Latest Products

Tampilkan postingan dengan label Fiqih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiqih. Tampilkan semua postingan

MENJELANG BULAN RAMADHAN


1. Menghitung hari bulan Sya'ban
Umat Islam seyogyanya menghitung bulan Sya'ban sebagai persiapan untuk Ramadhan, karena satu bulan itu kadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari, mereka hendaknya berpuasa ketika melihat hilal bulan Ramadhan, jika terhalang awan dihitung hendaknya menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari, karena Allah pencipta langit-langit dan bumi menjadikan tempat-tempat tertentu agar manusia mengetahui jumlah tahun dan hisab, satu bulan tidak akan lebih dari tiga puluh hari.

Dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Puasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihat melihat hilal, jika kalian terhalangi awan, sempurnakanlah bulan Sya'ban tiga puluh hari.1)

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhuma Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
Janganlah kalian puasa hingga melihat hilal, jangan pula kalian berbuka hingga melihatnya, jika kalian terhalangi awan hitunglah bulan Sya'ban.2)

Dari Adi bin hatim radhiallahu 'anhu berkata: Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Jika datang bulan Ramadhan puasalah tiga puluh hari, kecuali kalian melihat hilal sebelum hari ketiga puluh.3)

2. Barangsiapa yang berpuasa di hari yang diragukan berarti telah durhaka kepada Abul Qosim Shalallahu 'alaihi wasallam
Oleh karena itu, seorang muslim tidak seyogyanya mendahului bulan puasa, dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya dengan alasan ihtiath (hati-hati) kecuali kalau bertepatan dengan puasa sunnah yang biasa ia lakukan.

Dari Abi Huarairah radhiallahu 'anhu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:
Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya kecuali seseorang telah rutin berpuasa maka berpuasalah.4)

Ketahuilah wahai saudaraku dalam Islam, barangsiapa yang puasa pada hari yang diragukan, telah durhaka kepada Abal Qosim Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam, Shilah bin Zufar dari Ammar membawakan perkataan Amar bin Yasar :
Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan berarti telah durhaka kepada Abal Qosim Shalallahu 'alaihi wasallam .5)

3. Jika ada seorang yang melihat hilal hendaknya seluruh kaum muslimin berpuasa atau berbuka.
Melihat hilal teranggap kalau ada dua orang saksi yang adil, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam :
Puasalah kalian karena melihat hilal, berbukalah karena melihatnya, berhajilah karena melihatnya, jika kalian tertutup mendung sempurnakanlah tiga puluh hari, jika ada dua saksi berpuasalah kalian dan berbukalah.6)

Tidak diragukan lagi bahwa diterimanya persaksian dua orang dalam satu kejadian tidak menunjukan persaksian seorang diri itu ditolak, oleh karena itu persaksian seorang saksi dalam melihat hilal tetap teranggap (sebagai landasan untuk mulai brepuasa), dalam satu riwayat yang shahih dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma berkata :
Manusia mencari-cari hilal, maka aku kabarkan kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam bahwa aku melihatnya, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam pun menyuruh manusia berpuasa.7)

(Bersambung)

---------------------
1) HR. Bukhori (4/106) dan Muslim (1081)
2) HR. Bukhori (4/102) dan Muslim (1080)
3) HR At-Thahawi dalam Musykilul Atsar (no. 501), Ahmad (4/377), At-Thabrani dalam Al-kabir (17/171). Dalam sanadnya ada Musalid bin Said, beliau dha'if sebagaimana dikatakan Al-haitsami dalam Majma' Az-Zawahid (3/146) akan tetapi hadits ini mempunyai banyak syawahid, lihat Al-Irwaul Ghalil (901) karya syaikhuna Al-Albani hafidhahullah (sekarang: rahimahullah-Ibnu Tumingan)
4) HR Muslim (573-Mukhtashar dengan mu'laqnya)
5) Dibawakan oleh Bukhori (4/119), dimaushulkan oleh Abu Daud (3334), Tirmidzi (686), Ibnu Majah (3334), An-Nasa'I (2188) dari jalan Amer bin Qais Al-Malai dari Abu Ishaq dari Shillah bin Zufar, dari Ammar. Dalam sanadnya ada Abu Ishaq yakni As-Sabi'I mudallis dan dia telah 'an 'anah dalam hadits ini, dia juga telah tercampur hafalannya, akan tetapi hadits ini mempunya banyak jalan dan syawahid dibawakan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Atsqolani dalam Taghliqu taqliq (3/141-142) sehingga menghasankan hadits diatas.
6) HR. An-nasa'I (4/133), Ahmad (4/321), Ad-daruquthni (2/167) dan dari jalan Husain bin al-Harits Al-Jadali dari Abdur Rahman bin Zaid bin Al-Khaththab dari para shahabat Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam sanadnya HASAN, lafadz di atas dalam riwayat Nasa'I, Ahmad menambahkan : dua orang muslim
7) HR Abu Daud (2342), Ad-Darimi (2/4), Ibnu Hibban (871), Al-hakim (1/423), Al-Baihaqi (4/212) dari dua jalan dari Yahya bin Abdullah bin Salim dari Abu Bakar bin Nafi' dari bapaknya dari Ibnu Umar sanadnya hasan sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar Al-Atsqolani dalam At-Talkhisul habir (2/187).
HUKUM-HUKUM DALAM PUASA

Ketahuilah wahai muslim hamba Allah -mudah-mudahan Allah mengajarimu dan aku - bahwasanya ada pahala yang amat besar, kebaikan yang merata ini, yang tidak bisa menghitungnya kecuali Allah, tidak akan di dapat kecuali oleh orang yang menunaikan puasa Ramadhan sesuai dengan tuntunan dan sunnah penutup para Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, yakni dalam masalah hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban yang besar, di bulan yang diberkahi ini.


Sekarang kami akan mulai menerangkan hukum-hukum tersebut tanpa taklid pada seorangpun, mengambil dari Al-Qur’anul ‘Adhim, hadits-hadits yang shahih dan hasan dari sunnah yang suci dengan pemahaman salafush shalih, imam yang empat dan orang sebelum mereka dari kalangan sahabat dan tabi’in, cukuplah ini bagimu sebagai dalil.

Kami juga telah memilih pendapat-pendapat madzhab fiqih yang paling cocok dangan dalil serta ijtihad mereka yang paling adil.
ANCAMAN BAGI ORANG YANG MEMBATALKAN PUASA RAMADAHAN DENGAN SENGAJA
Dari Abi Umamah Al-Bahili -Radhiallahu 'anhu- Aku pernah mendengar Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Ketika aku tidur, datanglah dua orang pria kemudian memegang dhobaya1) membawaku kesatu gunung yang kasar (tidak rata), keduanya berkata : "Naik, aku katakan : "aku nggak mampu, keduanya berkata: "kami akan memudahkanmu," akupun naik hingga ketika aku sampai ke puncak gunung ketika itulah aku mendenganr suara yang keras. Akupun bertanya : "Suara apakah ini ? Mereka berkata: "Ini adalah teriakan penghuni neraka kemudian keduanya membawaku, ketika aku melihat orang-orang yang digantung dengan kaki diatas, mulut mereka rusak/robek, darah mengalir dari mulut mereka. Aku bertanya: "Siapakah mereka ? keduanya menjawab : "mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka."2)...3)
Adapun yang diriwayatkan bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Barangsiapa berbuka satu hari saja pada bulan Ramadhan dengan sengaja, tidak akan bisa diganti walau dengan puasa sepanjang jaman kalau dia lakukan".
Hadits ini LEMAH, TIDAK SHAHIH, pembahasan hadits ini akan dibahas di akhir kitab ini.

--------------
1) Yakni : dua lenganku
2) Riwayat An-Nasa'I dalam "Al-Kubra" sebagaimana dalam "tuhfatul Asyraf" (4/166) dan Ibnu Hibban (no. 1800-zawahidnya) dan Al-Hakim (1/430) dari jalan Abdur Rahman bin Yazid bin Jabir, dari Salim bin Amir, dari Abu Umamah. Sanadnya SHAHIH.
3) Sebelum tiba waktu puasa
TARGHIB PUASA RAMADHAN

1. Pengampunan Dosa

Allah dan Rasul-Nya memberikan targhib (spirit) untuk melakukan puasa Ramadhan dengan menjelaskan keutamaan serta tingginya kedudukan puasa, dan kalau seandainya orang yang puasa mempunyai dosa seperti buih di lautan niscaya akan diampuni dengan sebab ibadah yang baik dan diberkahi ini.

Dan dari Abi Hurairah radhiallahu 'anhu dari Nabi Shalallahu 'alaihi wasalam bersabda (yang artinya) : "Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."1)

Dari Abi Hurairah radhiallahu 'anhu juga rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam pernah bersabda (yang artinya) :

"Shalat yang lima waktu, Jum'at ke Jum'at, Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa yang terjadi diantara senggang waktu tersebut jika menjauhi dosa besar".2)

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu juga, bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam pernah naik mimbar kemudian berkata: "Amin, Amin, Amin", ditanyakan kepadanya:"Ya Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam : Engkau naik mimbar kemudian mengucapkan : Amin, Amin, Amin ? Beliau bersabda :

"Sesungguhnya Jibril alaihissalam datang kepadaku dia berkata :"barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia, katakan: "Amin", maka akupun mengucapkan : Amin ……".3) Hadits.



2. Dikabulkannya do'a dan pembebasan dari api neraka :

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam bersabda (yang artinya): "Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka setiap siang dan malam bulan ramadhan, dan semua orang muslim yang berdo'a akan dikabulkan do'anya."4)



3. Orang yang puasa termasuk shidiqin dan syuhada.

Dari Amr bin Murrah Al-Juhani 5) -Radhiallahu 'anhu- berkata: Datang seorang pria yang datang kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wasalam kemudian berkata : "Ya Rasulullah! Apa pendapatmu jika aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak untuk diibadahi kecuali Allah, engkau adalah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam, aku shalat lima waktu, aku tunaikan zakat, aku lakukan puasa Ramadhan dan shalat tarawih di malam harinya, termasuk orang yang manakah aku ? Beliau menjawab : "Termasuk dari shidiqin dan syuhada".6)



-----------------

1) HR Bukhori (4/99), Muslim (759). Makna: " Penuh iman dan Ihtisab" yakni membenarkan wajibnya puasa, mengharapkan pahalanya, hatinya senang dalam mengamalkan, tidak membencinya, tidak merasa berat dalam mengamalkannya, diantaranya perkataan seseorang yang dijuluki:"Amirnya penyair" yakni Ahmad Ayuqi.

