianya"[21]
3. Tidak semua orang dapat menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Karena
orang yang menegakkannya harus memiliki syarat-syarat tertentu. Seperti
mengetahui hukum-hukum syari'at, tingkatan amar makruf nahi mungkar,
cara menegakkannya, kemampuan melaksanakannya. Demikian juga
dikhawatirkan bagi orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar bila tanpa
ilmu akan berbuat salah. Mereka memerintahkan kemungkaran dan mencegah
kema'rufan atau berbuat keras pada saat harus lembut dan sebaliknya.
4. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
الذِّيْنَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِيْ اْلأَرْضِ أَقَامُوْا الصَّلاَةَ
وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ
الْمُنْكَرِ وَلِلهِ عَاقِبَةُ اْلأُمُوْرِ
"(yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka
bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh
berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada
Allahlah kembali segala urusan". [QS. 22:41]
Imam Al Qurthubiy berkata,"Tidak semua orang diteguhkan kedudukannya
dimuka bumi, sehingga hal tersebut diwajibkan secara kifayah kepada
mereka yang diberi kemampuan untuknya"[22]
Oleh karena itu Syeikh Islam Ibnu Taimiyah menyatakan,"Demikian
kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini tidak diwajibkan kepada
setiap orang, akan tetapi merupakan fardhu kifayah" [23]
Akan tetapi hukum ini bukan berarti menunjukkan bolehnya seseorang untuk
tidak berdakwah, atau beramar makruf nahi mungkar. Karena terlaksananya
fardhu kifayah ini dengan terwujudnya pelaksanaan kewajiban tersebut.
Sehingga apabila kewajiban tersebut belum terwujud pelaksanaannya oleh
sebagian orang, maka seluruh kaum muslimin terbebani kewajiban tersebut.
Pelaku amar makruf nahi mungkar adalah orang yang menunaikan dan
melaksanakan fardhu kifayah. Mereka memiliki keistimewaan lebih dari
orang yang melaksanakan fardhu 'ain. Karena pelaku fardhu 'ain hanya
menghilangkan dosa dari dirinya sendiri, sedangkan pelaku fardhu kifayah
menghilangkan dosa dari dirinya dan kaum muslimin seluruhnya. Demikian
juga fardhu 'ain jika ditinggalkan, maka hanya dia saja yang berdosa,
sedangkan fardhu kifayah jika ditinggalkan akan berdosa seluruhnya.
Pendapat ini Insya Allah pendapat yang rajih. Wallahu a'lam.
Amar makruf nahi mungkar dapat menjadi fardhu 'ain, menurut kedua pendapat diatas, apabila :
Pertama : Ditugaskan oleh pemerintah.
Al Mawardi menyatakan,"Sesungguhnya hukum amar makruf nahi mungkar fardhu 'ain dengan perintah penguasa".[24]
Kedua : Hanya dia yang mengetahui kema'rufan dan kemungkaran yang terjadi.
An Nawawiy berkata,"Sesungguhnya amar makruf nahi mungkar fardhu
kifayah. Kemudian menjadi fardhu 'ain, jika dia berada ditempat yang
tidak mengetahuinya kecuali dia".[25]
Ketiga : Kemampuan amar makruf nahi mungkar hanya dimiliki orang tertentu.
Jika kemampuan menegakkan amar makruf nahi mungkar terbatas pada
sejumlah orang tertentu saja, maka amar makruf nahi mungkar menjadi
fardhu 'ain bagi mereka.
An Nawawi berkata,"Terkadang amar makruf nahi mungkar menjadi fardhu
'ain, jika berada di tempat yang tidak mungkin menghilangkannya kecuali
dia. Seperti seorang yang melihat istri atau anak atau budaknya berbuat
kemungkaran atau tidak berbuat kema'rufan".[26]
Keempat : Perubahan keadaan dan kondisi.
Syeikh Abdul Aziz bin Baaz memandang amar makruf nahi mungkar menjadi
fardhu 'ain dengan sebab perubahan kondisi dan keadaan, ketika beliau
berkata, "Ketika sedikitnya para da'i. Banyaknya kemungkaran dan
kebodohan yang merata, seperti keadaan kita sekarang ini, maka dakwah
menjadi fardhu 'ain atas setiap orang sesuai dengan kemampuannya".[27]
Demikianlah amar makruf nahi mungkar dalam tinjauan hukum Islam,
mudah-mudahan hal ini mendorong kita untuk melaksanakan dan
menegakkannya dalam kehidupan.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun VI/1423H/2002M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Ibnu Taimiyah, Al-Amru bil Ma'ruf wan Nahyi ‘Anil Mungkar, hal 34.
Kitab ini telah diterjemahkan oleh al-Akh Abu Ihsan dengan judul yang
sama, diterbitkan Pustaka at-Tibyan, Solo.
[2]. Disarikan dari buku Hakikat Al Amr Bil Ma'ruf wan Nahi ‘Anil
Mungkar, karya Dr. Hamd bin Nashir Al Amaar, hal. 39-40 dan Makalah Al
Amr Bil Ma'ruf wan Nahi Anil Mungkar Bainal Ifraath
[3]. Lihat tafsir Al Quran Al Karim karya Ibnu Katsir 1/339-405
[4]. Lihat Asy-Syaukaniy, Fathul Qadir, 1/453
[5]. Ibnu Hazm, Al-Fashl Fil Milal Wan Nihal, 5/19.
[6]. Al-Jashash, Ahkamul Qur'an , 2/486
[7]. An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, 2/22.
[8]. Asy-Syaukaniy, Fathul Qadir, 1/450.
[9]. Disarikan dari buku Hakikat Al-Amr Bil Ma'ruf wan-Nahi ‘Anil
Mungkar, karya Dr. Hamd bin Nashir Al-Amaar, hal.40-51dengan perubahan.
[10]. Lihat tafsir Al-Quran Al-Karim karya Ibnu Katsir 1/390
[11]. Ibnu Hazm, Al-Muhalla, 10/505.
[12]. Al Jashosh, Ahkamul Qur'an, 2/29
[13]. Al Qurthubiy, Tafsir Al-Qurthubiy, 4/165.
[14]. Ibnu Qudamah, Mukhtashor Minhajul Qashidiin, hal.156.
[15]. An Nawawi, Syarah Shahih Muslim, 2/23.
[16]. Ibnu Taimiyah, Al Amr Bil Ma'ruf wan Nahi ‘Anil Mungkar , hal.37.
[17]. Asy Syathibiy, Al-Muwafaqaat Fi Ushulisy Syari'at, 1/126
[18]. Asy Syaukaiy, Fathul Qadir, 1/450.
[19]. Al Jashash, Ahkamul Qur'an, 2/29.
[20]. Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qashidiin, hal 156.
[21]. As Sa'diy, Taisir Karimir Rahman, 3/315, lihat Hakikat Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, hal. 43.
[22]. Al Qurthubi, Tafsir Qurthubi, 4/165.
[23]. Ibnu Taimiyah, Al Amr Bil Makruf wan Nahi ‘Anil Mungkar, hal.37.
[24]. Al Mawardi, Al Ahkam Sulthaniyah, hal.391, dinukil dari Hakikat Amar Ma’ruf Nahi Mungkar hal.50.
[25]. An Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, 2/23.
[26]. ibid
[27]. Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz, Ad Dakwah Ila Allah wa Akhlaqud Du'at, hal. 16