Kita sering mendengar ungkapan ‘’Laa Ilaaha Illallaah adalah kunci surga”.
Ungkapan ini memang benar, tetapi sebagian orang salah kaprah memahami
masalah ini. Mereka merasa bahwa sekadar mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah sudah cukup. Mereka menganggap diri telah memegang kunci pintu surga. Padahal Laa Ilaaha Illallaah
memiliki makna yang harus dipahami dan syarat yang harus dipenuhi.
Kalau Kalimat Laa Ilaaha Illallaah merupakan kunci maka syarat-syarat
syahadat Laa Ilaaha Illallaah adalah gigi-giginya.
Setiap kunci akan berfungsi dengan baik jika memiliki gigi.Wahab bin Munabbih pernah ditanya, “Bukankah Laa Ilahaa Illallaah
kunci surga?” Ia menjawab, “Betul.” Tetapi, tiada satu kunci pun
kecuali ia memiliki gigi-gigi, jika kamu membawa kunci yang memiliki
gigi-gigi, pasti engkau dapat membuka pintu, namun jika engkau membawa
kunci yang tidak ada gigi-giginya pasti pintu itu tak akan terbuka.” (HR. Bukhari).
Berikut syarat-syarat kalimat agung ini:
-
Ilmu sebagai lawan dari kejahilan.
Maksudnya, seorang yang mengucakan syahadat Laa Ilaaha Illallaah
harus mengetahui makna kalimat tesebut. Dia harus mengetahui bahwa
makna dari kalimat itu adalah bahwa tidak ada Tuhan yang berhak
diibadahi kecuali Allah, dan semua yang disembah selain Allah adalah
sesembahan yang bathil. Pentingnya ilmu sebagai syarat Laa Ilaaha Illallaah diterangkan dalam beberapa ayat al-Quran, di antaranya surah Muhammad ayat 19 di atas dan Surat Az Zukhruf ayat 86:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ
“Maka ketahuilah,
bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan
mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin,
laki-laki dan perempuan.” (QS.Muhammad[47]:19).
وَلَا يَمْلِكُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِهِ الشَّفَاعَةَ إِلَّا مَن شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ [٤٣:٨٦]
“Dan orang-orang yang menyeru kepada selain Allah tidak dapat memberi syafaat (pertolongan di akhirat), kecuali orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka menyakini.”
Yang dimaksud dengan
al-haq dalam ayat diatas adalah kalimat La Ilaha Illallah. Artinya,
orang yang dapat memberi syafaat pada hari kiamat nanti hanyalah orang
yang bersyahadat Laa Ilaaha Illallaah .
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga menjanjikan surga bagi orang yang meninggal dunia dalam keadaan mengetahui makna kalimat Laa Ilaaha Illallaah.
مَن مات وهو يعلم أنّه لا إله إلا الله دخل الجنّة
“Barangsiapa yang
meninggal dunia sedang ia mengetahui, Tidak ada Ilaah yang berhak
disembah kecuali Allah , maka ia akan masuk surga.” (HR Muslim).
Akan tetapi sangat
disayangkan sebagaian orang mengucapkan kalimat yang mulia ini tanpa
mengetahui maknanya. Sehingga mereka melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan kalimat ini.
-
Yakin, Lawan dari Keraguan
Maksudnya orang yang mengucapkan syahadat Laa Ilaaha Illallaah
harus meyakini bahwa hanya Allah yang berhak untuk disembah dan
meyakini pula bahwa semua yang disembah selain Allah adalah bathil.
Adapun orang yang mengucapkan syahadat tanpa disertai oleh keyakinan
maka ucapan syahadatnya tidak akan bermanfaat samasekali.
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ
يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ [٤٩:١٥]
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman)
kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu.” (QS. Al Hujurat:15).
Dalam ayat di atas
Allah mensyaratkan agar keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya dikatakan
sebagai iman sejati, seseorang tidak boleh ragu dalam keimanannya.
Karena ragu dalam keimanan merupakan ciri orang munafik.
Dalam haditsnya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjadikan keyakinan sebagai syarat masuk surga bagi orang mengucapkan syahadat Laa Ilaaha Illallaah. Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;
“Aku bersyahadat,
Tidak ada Ilah (Tuhan) yang berhak disembah kecuali Allah dan aku
adalah Rasulullah. Tidak lah seoang hamba menemui Allah (meninggal)
dalam keadaan tidak ragu tentang dua hal ini melainkan ia kan masuk surga.” (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain dikatakan;
لا يلقى الله بهما عبدٌ غير شاكٍّ فيهما فيحجب عن الجنة
“Tidak ada seorang hamba yang bejumpa dengan Allah (meninggal dunia) tanpa meragukan dua kalimat tersebut (yakin terhadap syahadat) yang terhalang masuk surga”
Dalam hadits lain
yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah
radhiyallah ‘anhu, Rasulullah berkata kepada beliau:
مَنْ
لَقِيتُ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا
اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهِ قَلْبُهُ بَشَّرْتُهُ بِالْجَنَّةَ
“Siapapun yang
anda temui di balik tembok ini bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
berhak disembah kecuali Allah disertai keyakinan hatinya terhadap
kalimat tersebut, maka sampaikanlah kabar gembira kepadanya (bahwa ia akan masuk) surga”. (HR. Muslim)
-
Ikhlas lawan dari kesyirikan
Orang yang bersyahadat hendaknya mengucapkan kalimat itu dengan ikhlas semata-semata
karena Allah. Kalimat yang agung ini tidak akan memberikan manfaat
apa-apa kepada pengucapnya jika tidak diucapkan dengan ikhlas. Allah
berfirman dalam surah Az-Zumar ayat 3:
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
“Ketahuilah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik)” (39:3)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwaytkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah ditanya, “Siapa orang yang paling berbahagia dengan syafa’atmu
pada hari kiamat kelak?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab;
أسعد الناس بشفاعتي من قال لا إله إلا الله خالصاً من قلبه (أونفسه). . . .
“Orang yang
paling berbahagia dengan syafa’atku adalah orang yang mengucapkan La
Ilaha Illallah dengan ikhlas dari lubuk hatinya atau dirinya” (HR. Bukhari)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari ‘Utban Radhiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda;
إِنَّ اللهَ حَرّمَ عَلَى النَّارِ مَن قال لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله عزّوجلّ
“Sesungguhnya
Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan Laa Ilaaha
Illallaah, ia lakukan hal itu karena mengharapkan wajah Allah ‘Azza wa
jalla (Ikhlas).” (HR Bukhari).
Berbagai dalil al-Qur’an dan hadits di atas menunjukan bahwa kalimat La Ilaha Illallah tidak cukup sekadar diucapkan. Tapi harus diilmui, diyakini, dan disertai keikhlasan. –sym- (Bersambung insya Allah)
Sumber : Syahadat La Ilaha Illallah; Ma’na, Rukun, dan Syaratnya (2) | Wahdah Islamiyah http://wahdah.or.id/syahadat-la-ilaha-illallah-mana-rukun-dan-syaratnya-2/#ixzz3Fq9ipULz