2) Muslim (233)

3) HR Ibnu Khuzaimah (3/192) dan Ahmad (2/246 dan 254) dan Al-Baihaqi (4/204) dari jalan Abu Hurairah. Hadits ini SHAHIH, asalnya terdapat dalam "shahih Muslim" (4/1978). Dalam bab ini banyak hadits dari beberapa orang shahabat, lihatlah dalam "Fadhoilu Syahri Ramadhan" (hal. 25-34) karya Ibnu Syahin.

4) HR Bazzar (3142), Ahmad (2/254) dari jalan A'mas, dari Abu Shalih dari Jabir, diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1643) darinya dengan ringkas dari jalan lain, hadits shahih . Do'a yang dikabulkan itu ketika berbuka, sebagaimana akan datang penjelasannya lihat "Misbahuh Azzujajah" (no. 604) karya Al-Bushiri.

5) lihat (al-Ansab)(3/394) karya Assam'ani (Allubab) (1/317) karya Ibnul Atsir.

6) HR Ibnu Hibban (no. 11-zawaidnya) sanadnya SHAHIH
WAJIBNYA PUASA RAMADHAN

1. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati berbuat kebajikan maka itu lebih baik baginya.


Karena keutamaan-keutamaan diatas, maka Allah mewajibkan kaum muslimin puasa Ramadhan, oleh karena memutuskan jiwa dari syahwatnya dan menghalanginya dari apa yang biasa dilakukan termasuk perkara yang paling sulit, kewajiban puasa pun diundur sampai tahun kedua Hijriyah, setelah hati kaum mukminin kokoh dalam bertauhid dan dalam mengagungkan syiar-syiar Allah, maka Allah membimbing mereka untuk melakukan puasa dengan bertahap, pada awalnya mereka diberi pilihan untuk berbuka atau puasa beserta diberi spirit untuk puasa, karena puasa masih terasa berat bagi para shahabat Radhiallahu 'anhum. Barangsiapa yang ingin berbuka kemudian membayar fidyah dibolehkan, Allah berfirman yang artinya :

"...Berpuasa, wajib membayar fidyah, memberikan makanan seseorang miskin, maka barangsiapa yang mendermakan lebih dengan sukanya sendiri, maka itu lebih baik baginya; bahwa puasa itu lebih baik baginya, jika kamu mengetahui." (Surat Al-Baqoroh : 184)



2. Barangsiapa yang melihat bulan Ramadhan berpuasalah.

Kemudian turunlah kelanjutan ayat tersebut yang menghapus hukum diatas, hal ini dikhabarkan oleh dua orang shahabat yang mulia : Abdullah bin Umar dan Salamah bin Al-Akwa' –Radhiallahu 'anhum- keduanya berkata : "Kemudian dihapus oleh ayat : "Bulan Ramadhan itulah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-qur'an yang menjadi petunjuk bagi manusia dan menjadi keterangan-keterangan dari petunjuk itu dan yang membedakan antara yang hak dan yang bathil, maka barangsiapa diantara kamu melihat bulan itu, hendaklah ia berpuasa dan barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib ia berpuasa) beberapa hari (yang ketinggalan itu) di hari-hari yang lain, Allah menghendaki kelapangan bagimu dan Allah tidaklah menghendaki kesulitan bagimu. Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya dan supaya kamu mengagungkan Allah terhadap sesuatu yang Allah telah menunjukan kamu (kepada-Nya)1) dan mudah-mudahan kamu mensyukuri-Nya." (Surat Al- Baqoroh: 185)2)


Dan dari Ibnu Abi Laila dia berkata : "Shahabat Muhammad Shalallahu 'alaihi wasalam telah menyampaikan kepada kami : "Ketika turun kewajiban puasa Ramadhan terasa memberatkan mereka, barangsiapa yang tidak mampu dibolehkan meninggalkan puasa dan memberi makan seorang miskin, sebagai keringanan bagi mereka, kemudian hukum ini dihapus oleh ayat : "Berpuasalah itu lebih baik bagi kalian". Akhirnya mereka disuruh puasa.3)


Sejak itu jadilah puasa salah satu simpanan Islam, dan menjadi salah satu rukun agama berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam (yang artinya):

" Islam dibangun atas lima perkara : Syahadata alla ilaaha illallahu, wa anna Muhammd rasulullah, menegakan shalat, menunaikan zakat, dan naik haji ke baitul haram, serta puasa Ramadhan".4)



----------------

1) Hadits Ibnu Umar diriwayatkan oleh Bukhori (4/188), dan dikeluarkan hadits Salamah oleh Bukhori (8/181) dan Muslim (1145)

2) Dikeluarkan hadits Ibnu Umar oleh Bukhari (4/188), dan dikeluarkan hadits Salamah oleh Bukhari (8/188) dan Muslim (1145)

3) Diriwayatkan oleh Bukhori secara mu'allaq (8/181-fath), dimaushulkan oleh Baihaqi dalam (sunan) (4/200) sanadnya hasan. diriwayatkan pula -dengan lafadz yang hampir sama namun panjang - oleh Abu Daud (no. 507) dari jalan lain dengan sanad yang hasan sebagai syawahid. Juga diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam "Al-mustakhraj" sebagaimana dalam "Taghliqut Ta'liq" (3/185) dari jalan yang ketiga dengan sanad hasan juga.

4) Diriwayatkan oleh Bukhori (1/47), Muslim (16) dari Ibnu Umar.
KEUTAMAAN PUASA RAMADHAN
Ramadhan adalah bulan kebaikan dan barakah, Allah memberkahinya dengan banyak keutamaan sebagaimana penjelasan berikut:

1. Bulan Al-Qur'an.
Allah menurunkan kitab-Nya yang mulia sebagai petunjuk bagi manusia, obat bagi kaum mukminin, membimbing kepada yang lebih lurus, menjelaskan jalan petunjuk, diturunkan pada malam Lailatul Qodar satu malam di bulan Ramadhan, Allah berfirman yang artinya :
"Bulan Ramadhan itulah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an yang menjadi petunjuk bagi manusia, dan menjadi keterangan-keterangan dari petunjuk itu dan membedakan antara yang hak dan yang bathil. Maka barang siapa diantara kamu melihat bulan itu hendaklah ia berpuasa." (Surat Al-Baqoroh :185)
Ketahuilah saudaraku –mudah-mudahan Allah memberkatimu- sifat bulan Ramadhan sebagai bulan yang diturunkan padanya Al-Qur'an dan kalimat sebelumnya dengan huruf fa ( ) yang menyatakan ilat dan sebab: "barangsiapa yang melihatnya hendaklah berpuasa".
Memberikan isyarat illat (penjelasan sebab), yakni sebab dipilihnya Ramadhan adalah agar bulan tersebut adalah bulan yang diturunkan padanya Al-Qur'an.

2. Dibelenggunya syaithan dan ditutupkan padanya pintu-pintu neraka dan di bukanya pintu-pintu surga.
Pada bulan ini kejelekan menjadi sedikit, karena belenggu dan diikatnya jin-jin jahat dengan salasil (rantai), belenggu dan "Ashfad", mereka tidak bisa bebas merusak manusia sebagaimana bebasnya di bulan yang lain, karena kaum muslimin sibuk dengan puasa, hingga hancurlah syahwat, dan juga karena bacaan Al-Qur'an serta seluruh ibadah yang mengatur dan membersihkan jiwa, Allah berfirman (yang artinya) :
"Telah diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang dahulu sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa." (Surat Al-Baqoroh :183)
Karena banyaknya perkataan amalan shalih. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam bersabda (yang artinya) : "Jika datang bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu syurga1), dan ditutup pintu-pintu neraka, dan dibelenggulah syaithan."2)
Semuanya itu sempurna diawal malam bulan Ramadhan yang diberkahi, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam (yang artinya):
"Jika telah datang awal malam bulan Ramadhan, diikatlah para syaithan dan jin-jin yang jahat, ditutup pintu-pintu neraka tidak ada satu pintu pun yang dibuka, dan dibukalah pintu-pintu syurga tidak ada satu pun yang tertutup, menyerulah seorang penyeru : "Wahai orang yang ingin kebaikan lakukanlaah, wahai orang yang ingin kejelekan kurangilah, Allah mempunyai orang-orang yang dibebaskan dari neraka, itu terjadi pada setiap malam."3)

3. Malam Lailatul Qodri
Engkau telah tahu wahai hamba mukmin bahwa Allah Jalla Jalaluh memilih bulan Ramadhan karena diturunkan padanya Al-Qur'an Karim, dan mungkin untuk mengetahui hal ini dibantu qiyas dengan berbagai macam cara, diantaranya :
1. Hari yang paling mulia di sisi Allah adalah di bulan yang diturunkan padanya Al-Qur'an, hingga harus dikhususkan dengan berbagai macam amalan. Hal ini akan dijelaskan secara rinci dalam pembahasan malam Lailatul qadar, Insya Allah.
2. Sesungguhnya jika satu nikmat dicapai oleh kaum muslimin mengharuskan adanya tambahan amal sebagai perwujudan rasa syukur kepada Allah, hal ini berdasarkan firman Allah setelah menceritakan sempurnanya nikmat bulan Ramadhan (yang artinya) :
"Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya, dan supaya kamu mengagungkan Allah terhadap sesuatu yang Allah telah menunjukan kamu (kepadanya) dan mudah-mudahan kamu mensyukuri-Nya." (Surat Al-Baqoroh : 185)
Firman Allah tabaroka wata'ala setelah selesai nikmat haji yang artinya :
"Apabila kamu telah menyelesaikan hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah sebagaimana kamu menyebut orang-orang tuamu atau lebih sangat lagi." (Surat Al-Baqoroh :200)

-----------------
1) Dalam riwayat Muslim : "Dibukakan pintu-pintu rahmat"
2) HR Bukhori (4/97) dan Muslim (1079)
3) Diriwayatkan oleh Tirmidzi (682) dari Ibnu Majah (1642) dan Ibnu Khuzaimah (3/188) dari jalan Abi Bakar bin Ayyash drai Al-A'masy dari Abi Hurairah. Dan sanad hadits ini HASAN.
KEUTAMAAN PUASA
Banyak sekali ayat yang tegas dan muhkam (Qath'i) dalam kitabullah yang mulia, memberikan anjuran untuk puasa sebagai sarana untuk Taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah Azza wa Jalla dan menjelaskan keutamaan-keutamaannya, seperti firman Allah Ta'ala yang artinya :
"Sesungguhnya kaum muslimin dan muslimat, kaum mukminin dan mukminat, kaum pria yang patuh dan kaum wanita yang patuh, dan kaum pria serta wanita yang benar (imannya) dan kaum pria serta wanita yang sabar (ketaatannya), dan kaum pria serta wanita yang khusyu', dan kaum priaa serta wanitaa yang bersedeekah, dan kaum pria serta wanita yang berpuasa, dan kaum pria dan wanita yang menjaga kehormatannya (syahwat birahinya), dan kaum pria serta kaum wanita yang banyak mengingat Allah. Allah menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar." (Surat Al-Ahzab : 35)
Dan firman Allah yang artinya :
"Dan kalau kalian puasa itu lebih baik bagi kalian kalau kalian mengetahuinya". (Surat Al-Baqoroh : 184)
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskan dalam hadits yang shahih bahwa puasa adalah benteng dari syahwat, perisai dari neraka, Allah Tabaraka wa Ta'ala telah mengkhususkan satu pintu syurga untuk orang yang puasa, puasa bisa memutuskan jiwa dari syahwatnya, menahannya dari kebiasaan-kebiasaan yang jelek, hingga jadilah jiwa yang tenang. Inilah pahala yang besar, keutamaan yang agung, dijelaskan secara rinci dalam hadits-hadits shahih berikut ini, dijelaskan dengan penjelasan yang sempurna.

1. Puasa adalah perisai 1)
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menyuruh orang yang sudah kuat syahwatnya dan belum mampu untuk menikah agar berpuasa, menjadikannya sebagai wijaa 2) bagi syahwat ini, karena puasa menahan kuatnya anggota badan hingga bisa terkontrol, menenangkan seluruh anggota badan, serta seluruh kekuatan (yang jelek) ditahan hingga bisa taat dan dibelenggu dengan belenggu puasa. Telah jelas bahwa puasa memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam menjaga anggota badan yang dhahir dan kekuatan batin.
Oleh karena itu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
"Wahai sekalian para pemuda, barang siapa diantara kalian telah mampu baah 3) hendaknya menikah, karena menikah lebih menundukan pandangan, dan lebih menjaga kehormatan. Barang siapa yang belum mampu menikah, hendaklah puasa karena puasa merupakan wijaa (pemutus syahwat) baginya." 4)
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa syurga diliputi dengan perkara-perkara yang tidak disenangi, dan neraka diliputi dengan syahwat, jika telah jelas demikian -wahai muslim- sesungguhnya puasa itu menghancurkan syahwat, mematahkan tajamnya syahwat yang bisa mendekatkan seorang hamba ke neraka, puasa menghalangi orang yang puasa dari neraka, oleh karena itu banyak hadits yang menegaskan bahwa puasa adalah benteng dari neraaka, dan perisai yang menghalangi seseorang dari neraka.
Bersabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam (yang artinya):
"Tidaklah ada seorang hamba yang puasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia (karena puasanya) dari neraka sejauh tujuh puluh musim ".5)
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
"Puasa adalah perisai, seoramg hamba berperisai dengannya dari api neraka".6)
Dan bersabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam (yang artinya):
"Barang siapa yang berpuasa sehari di jalan Allah maka diantara dia dan neraka ada parit yang luasnya seperti antara langit dengan bumi".7)
Sebagian Ahlul Ilmi telah memahami bahwa hadits-hadits tersebut merupakan penjelasan tentang keutamaan puasa ketika jihad dan berperang di jalan Allah, namun dhahir hadits ini mencakup semua puasa jika dilakukan dengan ikhlas karena mengharapkan wajah Allah Ta'ala, sesuai dengan apa yang dijelaskan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam termasuk puasa di jalan. (yang disebutkan didalam hadits ini)

2. Puasa bisa memasukan seorang hamba ke dalam syurga.
Engkau telah tahu wahai hamba Allah yang taat, mudah-mudahan Allah memberimu taufik untuk mentaati-Nya, menguatkanmu dengan ruh dari-Nya, bahwa puasa menjauhkan orang yang mengamalkannya dari neraka. Jika demikian berarti mendekatkannya ke bagian pertengahan syurga.
Dari Abi Umamah radhiallahu 'anhu :
"Aku berkata : "Ya Rasulullahu Shalallahu 'alaihi wasallam tunjukkan padaku amalan yang bisa memasukanku ke syurga; beliau menjawab: "Atasmu puasa, tidak ada (amalan) yang semisal dengan itu.8)
3. Orang puasa yang diberi pahala yang tidak terhitung *
4. Orang yang berpuasa punya dua kegembiraan *
5. Bau mulutnya orang yang puasa lebih wangi dari baunya misk*
Dari Abi Hurairah radhiallahu 'anhu : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Semua amalan bani Adam untuknya kecuali puasa 9), karena puasa itu untuk Aku dan Aku akan membalasnya, puasa adalah perisai, jika salah seorang kalian sedang puasa janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, ucapkankanlah : "Aku orang yang sedang puasa 10), demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya sesungguhnya bau mulut orang yang puasa lebih wangi di sisi Allah daripada bau minyak misk 11), orang yang puasa punya dua kegembiraan, jika berbuka gembira, jika bertemu dengan Rabbnya gembira karena puasa yang dia lakukan.12)
Dalam riwayat Bukhori :
"Meninggalkan makan. minum dan syahwatnya karena Aku, puasa itu untuk-Ku. dan Aku yang akan membalasnya. kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat."
Dalam riwayat Muslim :
"Semua amalan Ibnu Adam dilipat gandakan, kebaikan dibalas dengan sepuluh kali, sampai tujuh ratus kali lipat, Allah Ta'ala berfirman : Kecuali puasa, karena dia itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya, dan meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku, bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan : gembira ketika berbuka, dan gembirabertemu dengan Rabbnya, dan sungguh bau mulut orang yang puasa disisi Allah adalah lebih wangi dari pada baunya misk."
6. Puasa dan Al-Qur'an akan memberikan syafaat kepada ahlinya :
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya) :
"Puasa dan Al-Qur'an akan memberikan syafaat kepada hamba di hari kiamat, puasa akan berkata : "Wahai Rabbku, aku menghalanginya dari makan dan syahwat, berilah dia syafaat karenaku, Al-Qur'an pun berkata : "Aku telah menghalanginya dari tidur di malam hari, berilah dia syafaat. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda : "maka keduanya memberi syafaat."13)
7. Puasa merupakan kafarat.
Diantara keistimewaan puasa, yang tidak ada dalam amalan lain adalah; Allah menjadikannya sebagai kafarat bagi orang yang memotong rambut kepalanya (ketika Haji) karena ada udzur sakit atau penyakit di kepalanya, dan kafarat bagi yang tidak mampu untuk membeli kurban, kafarat bagi pembunuh orang kafir yang punya perjanjian karena tidak sengaja, juga sebagai kafarat bagi yang membatalkan sumpah, atau yang membunuh binatang buruan di tanah haram, dan sebagai kafarat dhihar, akan jelas bagimu dalam ayat-ayat berikut ini;
Allah Ta'ala berfirman (yang artinya) :
"Dan sempurnakanlah olehmu ibadah haji dan umrah karena Allah; maka jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau sakit), maka wajib menyembelih kurban yang mudah didapat. Dan janganlah kamu mencukur rambut kepalamu, hingga kurban itu sampai ketempatnya, maka barang siapa sakit atau ada gangguan di kepalanya, maka hendaklah memberi fidyah, yaitu berpuasa atau memberi shodaqoh, menyembelih kurban maka ketika telah aman maka barang siapa yang melaksanakan ibadah haji dengan cara tamathu' maka wajiblah menyembelih kurban yang sudah di dapat (membayar dam) maka barang siapa yang tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari lagi apabila kamu telah kembali itulah sepuluh hari yang sempurna. Demikianlah bagi orang yang bukan dari penduduk Masjidil Haram, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwasanya Allah Maha keras siksanya. (Surat al-Baqoroh : 196)
Allah Ta'ala juga berfirman yang artinya :
"Dan jika ia dari golongan orang yang mengikat perjanjian antara kamu dengan mereka, maka hendaklah dibayar uang tebusan yang diserahkan kepada keluarganya, dan merdekakan budak mu'mtetapi barang siapa tak mampu, maka berpuasalah dua bulan berturut-turut, untuk penerimaan taubat dari pada Allah (sebagai suatu jalan bertaubat) karena Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Surat An-Nisaa' :92)
Allah Ta'ala berfirman yang artinya :
"Allah tidak menghukum kamu karena keterlanjuran sumpah-sumpahmu yang tidak di sengaja, tetapi ia menghukum kamu karena sumpah yang kamu sengaja (apabila kamu merusakannya) maka kifarat sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu atau memberikan pakaian kepada mereka atau memerdekan hamba sahaya. Barang siapa yang tidak sanggup melakukan yang demikian, hendaklah ia berpuasa tiga hari. Itulah kifarat sumpahmu jika kamu bersumpah. Dan peliharalah sumpah-sumpahmu (jangan terlalu mudah bersumpah). Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat kepadamu, supaya kamu mensyukuri." (Surat Al-Maidah ayat : 89)
Allah Ta'ala berfirman yang artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram. Barang siapa diantara kamu yang membunuhnya dengan sengaja, maka wajiblah atasnya denda, ialah mengganti dengan binatang ternak yang seperti binatang yang dibunuhnya yang ditetapkan oleh dua orang yang adil (penduduk Mekkah) atau kifaratnya memberi makanan kepada orang-orang miskin. atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu supaya merasakan akibat perbuatannya barang siapa yang mengulangi lagi mengerjakannya, maka Allah akan menyiksanya, Allah Maha Perkasa lagi mempunyai hak siksa."(Surat Al-Maidah : 95)
Allah Ta'ala berfirman yang artinya :
"Orang-orang yang mendhihar istrinya, kemudian ingin kembali kepada apa yang mereka katakan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum keduanya bercampur (bersetubuh). Demikian itu dijadikan nasihat kepadamu untuk mengerjakannya, dan Allah senantiasa mengetahui rahasia apa yang kamu kerjakan maka barang siapa yang tidak memperoleh budak (karena tidak kuat mengadakannya, atau memang tidak ada), maka ia berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bersentuhan maka barang siapa yang tiada berkuasa puasa, hendaklah memberi makan enam puluh orang miskin (keringanan) yang demikian itu agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang yang mengingkari (hukum-hukum Allah itu) adzab yang pedih." (Surat Al-Mujadalah :3-4)
Demikian pula, puasa dan shodaqoh bisa menghapuskan fitnah seorang pria dari harta, keluarganya dan anaknya. Dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiallahu 'anhu, berkata Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam (yang artinya):
"Fitnah pria dari keluarga (istri), harta dan tetangganya, bisa dihapuskan oleh shalat, puasa dan shodaqoh."14)
8. Rayyan bagi orang yang puasa.
Dari Sahl bin Sa'ad radhiallihu 'anhu, dari Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya) : "sesungguhnya dalam syurga ada satu pintu yang disebut dengan rayyan, orang-orang yang puasa akan masuk di hari kiamat nanti dari pintu tersebut, tidak ada orang selain mereka yang memasukinya. jika telah masuk orang terakhir yang puasa ditutuplah pintu tersebut, barang siapa yang masuk akan minum, dan barang siapa yang minum tidak akan merasa haus untuk selamanya."15)

---------------------
1) Pelindung
2) Maksudnya memutuskan syahwat jiwa
3) Yang mampu menikah dengan berbagai macam persiapannya
4) HR. Bukhori (4/106) dan Muslim (no. 1400) dari Ibnu Mas'ud
5) HR. Bukhori (6/35), Muslim (1153) dari Abu Sa'id AlKhudri, ini adalah lafadh Muslim. Sabda Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam : 70 musim yakni : perjalanan 70 tahun demikian dikatakan dalam "Fathul Bari" (6/48)
6) HR. Ahmad (3/241), (3/296) dari Jabir, Ahmad (4/22) dari Utsman bin Abil 'Ash. Ini adalah hadits yang shohih.
7) Dikeluarkan oleh Tirmidzi (no. 1624) dari haditsAbi Umamah, dan didalam sanadnya ada kelemahan, Al-Walid bin Jamil dia jujur tetapi sering salah, akan tetapi dia dapat diterima, dan dikeluarkan pula oleh Thobroni di dalam "Al-Kabir" (8/260, 274, 280) dari dua jalan dari Al Qosim dari Abi Umamah. Dan pada bab dari Abi Darda', dikeluarkan oleh Thobroni didalam "Ash-Shoghir" (1/273) didalamnya terdapat kelemahan. Kesimpulan dari derajat hadits ini adalah SHAHIH
8) HR Nasa'I (4/165), Ibnu Hibban (hal. 232 Mawarid), Al-Hakim (1/421) sanadnya SHAHIH
* seluruh paragraf terkumpul dalam yang akan kita baca.
9) Yakni : baginya pahala yang terbatas, kecuali puasa karena pahalanya tak terbatas
10) Dengan ucapan yang terdengar pencerca atau orang yang mengganggu tersebut, ada yang mengatakan : diucapkan dihatinya agar tidak saling cela atau saling memerangi!. Yang pertama lebih kuat dan lebih jelas, karena ucapan secara mutlak artinya adalah dengan lisan, adapun bisikan jiwa dibatasi oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah : "Sesungguhnya Allah memaafkan umatku apa yang terbetik dalam hati mereka selama belum berbicara, atau mengamalkannya. (Muttafq 'alaihi), jelaslah bahwa ucapan itu mutlak terjadi kecuali dengan ucapan yang dapat didengar yang terucap dengan huruf maupun dengan suara. Wallahu a'lam.
11) Lihatlah apa yang ditulis oleh Ibnul Qoyyim dalam "Al-Wabilu Shoyyib minal kalami Ath-Thoyyib" (hal 22-38).
12) HR. Bukhri (4/88), Muslim (no. 1151) ini lafadz Bukhori.
13) Diriwayatkan oleh Ahmad (no.6626), Hakim (1/554), Abu Nu'aim (8/161) dari jalan Huyyay bin Abdullah, dari Abdurrahman Al-Hubuli, dari Abdullah bin Amr. Dan sanadnya HASAN. Al-Haitsami berkata dalam "Majmu' Zawahid" (3/181) setelah menambah penisbatannya kepada Thobrani dalam "Al-Kabir" : "Rijalnya para perawi kitab shahih." Faidah " Hadits ini dan yang semisalnya menyatakan amalan itu berjasad, wajib diimani dengan keimanan yang kuat, tanpa mentahrif atau mentakwilnya,karena demikianlah manhaj salafus shalih, dan jalannya mereka tidak diragukan lebih selamt, lebih alim, dan bijaksana (tepat), cukuplah bagimu bahwa itu adalah salah satu syarat iman, Allah Ta'ala berfirman yang artinya : "Orang-orang yang beriman kepada perkara yang ghaib, mengerjakan shalat dan menginfakan apa yang kami berikan kepada mereka." (Surat Al-Baqoroh : 3)
14) HR. Bukhori (2/7) Muslim (144)
15) HR. Bukhori (4/95). Muslim (1152) tambahan akhir dalam riwayat Ibnu Khuzhaimah dalam kitab Shahihnya (1903)
Hadits-Hadits Yang Mewajibkan Memelihara Janggut Atau Jambang
Antara hadith-hadith sahih dari Nabi s.a.w yang menunjukkan wajibnya memelihara janggut dan jambang kemudian mewajibkan orang-orang lelaki beriman supaya memotong atau menipiskan misai mereka serta pengharaman dari mencukur atau memotong janggut mereka ialah:

Abdullah bin Umar berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w : Janganlah kamu menyerupai orang-orang Musyrikin, peliharalah janggut kamu dan tipiskanlah misai (kumis) kamu. H/R al Bukhari, Muslim dan al Baihaqi.

Dari Abi Imamah : Bersabda Rasulullah s.a.w : Potonglah misai kamu dan peliharalah janggut kamu, tinggalkan (jangan meniru) Ahl al-Kitab. Hadith sahih, H/R Ahmad dan at Tabrani.

Dari Aisyah berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w : Sepuluh perkara dari fitrah (dari sunnah nabi-nabi) di antaranya ialah mencukur misai dan memelihara janggut.
H/R Ahmad, Muslim, Abu Daud, at Turmizi, an Nasaii dan Ibn Majah.

Bagi individu yang menjiwai hadith di atas pasti mampu memahami bahawa Nabi Muhammad s.a.w melarang setiap mukmin dari meniru atau menyerupai suluk (tatacara) orang-orang kafir sama ada dari golongan Yahudi, Nasrani, Majusi atau munafik. Antara penyerupaan yang dilarang oleh baginda ialah berupa pengharaman ke atas setiap orang lelaki yang beriman dari mencukur janggut dan jambang mereka. Kemudian baginda melarang pula dari memelihara misai (kumis) kerana dengan memelihara misai kemudian mencukur janggut telah menyerupai perbuatan semua golongan orang-orang kafir. Antara motif utama dari larangan baginda itu ialah agar orang-orang yang beriman dapat mengekalkan sunnah supaya tidak mudah pupus di samping mengharamkan setiap orang yang beriman dari meniru tata-etika, amalan dan tata-cara orang-orang kafir atau jahiliah.

Larangan yang berupa penegasan dari syara ini telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad s.a.w melalui hadith-hadith baginda. Terlalu sukar untuk ditolak atau dinafikan tentang pengharaman mencukur janggut ini kerana terlalu banyak hadith-hadith sahih yang telah membuktikannya dengan terang tentang pengharaman tersebut.

Memang tidak dapat diragukan, antara penyerupaan yang diharamkan oleh Nabi Muhammad s.a.w ialah meniru perbuatan orang-orang kafir yang kebanyakan dari mereka lebih gemar mencukur janggut dan jambang mereka kemudian membiarkan (memelihara) misai mereka sebagai hiasan. Ketegasan larangan mencukur janggut yang membawa kepada penyerupaan masih dapat difahami melalui hadith-hadith baginda yang seterusnya sebagaimana di bawah ini:

Dari Ibn Umar ra berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w : Sesiapa yang menyerupai satu satu kaum, maka ia telah menjadi golongan mereka. H/R Ahmad, Abu Daud dan at Tabrani.

Dari Abi Hurairah ra : Bersabda Rasulullah s.a.w : Bahawasanya ahli syirik memelihara misainya dan memotong janggutnya, maka janganlah meniru mereka, peliharalah janggut kamu dan potonglah misai kamu. H/R al Bazzar.

Bersabda Rasulullah s.a.w : Janganlah kamu meniru (menyerupai) orang-orang Majusi (penyembah berhala) kerana mereka itu memotong (mencukur) janggut mereka dan memanjangkan (memelihara) misai mereka. H/R Muslim.

Tipiskanlah misai kamu dan peliharalah janggut kamu. Di riwayat yang lain pula : Potonglah misai kamu dan peliharalah janggut kamu. H/R al Bukhari.

Dari Abi Hurairah berkata : Telah bersabda Rasulullah s.a.w : Di antara fitrah dalam Islam ialah memotong misai dan memelihara janggut, bahawasanya orang-orang Majusi memelihara misai mereka dan memotong janggut mereka, maka janganlah kamu menyerupai mereka, hendaklah kamu potong misai kamu dan peliharalah janggut kamu. H/R Ibn Habban.

Dari Abdullah bin Umar berkata : Pernah disebut kepada Rasulullah s.a.w seorang Majusi maka beliau bersabda : Mereka (orang-orang Majusi) memelihara misai mereka dan mencukur janggut mereka, maka (janganlah menyerupai cara mereka) tinggalkan cara mereka. H/R al Baihaqi.

Dari Ibn Umar ra berkata : Kami diperintah supaya memelihara janggut.
H/R Muslim.

Dari Abi Hurairah : Bersabda Rasulullah s.a.w : Cukurlah misai kamu dan peliharalah janggut kamu. H/R Muslim.

Dari Abi Hurairah berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w : Peliharalah janggut kamu dan cukurlah misai kamu, janganlah kamu meniru (menyerupai) Yahudi dan Nasrani. H/R Ahmad.

Dari Ibn Abbas berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w : Janganlah kamu meniru (menyerupai) Ajam (orang asing dan kafir), maka peliharalah janggut kamu.
H/R al Bazzar.

Jumhur ulama (ulama tafsir, hadith dan fiqah) menegaskan bahawa suruhan yang terdapat pada hadith-hadith (tentang janggut) adalah menunjukkan suruhan yang wajib bukan sunnah kerana ia menggunakan lafaz atau kalimah (ÕíÛÉ ÇáÇãÑ) : nada (gaya) suruhan yang tegas, jelas (dan diulang-ulang).
Lihat : (ÊÝÓíÑ ÇáäÕæÕ) Adib Saleh. Jld. 2 m/s 241.

Larangan Nabi Muhammad s.a.w agar orang-orang yang beriman tidak mencukur janggut mereka dan tidak menyerupai Yahudi, Nasrani atau Majusi telah dilahirkan oleh baginda melalui sabdanya dengan beberapa gaya bahasa dan ungkapan yang jelas, terang dan tegas. Sebagaimana hadith-hadith sahih di bawah ini:

Janganlah kamu menyerupai orang-orang Musyrikin, peliharalah janggut kamu.
H/R al-Bukhari dan Muslim.

Tinggalkan cara mereka (jangan meniru orang-orang musyrik) peliharalah janggut kamu dan cukurlah misai kamu. H/R al-Bazzar.

Tinggalkan cara Majusi (jangan meniru Majusi). H/R Muslim.

Dan janganlah kamu sekalian menyerupai Yahudi dan Nasrani. H/R Ahmad.

Janganlah kamu sekalian menyerupai orang-orang yang bukan Islam, peliharalah janggut kamu. H/R al-Bazzar.

Hadith-hadith di atas amat jelas menunjukkan bahawa Nabi Muhammad s.a.w telah mewajibkan kepada setiap orang-orang yang beriman agar memelihara janggut mereka kemudian memotong atau menipiskin misai mereka. Di samping itu mengharamkan mereka dari meniru perbuatan orang-orang kafir, sama ada golongan Yahudi, Nasrani, Majusi, munafik atau orang fasiq yang mengingkari surahan dan melanggar larangan yang terdapat di dalam hadith-hadith sahih tentang janggut dan penyerupaan sebagaimana kenyataan dari hadith-hadith sahih di atas tadi.

Begitu juga jika diteliti beberapa hadith di atas, maka antara ketegasan hadith tersebut ialah melarang orang-orang beriman dari meniru (menyerupai) perbuatan, amalan atau tingkah laku golongan Yahudi, Nasrani, Majusi dan semua orang-orang kafir, iaitu peniruan yang dilakukan dengan cara memotong (mencukur) janggut dan kemudian memelihara pula misai (kumis). Amat jelas dalam setiap hadith di atas suruhan atau perintah dari Nabi Muhammad s.a.w agar orang-orang yang beriman memelihara janggut mereka kemudian memotong atau menipiskan misai mereka. Antara tujuan suruhan tersebut ialah supaya orang-orang yang beriman tidak menyerupai golongan orang-orang kafir tidak kira apa jenis kekafiran mereka. Nabi telah memberi peringatan melalui hadith-hadith sahihnya kepada sesiapa yang melanggar dan mengabaikan perintah syara termauklah memelihara janggut.

Hadith dari Ibn Umar yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan Tabrani yang telah dikemukakan di atas, perlu dijiwai dan dicernakan di hati setiap mukmin agar sentiasa menjadi panduan dan perisai untuk memantapkan pegangan (istiqamah) dalam memelihara hukum berjanggut. Hadith yang dimaksudkan ialah:

Dari Ibn Umar ra berkata : Sesiapa yang menyerupai satu satu kaum, maka dia telah tergolong (agama) kaum itu.

H/R Ahmad, Abu Daud dan at Tabrani. Menurut keterangan al-Hafiz al-Iraqi dalam (ÊÎÑíÌ ÇáÇÍíÇÁ) bahawa sanad hadith ini sahih.

Kesahihan hadith di atas dapat memberi keyakinan dan penerangan bahawa sesiapa yang meniru atau menjadikan orang-orang jahiliah sama ada dari kalanganYahudi, Nasrani atau Majusi sebagai contoh dan mengenepikan amalan yang telah ditetapkan oleh agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w, maka peniru tersebut akan tetap menjadi golongan kafir yang ditiru selagi tidak bertaubat malah akan terus bersama mereka sehinggalah di akhirat. Kesahihan ini dapat dikuat dan dipastikan lagi dengan hadith sahih di bawah ini:

Tiga jenis manusia yang dibenci oleh Allah (antara mereka) ialah penganut Islam yang masih memilih (meniru) perbuatan jahiliah. H/R al-Bukhari.

Dalam sebuah hadith yang diriwayatkan oleh Ibn Umar, Nabi Muhammad s.a.w telah bersabda:
Sesiapa yang meniru (menyerupai) seperti mereka (orang-orang bukan Islam) sehingga ia mati, maka ia telah termasuk dalam golongan (mereka sehingga ke akhirat).

Memelihara janggut adalah fitrah Islamiyah yang diamalkan oleh semua nabi-nabi, rasul-rasul a.s, para sahabat dan orang-orang yang soleh. Pengertian fitrah Islamiyah boleh difahami dari apa yang telah dijelaskan oleh Imam as Suyuti di dalam kitabnya:

Sebaik-baik pengertian tentang fitrah boleh dikatakan bahawa ia adalah perbuatan mulia dipilih dan dilakukan oleh para nabi-nabi dan dipersetujui oleh syara sehingga menjadi seperti satu kemestian ke atasnya.

Sirah atau sejarah semua rasul-rasul dan nabi-nabi sehinggalah ke sirah Nabi Muhammad s.a.w serta tarikh semua para sahabat terutama Khulafa ar Rasyidin telah didedahkan kepada kita bahawa mereka semua didapati memelihara janggut kerana mengimani dan mentaati setiap perintah agama dan berpegang kepada fitrah yang diturunkan kepada rasul yang diutus untuk mendidik dan menunjukkan mereka jalan kebenaran. Mereka yakin hanya dengan mentaati Nabi atau Rasulullah s.a.w dalam semua aspek akan berjaya di dunia dan di akhirat. Antara kisah nabi yang terdapat di dalam al-Quran yang disebut dengan janggut ialah kisah Nabi Harun sebagaimana firman Allah:

Harun menjawab : Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan pula kepalaku. TAHA, 20:94.

Para Isteri Nabi Muhammad s.a.w juga suka melihat Nabi berjanggut sehingga ada yang meletakkan minyak wangi di janggut dan jambang Nabi. Sebagaimana hadith sahih di bawah ini:

Dari Aisyah Ummul Mukminin berkata : Aku mewangikan Nabi s.a.w dengan sebaik-baik wangi-wangian pada rambut dan janggutnya. Muttafiq alaihi.

Berkata Anas bin Malik : Janggut Nabi s.a.w didapati lebat dari sini ke sini, maka diletakkan kedua tangannya di pipinya. H/R Ibn Asyakir (dalam Tarikhnya).

Di dalam kitab (ÝÊÍ ÇáÈÇÑí) Jld. 10, M/s. 335, terdapat teks yang ditulis:

Memelihara janggut adalah kesan peninggalan yang diwariskan oleh (Nabi) Ibrahim alaihissalam wa ala nabiyina as salatu wassalam sebagaimana dia mewariskan (wajibnya) janggut maka begitu juga (wajibnya) berkhatan.

Dari Jabir berkata : Sesungguhnya Rasulullah lebat janggutnya. H/R Muslim.

Dari Muamar berkata : Kami bertanya kepada Khabbab, adakah Rasulullah s.a.w membaca (al-Quran) di waktu Zuhur dan Asar? Beliau berkata : Ya! Kami bertanya, dari mana engkau tahu? Beliau menjawab : Dengan bergerak-geraknya janggut baginda. H/R al Bukhari.

Dari Jabir berkata : Kebiasaannya Rasulullah s.a.w apabila bersikat dimulakan pada rambutnya kemudian pada janggutnya. H/R Muslim.

Dari Umar berkata : Sesungguhnya Rasulullah s.a.w lebat janggutnya, di riwayat yang lain tebal janggutnya dan di lain riwayat pula subur janggutnya.

H/R at Turmizi.

Dari Anas bin Malik berkata : Sesungguhnya Rasulullah s.a.w apabila berwuduk meletakkan tapak tangannya yang berair ke bawah dagunya dan diratakan (air) di janggutnya. Beliau bersabda : Beginilah aku disuruh oleh Tuhanku.
H/R Abu Daud.

Terdapat pada janggut (Nabi s.a.w) janggut yang putih. H/R Muslim.

Tidak kelihatan uban di janggutnya kecuali sedikit. H/R Muslim.

Rambut yang putih (uban) di kepala dan di janggut (Nabi Muhammad s.a.w) tidak melebihi dua puluh helai. H/R al-Bukhari.

Semua Para Sahabat r.a Berjanggut

Melalui keterangan yang diperolehi dari hadith sahih, athar dan sirah (sejarah para sahabat) terbukti tidak seorangpun dari kalangan para sahabat yang mencukur janggut mereka dan tidak seorangpun yang menghalalkan perbuatan mencukur janggut. Ini terbukti kerana didapati keseluruhan para sahabat berjanggut. Sebagaimana keterangan dari hadith-hadith di bawah ini:

Didapati Abu Bakar lebat janggutnya, Uthman jarang (tidak lebat) janggutnya tetapi panjang, dan Ali tebal janggutnya. H/R Turmizi.

Berkata al-Bukhari : Ibn Umar menipiskan misainya sehingga kelihatan kulitnya yang putih dan memelihara janggut dan jambangnya. Lihat: Fathulbari, jild 10, m/s 334.

Semasa Ibn Umar mengerjakan haji atau umrah, beliau menggenggam janggutnya, mana yang lebih (dari genggamannya) dipotong. H/R al-Bukhari.

Hadith-hadith di atas bukan sahaja menjelaskan suatu contoh perbuatan Nabi Muhammad, para nabi sebelum baginda dan juga para sahabat yang semua mereka memelihara janggut. Malah hadith-hadith di atas juga merupakan lanjutan yang berupa suruhan dari nabi-nabi dan rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad s.a.w.

Nabi Muhammad s.a.w meneruskan suruhan (lanjutan) tersebut ke atas orang-orang yang beriman supaya memelihara janggut mereka. Anehnya, dalam hal suruhan yang nyata ini dirasakan sukar difahami oleh segolongan para mufti, kadi, imam, ustaz dan alim ulama yang bertibaran di negara ini. Apakah mereka tidak pernah terjumpa (terbaca) walaupun sepotong dari beberapa hadith-hadith sahih sebagaimana yang tercatit di atas yang mewajibkan memelihara janggut sehingga mereka tidak sudi memeliharanya? Jika sekiranya mereka telah terbaca salah satu dari hadith-hadith tersebut mengapa pula tidak mahu menerima dan mentaatinya? Apakah mereka merupakan ulama buta, tuli, pekak dan bisu sehingga tidak dapat melihat, memahami, mengetahui dan menyampaikan sebegitu banyaknya hadith-hadith sahih yang memperkatakan tentang janggut? Mengapa pula suruhan dan larangan syara sebagaimana yang terdapat di dalam firman Allah di bawah ini tidak mereka sedari?:

Dan apa yang disampaikan oleh Rasul maka hendaklah kamu ambil (patuhi) dan apa yang ditegah kamu (dari melakukannya) maka hendaklah kamu tinggalkan. AL HASYAR, 59:7.

Ayat di atas memberi penekanan agar setiap orang-orang yang beriman bersikap patuh (taat), sama ada patuh dengan cara melaksanakan segala apa yang disuruh oleh Allah dan RasulNya atau patuh dengan cara meninggalkan segala apa yang telah dilarang atau diharamkan.

Orang-orang yang beriman tidak boleh mencontohi sikap Iblis yang enggan mematuhi suruhan Allah s.w.t apabila diarah supaya sujud kepada Nabi Adam a.s. Iblis dilaknat kerana mengingkari satu suruhan Allah. Keengganan mematuhi suruhan Rasulullah s.a.w samalah seperti mengingkari suruhan Allah kerana mentaati Rasulullah adalah asas mentaati Allah, maka mereka yang tidak mahu mematuhi arau mentaati suruhan Rasulullah s.aw yang diulang berkali-kali supaya memelihara janggut dan jambang dengan alasan berjanggut itu tidak kacak, selekeh, kelihatan comot dan sebagainya. Maka keingkaran dan alasan seperti ini ditakuti menyerupai alasan Iblis dan petanda yang mereka telah mewarisi sikap Iblis yang bongkak, biadab, bangga diri dan akhirnya ia dikekalkan di nereka hanya lantaran tidak mahu mematuhi satu-satunya suruhan Allah s.w.t iaitu sujud kepada bapa sekalian manusia..

Mentaati Allah dan Rasulnya dalam setiap aspek adalah bukti kukuh yang menandakan seseorang itu benar-benar mencintai Allah s.w.t dan RasulNya, kerana syarat untuk mencintai Allah dan RasulNya ialah ketaatan. Sebagaimana firman Allah:

Katakanlah jika kamu (benar-benar)mencintai Allah, ikutlah aku, nescaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. ALI IMRAN, 3:31.

Cinta perlukan pembuktian walaupun dalam hal atau perkara yang kecil dan dianggap remeh. Sikap orang-orang yang beriman apabila mengetahui bahawa Allah dan RasulNya telah menetapkan sesuatu hukum dan menyeru mereka supaya mematuhinya, maka oleh kerana cinta mereka yang bersangatan terhadap Allah dan Rasulnya maka mereka akan mematuhinya tanpa banyak persoalan. Kepatuhan mereka adalah benar-benar didorong oleh rasa cinta kepada Allah dan RasulNya sebagaimana firman Allah:

Sesungguhnya jawaban orang-orang yang beriman apabila mereka diseru kepada Allah dan RasulNya agar menghukum di antara mereka, ucapan mereka ialah : Kami mendengar dan kami patuh. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.AN NUUR, 24:51.

Orang-orang yang beriman akan mentaati segala suruhan Allah dan RasulNya walaupun sekecil-kecilnya kerana mereka mengimani bahawa suruhan Allah s.w.t wajib dipatuhui. Mereka menyedari jika suruhan yang kecil dan mudah tidak mampu dilaksanakan tentunya yang besar-besar akan ditinggalkan. Malah orang yang beriman akan sentiasa berpegang teguh dengan suruhan Allah s.w.t sebagaimana yang terdapat pada ayat di bawah ini:

Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahawa sesungguhnya kewajipan Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. AL MAAIDAH, 5:92.

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul, melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. AN NISAA 4:64.

Ayat-ayat di atas merupakan suruhan agar kita mengambil (mentaati suruhan yang berupa setiap apa) yang didatangkan (yang berupa perintah) dari Allah dan RasulNya kemudian meninggalkan semua yang ditegah (dilarang atau diharamkan) serta melaksanakan semampu mungkin setiap suruhan terutamanya yang nyata wajibnya.

Allah dan RasulNya tidak meridhai perbuatan orang-orang kafir, oleh sebab itu melaknat siapapun dari kalangan orang Islam yang meniru cari mereka yang tidak diridhai oleh Allah dan RasulNya seperti perbuatan mencukur janggut kemudian memelihara misai mereka sahaja. Orang-orang yang menyedari bahawa perbuatannya yang suka meniru perbuatan orang-orang kafir itu dibenci, dilaknat dan tidak diridhai oleh Allah dan RasulNya tetapi mereka masih meneruskan perbuatan tersebut dan menyukainya, maka ingatlah Allah telah mengancam orang-orang seperti ini dengan firmanNya:

Yang demikian itu adalah kerana sesungguhnya mereka mengikuti (apa yang menimbulkan) kemurkaan Allah dan (kerana) membenci keridhaanNya, sebab itu Allah menghapuskan (pahala) amal-amal mereka. MUHAMMAD, 47:28.

Nabi menegah orang-orang yang beriman dari mencukur janggut dan jambang mereka malah berkali-kali menyuruh memeliharanya dengan berbagai-bagai ungkapan agar dapat difahami dan diterima oleh umatnya. Apakah benar seseorang itu mencintai Allah dan RasulNya jika perkara yang paling mudah dan tidak mengeluarkan modal ini mereka abaikan dan tidak memperdulikannya langsung? Apakah mereka tidak mampu untuk memahami suruhan Nabi Muhammad s.a.w dan tidak mahu mentaatinya? Suri tauladan dari siapakah yang sewajarnya ditiru oleh orang-orang yang beriman? Apakah lebih berbangga dan menyenangi contoh yang ditiru dari Yahudi, Nasrani atau Majusi yang ditegah dari menirunya? Atau mencintai contoh dari Rasul utusan Allah, contoh dari para sahabat baginda dan contoh dari orang-orang soleh yang dibanggakan oleh setiap orang yang beriman apabila dapat mematuhi dan mentaati contoh tersebut? Contoh yang terbaik dan selayaknya dibanggakan hanyalah contoh yang ada pada diri Rasulullah s.a.w sebagaimana firman Allah:

Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah (dan kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak mengingati Allah. AL AHZAB, 33:21.

Maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. IBRAHIM, 14:36.

Berkata as-Syeikh Ismail al-Ansari dalam memperkatakan hadith (athar) dari Ibn Umar r.a:

Tidak syak lagi bahawa kata-kata Rasulullah s.a.w dan perbuatannya lebih berhak dan utama dipatuhi daripada kata-kata selain dari baginda, tidak kira siapapun orang itu.
Mencintai Nabi Muhammad s.a.w dan sunnahnya ialah dengan cara mencontohi segala suri teladan dan amalannya, mentaati seruannya dan mematuhi segala suruhannya sedaya mungkin. Berjanggut atau berjambang adalah suri teladan, suruhan dan amalan yang berupa sunnah para rasul, para nabi, para sahabat dan orang-orang soleh sejak dahulu kala sehinggalah ke hari kiamat.
Syaikh Al-Bany ditanya:
Kami melihat sebagian orang memakai jam tangan di tangan kanan, dan mereka berkata bahwa yang demikian itu sunnah, apa dalilnya?

Jawaban:
Kami berpegang teguh dalam masalah ini dengan kaidah umum yang terdapat dalam hadits Aisyah di dalam Ash Shahih, ia berkata:

Rasulullah menyukai menggunakan (mendahulukan) kanan dalam segala sesuatu, yaitu ketika bersisir, bersuci, dan dalam setiap urusan.

Dan kami tambahkan dalam hal ini, hadits lain yang diriwayatkan dalam Ash Shahih, bahwa beliau bersabda:

Sesungguhnya Yahudi tidak mencelup (menyemir) rambut-rambut mereka, karena itu berbedalah dengan mereka, dengan cara menyemir rambut kalian.

Juga hadits-hadits yang lain yang di dalamnya terdapat perintah untuk berbeda dengan musyrikin.

Maka dari hadits-hadits tersebut dapat kami simpulkan bahwa disunnahkan bagi seorang muslim untuk bersemangat dalam membedakan diri dengan orang-orang kafir.

Dan sepatutnyalah untuk kita ingat bahwa membedakan diri dari orang kafir, mengandung arti bahwa kita dilarang mengikuti adat kebiasaan mereka. Maka tidak boleh bagi seorang muslim untuk menyerupai orang kafir, dan sudah selayaknya bagi kita wntuk selalu tampil beda dengan orang-orang kafir.

Di antara adat kebiasaan orang kafir adalah memakai jam tangan di tangan kiri, padahal kita mendapatkan pintu yang teramat luas di dalam syariat untuk menyelisihi adat ini. Walhasil mengenakan jam tangan di tangan kanan merupakan pelaksanaan kaidah umum, yaitu (mendahulukan) yang kanan, dan juga kaidah umum yang lain yaitu membedakan diri dengan orang-orang kafir.

Diambil dari Fatwa-Fatwa Syaikh Nashiruddin Al-Albany, Penerbit: Media Hidayah
Shalat istikharah dilaksanakan ketika dihadapkan pada suatu permasalah agar pilihan kita mantap dan hati kita merasa tenang dengan apa yang kita pilih. Shalat istikharah dapat ketika akan menentukan pilihan pasangan hidup atau perkara-perkara yang lain

Saudara dan saudariku yang budiman, pernikahan adalah ikatan yang mempertalikan antara kedua pasangan suami-isteri. Memperhatikan supaya memilih isteri atau suami yang tepat adalah fase terpenting dalam permulaan pernikahan, dan dalam hal ini diperlukan kesungguhan yang mendalam untuk mendapatkan suami atau isteri yang tepat dari segala aspeknya. Siapa yang ingin ni'kah, hendaklah dia memilih pendamping hidupnya dengan
pilihan yang berlandaskan pengetahuan dan pemikiran yang kukuh serta sangat bersungguh-sungguh untuk beristikharah kepada Allah, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah kepada kita. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Jabir ra, ia menuturkan: Rasulullah mengajarkan kepada kami istikharah dalam segala perkara sebagaimana beliau mengajarkan surat al-Qur-an:

إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعِيشَتِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعِيشَتِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي بِهِ قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ

`Jika salah seorang dari kalian menghendaki suatu perkara, maka shalatlah dua rakaat dari selain shalat fardhu, kemudian hendaklah mengucapkan: 'Ya Allah, aku beristikharah kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku meminta penilaian-Mu dengan kemampuan-Mu dan aku meminta kepada-Mu dari karunia-Mu yang sangat besar. Sesungguhnya Engkau kuasa sedangkan aku tidak kuasa, Engkau mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha mengetahui perkara-perkara yang ghaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui perkara ini lebih baik bagiku dalam urusan agamaku, kehidupanku, dan kesudahan urusanku -atau urusan dunia dan akhiratku-, maka putuskanlah dan mudahkanlah urusan ini untukku, kemudian berkahilah untukku di dalamnya. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa itu buruk bagiku, baik dalam urusan agamaku, kehidupanku maupun kesudahan urusanku -atau urusan dunia dan akhiratku- maka palingkanlah ia dariku dan palingkanlah aku darinya serta putuskanlah yang terbaik untukku di mana pun berada, kemudian ridhailah aku dengannya.' Dan hendaklah is menyebutkan hajatnya.'' (HR. Bukhari, At-Tirmidzi, An-Nasai dan lainnya)
Di sini ada beberapa perkara penting yang wajib kita perhatikan:
  1. Istikharah dilakukan setelah menunaikan shalat dua rakaat selain shalat shalat fardhu (Tahiyyatul Masjid, atau setelah shalat sunnah lainnya).

  2. Do'a istikharah dilakukan setelah shalat, bukan di dalam shalat.

  3. Boleh mengulang-ulang istikharah, karena ini adalah do'a, dan mengulang-ulang do'a adalah dianjurkan.

  4. Sebagian orang menyangka bahwa setelah melakukan shalat Istikharah, seseorang akan melihat sesuatu dalam mimpinya. Hal ini tidak berdasar. Pada prinsipnya, jika seseorang telah melakukan shalat Istikharah, hatinya menjadi tenang dengan pilihannya, maka tujuan istikharah telah terpenuhi. Bukan seperti yang diduga sebagian orang bahwa jika seseorang tidak bermimpi, maka dia harus mengulangi istikharahnya lagi hingga ia bermimpi.

  5. Shalat Istikharah hukumnya dianjurkan, bukan wajib.

  6. Ibnu `Umar radhiallahu’anhuma berkata: Seseorang benar-benar beristikharah kepada Allah Ta'ala, lalu Dia menjadikan baik pilihannya itu, kemudian dia kesal kepada Rabb-nya, Namun tidak berapa lama kemudian dia melihat bahwa kesudahan yang baik telah dipilihkan untuknya (oleh Allah).'


Referensi:
Panduan Lengkap Nikah dari A sampai Z, Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin 'Abdir Razzaq. Pustaka Ibnu Katsier
Sebagian muslimin meremehkan pakaian ketika melaksanakan shalat, apakah dengan bahan yang diharamkan seperti sutra bagi laki-laki, adanya gambar makhluk bernyawa atau hal lainnya. Berikut pembahasan ringkas mengenai hal tersebut dan hal-hal lain yang berkaian dengannya

Beberapa Perkara yang Perlu Diperhatikan Saat Hendak Shalat
Shalat dengan pakaian yang diharamkan
Sebuah pakaian bisa diharamkan bagi seseorang, mungkin dari sisi diperolehnya pakaian tersebut dengan cara yang haram, atau zat pakaian itu sendiri yang haram atau sifatnya yang haram.
  • Diperoleh dengan cara yang haram, mungkin dengan mencuri ataupun merampasnya dari orang lain atau yang semisalnya.

  • Zat pakaian itu haram, seperti pakaian sutera dan emas yang diharamkan bagi laki-laki untuk memakainya atau pakaian yang bergambar makhluk hidup (manusia dan hewan).

  • Sifat pakaian itu haram, seperti seorang laki-laki memakai pakaian wanita atau sebaliknya.
Shalat mengenakan pakaian yang diharamkan tersebut hukumnya haram. Lantas, apakah shalat yang dikerjakan sah ataukah batal ? Dalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan ahlul ilmi. Namun pendapat mayoritas ahlul ilmi adalah shalatnya sah, tidak batal. Pelakunya dianggap telah berbuat maksiat karena melakukan perkara yang diharamkan, yakni memakai pakaian yang diharamkan. Ketika syariat melarang mengenakan sebuah pakaian secara mutlak pada saat menunaikan shalat ataupun di luar shalat, maka ini tidaklah mengandung konsekuensi batalnya shalat yang dikerjakan dengan memakai pakaian tersebut. (Asy-Syarhul Mumti’, 1/ 448).
Shalat dengan memakai pakaian bercorak/ bergambar
Ummul mukminin Aisyah mengabarkan:

“Nabi shalat mengenakan khamishah yang memiliki corak/gambar-gambar. Beliau memandang sekali ke arah gambar-gambarnya. Maka selesai dari shalatnya, beliau bersabda, “Bawalah khamishahku ini kepada Abu Jahm dan datangkan untukku anbijaniyyahnya Abu Jahm , karena khamisah ini hampir menyibukkanku dari shalatku tadi .” Hisyam bin Urwah berkata dari bapaknya dari Aisyah, “Nabi bersabda, “Ketika sedang shalat tadi aku sempat melihat ke gambarnya, maka aku khawatir gambar ini akan melalikan/menggodaku .” (HR. Al-Bukhari no. 373 dan Muslim no. 1239)

Al-Imam An-Nawawi dalam syarah(penjelasan)nya terhadap Shahih Muslim memberi judul bagi hadits di atas dengan “Karahiyatush Shalah fi Tsaubin Lahu A’lam” artinya makruhnya shalat dengan mengenakan pakaian bergambar.

Rasulullah mengatakan bahwa gambar-gambar yang ada pada khamishah tersebut sempat menyibukkan beliau. Maksudnya, hati beliau tersibukkan sesaat dari perhatian secara sempurna terhadap shalat yang sedang dikerjakan, dari mentadaburi dzikir-dzikir dan bacaannya karena memandang gambar yang ada pada khamishah yang sedang dikenakannya. Karena khawatir hati beliau akan tersibukkan dengannya, belaiau pun enggan mengenakan khamishah itu dan memerintahkan agar mengembalikannya kepada Abu Jahm. Dari sini kita pahami, tidak disenanginya mengenakan pakaian yang bercorak/bergambar ketika shalat karena dikhawatirkan akan mengganggu ibadah shalat tersebut, walaupun shalat yang dikerjakan tetap sah. Diambil istimbath hukum dari hadits ini bahwa dimakruhkan segala sesuatu yang dapat mengganggu kekhusyukan shalat seperti hiasan, warna-warni, dan ukiran pada dinding masjid, atau hal-hal lain yang dapat menyibukkan serta memalingkan hati orang yang sedang shalat. (Ihkamul Ahkam, kitab Ash-Shalah, bab Adz Dzikr ‘Aqibash Shalah, Al-Minhaj 5/46, Fathul Bari 1/627, Syarhu Az-Zarqani ‘ala Muwaththa’ Al-Imam Malik, 1/290)

Ibnu Daqiqil ‘Ied berkata, “Hadits ini menunjukkan bersegeranya Rasulullah untuk memperbaiki shalat (melakukan hal-hal yang memberi kemashalahatan bagi ibadah shalat) serta menyingkirkan apa yang mungkin menodai pelaksanaannya. Di mana beliau melepas khamishah yang dikenakannya, menyuruh sahabatnya untuk mengembalikannya dan meminta penggantinya berupa pakaian lain yang tidak menyibukkan.” (Ihkamul Ahkam, kitab Ash-Shalah, bab Adz-Dzikr ‘Aqibash Shalah)

Zainuddin Abul Fadhl Al-Iraqi menyatakan, “Hadits ini menunjukkan keharusan meyingkirkan apa saja yang dapat menyibukkan orang yang shalat dari ibadah shalatnya dan melalaikannya. Hadits ini juga mengandung hasungan untuk menghadap sepenuhnya pada amalan shalat dan khusyuk di dalamnya. Sebagaimana pula hadits ini menunjukan bahwa pikiran sedikit/sejenak tersibukkan dengan perkara selain shalat tidaklah mencacati keabsahan shalat.” (Tharhu At-Tatsrib, 2/585)

Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa tidak disenangi untuk shalat di tempat yang padanya ada hal-hal yang dapat mengganggu kekhusyukan shalat. Sehingga, sekiranya hal yang mengganggu itu dapat disingkirkan sebagaimana ditunjukkan dalam hadits berikut ini.

Anas bin Malik berkata, Aisyah memiliki qiram yang dipakainya untuk menutupi sisi rumahnya, maka Nabi bersabda:

“Singkirkan dari kami qirammu ini karena gambar-gambarnya terus menerus terbayang-bayang dalam shalatku.” (HR.Al-Bukhari no. 374)

Shalat Membawa Gambar
Bila seseorang shalat sementara di sakunya ada dompet yang di dalamnya terdapat uang kertas bergambar makhluk hidup, KTP, SIM yang tentunya ada pas fotonya, apakah shalatnya sah ?

Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab, “Shalatnya sah. Adapun gambar-gambar yang dibawanya dalam shalat tidaklah mencacati shalatnya karena ia dalam keadaan terpaksa atau ada kebutuhan untuk selalu membawanya. Adapun gambar/ foto kenang-kenangan, untuk mengingat seseorang dan semisalnya, tidak boleh dibawa. Bahkan tidak boleh dibiarkan tetap ada di dalam rumah, namun wajib dimusnahkan. Dengan dalil sabda Nabi kepada Ali bin Abi Thalib:

“Jangan engkau membiarkan satu gambar (makhluk hidup) kecuali engkau haus dan jangan pula membiarkan ada satu kuburan yang ditinggalkan kecuali engkau ratakan.” (HR. Al-Imam Muslim dalam Shahihnya)

Kemudian Asy-Syaikh menyebutkan beerapa hadits yang lainnya. (Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 10/417)

Shalat di Tempat yang Ada Gambar
Shalat di tempat yang di situ ada gambar-gambar bernyawa seprti gmbar-gambar pada surat kabar, majalah, dan buku-buku, atau gambar yang digantung di dinding hukumnya sah apabila si muslim yang shalat tersebut menunaikan shalatnya dengan tata cara yang diajarkan dalam syariat. Akan tetapi bila ia mencari tempat lain yang tidak ada gambarnya maka itu lebih utama dan lebih afdhal. (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 10/418)

Shalat Beralaskan Tikar
Dibolehkan shalat dengan memakai alas, baik berupa tikar, sajadah, kain, atau yang lainnaya selama alas tersebut tidak akan mengganggu orang yang shalat. Misalnya sajadahnya bergambar dan berwarna-warni, yang tentunya dapat menarik perhatian orang yang shalat. Di saat shalat, mungkin ia akan menoleh ke gambar-gambarnya lalu mengamatinya, terus memperhatikannya hingga ia lupa dari shalatnya, apa yang sedang dibacanya dan berapa rakaat ang telah dikerjakannya. Oleh karena itu tidak sepantasnya memakai sajadah yang padanya ada gambar masjid, karena bia jadi akan mengganggu orang yang shalat dan membuatnya menoleh ke gambar tersebut sehingga bisa mencacati shalatnya. (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatusy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 12/ 362)

Dalil tentang bolehnya shalat dengan memakai alas adalah sebagai berikut:

Anas bin malik mengabrkan bahwa neneknya yang bernama Mulaikah mengundang Rasulullah untuk menyantap hidangan yang dibuatnya. Beliau pun datang memenuhinya serta memakan hidangan yang disajikan. Selesainya, beliau bersabda , “Bangkitlah, aku akan shalat mengimami kalian.” Anas berkata,”Aku pun bangkit untuk mengambil tikar kami yang telah menghitam karena lamanya dipakai. Aku percikkan air untuk membersihkannya. Rasulullah lalu berdiri. Aku dan seorang anak yatim membuat shaf di belakang beliau, sementara nenekku berdiri di belakang kami. Rasulullah shalat dua rakaat mengimami kami, kemudian beliau pergi.” (HR. Al-Bukhari no. 380 dan Muslim no. 1497)

Abu Sa’id Al-Khudri menyatakan:

“Ia pernah masuk menemui Rasulullah, ternyata ia dapatkan beliau sedang shalat di atas tikar, beliau sujud di atas tikar tersebut.” (HR. Muslim no. 1503)

Aisyah berkata:

“Adalah Rasulullah shalat beraaskan khumrah .” (HR. Al-Bukhari no. 379 dan diriwayatkan pula oleh Muslim no. 1502 dari hadits Maimunah)

Ibnu Baththal berkata, “Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan fuqaha di berbagai negeri tentang bolehnya shalat di atas/beralas khumrah. Keculai perbuatan yang diriwayatkan dari ‘Umar bin Abdil ‘Aziz bahwa ia pernah meminta tanah lalu diletakkannya di atas khumrahnya untuk kemudian sujud di atas tanah tersebut. Mungkin apa yang dilakukan oleh ‘Umar bin Abdil ‘Aziz ini karena berlebih-lebihannya beliau dalam sikap tawadhu’ dan khusyuk. Dengan begitu, dalam perbuatan beliau ini tidak ada penyelisihan dengan pendapat jamaah (yang menyatakan bolehnya sujud di atas khumrah).

Ibnu Abi Syaibah meriwaytkan dari ‘Urwah ibnuz Zubair bahwa ia membenci (memakruhkan) shalat di atas sesuatu selain bumi /tanah (membenci shalat dengan memakai alas). Demikian pula riwayat dari selain ‘Urwah. Namun dimungkinkan makruhnya di sini adalah karahah tanzih (bukan haram).” (Fathul Bari, 1/633)

Namun perbuatan Rasulullah ini cukuplah menujukkan kebolehan shalat di atas alas. Wallahu a’lam.

Al-Imam An-Nawawi menyatakan ,”Orang-orang dalam mazhab kami berkata, ‘Tidak dibenci shalat di atas wol, bulu, hamparan, permadani, dan benda-benda seluruhnya. Inilah pendapat dalam mazhab kami’.” (Al-Majmu’, 3/169)

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata, “Tidak apa-apa shalat di atas hamparan/tikar dan permadani dari wol, kulit, dan bulu. Sebagaimana dibolehkan shalat di ats kain dari katun, linen, dan seluruh bahan yang suci.” (Al-Mughni, kitab Ash-Shalah, fashl Tashihhu Ash-Shalah ‘alal Hashir wal Bisath minash Shuf)

Shalat dengan Pakaian yang Dikenankan Saat Buang Hajat/di WC
Fadhilatusy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin pernah ditanya tentang hal ini, karena memungkinkan ketika keluar dari WC pakaian mereka terkena najis dan tidak diragukan WC tidak lepas dari najis. Bila demikian, apakah sah shalat mereka dengan mengenakan pakaian tersebut ? beliau menjawab, “Sebelum aku menjawab pertanyaan ini, aku hendak mengatakan bahwa syariat Islam ini, alhamdulillah, telah sempurna dari seluruh sisi. Cocok dengan fitrah manusia yang Allah ciptakan makhluk di atas fitrah tersebut. Di mana pula, agama ini datang dengan kemudahan dan keringanan, bahkan datang untuk menjauhkan manusia dari kebingungan dalam was-was dan bayangan-bayangan yang tidak ada asalny. Berdasarkan hal ini, seseorang dengan pakaian yang dikenakannya berada di atas kesucian, karena hukum asalnya demikian, selama ia tidak yakin tubuh dan pakaiannya terkena najis. Inilah hukum asal yang dipersaksikan oleh sabda Rasulullah tatkala ada seseorang mengadu kepada beliau bahwa ia merasa berhadats ketika sedang mengerjakan shalatnya. Beliau bersabda:

“Jangan ia berpaling (membatalkan shalatnya) sampai ia mendegar suara (angin) atau ia mendapati baunya.”

Maka hukum asalnya adalah tetapnya sesuatu di atas keadaanya semula (dalam hal ini: suci). Dengan begitu, basahnya pakaian yang dikenankan mereka saat masuk WC, bisakah dipastikan bahwa cairan tersebut adalah cairan yan najis dari air kencing, tahi, atau semisalnya ? Bila kita tidak bisa memastikan (tidak yakin) dengan perkara ini, maka dikembalikan kepada hukum asal, yaitu suci. Memang benar, menurut persangkan yang kuat pakaian itu bisa jadi terkena sedikit najis. Akan tetapi selama kita tidak yakin (sekedar menduga-duga) maka tetap hukum asal sesuatu itu suci, sehingga tidak wajib bagi mereka membasuh pakaian mereka. Dan mereka boleh shalat mengenakan pakaian tersebut.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatusy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 12/369)

Shalat Memakai Sandal
Rasulullah terkadang shalat tanpa alas kaki dan terkadang memakai sandal. Beliau membolehkan hal itu kepada umat beliau dengan sabdanya:

“Apabila salah seorang dari kalian shalat, maka hendaknya ia memakai kedua sandalnya atau ia lepaskan di antara kedua kakinya, dan jangan ia mengganggu orang ain dengan kedua sandalnya.” (HR. Al-Hakim 1/259, ia berkata, “Shahih di atas syarat Muslim.” Disepakati oleh Adz Dzahabi. Kata Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ashlu Shifati Shalatin Nabi 1/108, “Hadits ini memang sebagaimana yang dikatakan leh keduanya.”)

Didapatkan pula adanya penekanan beliauagar mengenakan sandal ketika shalat sebagaimana dalam hadits:

“Selisihilah Yahudi, karena mereka tidak shalat dengan mengenakan sandal dan tidak pula khuf mereka.” (HR. Abu Dawud no.652, dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa Fish Shahihain, hadits no. 471, 1/399)

Asy-Syaikh Al-Albani berkata, “Hadits ini memberi faedah disenanginya shalat dengan memakai sandal karena Rasulullah memerintahkannay dengan alasan untuk menyelisihi Yahudi. Minimal hukumnya adalah mustahab, walaupun secara dzahir hukumnya wajib. Karena hukum asal dari perintah adalah wajib, kecuali ada nash yang memalingkannya dari hukum wajib tersebut. Namun di sini tidaklah wajib hukumnya dengan dalil sabda beliau yang telah disebutkan sebelumnya:

“Apabila salah seorang dari kalian shalat, maka hendaknya ia memakai kedua sandalnya atau ia lepaskan keduanya…”

Dari ucapan beliau ini menunjukkan seseorang yang shalat diberi pilihan (antara memakai sandal atau melepaskannya) akan tetapi hal ini tidaklah meniadakan hukum mustahabnya…” (Ashlu Shifati Shalatin Nabi, 1/109, 110)

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari berkata, ”Mustahabnya dari sisi tujuan menyelisihi Yahudi.”

Sunnah ini tentunya akan dianggap asing oleh masyarakat kita karena ketidaktahuan mereka terhadap hukum-hukum yang rinci dalam agama ini. Juga karena pandangan mereka, apabila seseorang masuk masjid dalam keadaan memakai sandal berarti dia menghinakan masjid dan mengotorinya. Sehingga siapa saja yang hendak mengamalkan sunnah harus pandai-pandai melihat keadaan dan super hati-hati. Jangan sampai krena ingin menghidupkan sunnah namun hasilya malahan mendatangkan mudarat dan membuat fitnah di tengah masyarakatnya yang awam tersebut, yang menyebabkan sunnah ini justru dibenci dn agama ini semakin dijauhi. Wallahul musta’an.

Oleh karena itu, ajarilah dulu manusia agama yang mudah ini dengan penuh hikmah, sehingga mereka mengerti dan paham, dan pada akhirnya mereka cinta terhadap agama ini dan mengamalkan semua yang datang dari agama yang mulia ini, tanpa ada paksaan dari siapa pun. Wallahul muwaffiq ila ash-shawab.

FREE WORLDWIDE SHIPPING

BUY ONLINE - PICK UP AT STORE

ONLINE BOOKING SERVICE