WAKTU
PUASA
Pada
awalnya para shahabat Nabiyul ummi Muhammad Shalallahu 'alaihi
wasallam, jika berpuasa dan hadir waktu berbuka mereka makan dan
minum serta menjimai istrinya selama belum tidur, Namun jika
seorang diantara mereka tidur sebelum menyantap makan malamnya
(berbuka) dia tidak boleh melakukan sedikitpun perkara-perkara
diatas, kemudian Allah dengan keluasan rahmat-Nya, memberikan
rukhshoh hingga orang yang tertidur disamakan hukumnya dengan
orang yang tidak tidur, hal ini diterangkan dengan rinci dalam
hadits berikut :
Dari
Al-Barraa' bin Ajib radhiallahu 'anhu berkata : "Dahulu
shahabat nabi Shalallahu 'alaihi wasallam jika salah seorang
diantara mereka puasa dan tiba waktu berbuka, tetapi tertidur
sebelum berbuka, tidak diperbolehkan makan malam dan siangnya
hingga sore lagi. Sungguh Qois bin Shirmah Al-Anshary pernah
berpuasa, ketika tiba waktu berbuka beliau mendatangi istrinya
kemudian berkata : "Apakah engkau punya makanan ? Istrinya
menjawab: "Tidak". Namun aku akan pergi mencarinya
untukmu, dia bekerja pada hari itu hingga terkantuk dan tertidur,
ketika istrinya kembali dan melihatnya, istrinya pun berkata :
"Khaibah untukmu
1) ketika pertengahan hari diapun
terbangun, kemudian menceritakan perkara tersebut kepada Nabi
hingga turunlah ayat ini yang artinya :
"Dihalalkan
bagimu pada malam puasa bercampur (berjima) dengan
istri-istrimu" (Surat Al-Baqoroh : 187).
Mereka
sangat gembira dan turun pula : (yang artinya) "Dan makan dan
minumlah sehingga terang kepadamu benang putih dari benang hitam
dari fajar."
2)
Inilah
rahmat rabbani yang dicurahkan oleh Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang berkata : "Kami
mendengar dan taat wahai Rabb kami ampunilah dosa kami
kepada-Mulah kami kembali" yakni dengan memberikan batasan
waktu puasa : batasan mulai dan berakhirnya yakni dimulai dari
terbitnya fajar hingga hilangnya siang dengan datangnya malam,
dengan kata lain hilangnyaa bundaran matahari di ufuk.
1.
Benang Putih dan benang Merah
Ketika
turun ayat tersebut sebagian shahabat Nabi Shalallahu 'alaihi
wasallam sengaja mengambil Iqol hitam dan putih 3),
kemudian mereka letakan dibawah bantal-bantal mereka, atau mereka
ikatkan dikaki mereka. Dan mereka terus makan dan minum hingga
jelas dalam melihat keduanya iqol tersebut (membedakan antara yang
putih dari yang hitam).
Dari
Adi bin Hatim radhiallahu 'anhu berkata : "ketika turun ayat:
"Jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam."
Aku
mengambil iqol hitam digabungkan dengan iqol putih, aku letakkan
di bawah bantalku, kalau malam aku terus melihatnya hingga jelas
bagiku, pagi harinya aku pergi menemui Rasulullah Shalallahu
'alaihi wasallam dan kuceritakan padanya perbuatanku tersebut.
Beliaupun berkata : "Maksud ayat tersebut adalah hitamnya
malam dan putihnya siang".
4)
Dari
Sahl bin Sa'ad radhiallahu 'anhu berkata, ketika turun ayat :
"makan dan minumlah hingga jelas bagi kalian benag putih dari
benang hitam."
Ada
seorang pria jika ingin puasa, mengikatkan benang hitam dan putih
di kakinya, dia terus makan dan minum hingga jelas melihat kedua
benang tersebut. Kemudian Allah turunkan ayat: "Karena
terbitnya fajar", mereka akhirnya tahu yang dimaksud adalah
hitam (gelapnya) malam dan terang (putihnya) siang".
5)
Setelah
penjelasan Qur'ani ini, sungguh telah dijelaskan oleh Rasul
Shalallahu 'alaihi wasallam kepada shahabatnya batasan untuk
membedakan serta sifat-sifat tertentu, hingga tidak ada lagi ruang
untuk ragu atau tidak mengetahuinya.
Bagi
Allah-lah mutiara penyair : Tidak benar sedikitpun dalam akal
jikalau siang butuh bukti
2.
Fajar Ada dua.
Diantara
hukum yang dijelaskan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam
dengan penjelasan yang rinci, bahwasanya fajar itu ada dua :
1.
Fajar Yang Kadzib, tidak dibolehkan ketika itu shalat subuh, dan
belum diharamkan bagi yang berpuasa untuk makan dan minum.
2.
Fajar Shadiq : yang mengharamkan makan bagi yang puasa, dan sudah
boleh melaksanakan shalat subuh.
Dari
Ibnu Abbas radhallahu 'anhuma : Rasulullah Shalallahu 'alaihi
wasallam bersabda (yang artinya): "Fajar itu ada dua : Yang
pertama tidak mengharamkan makan (bagi yang puasa), tidak halal
shalat ketika itu, yang kedua : mengharamkan makan dan telah
dibolehkan shalat ketika terbit fajar tersebut."
6)
Dan
ketahuilah -wahai saudara muslim- bahwa :
1.
Fajar kadzib adalah warna putih yang memancar panjang yang
menjulang seperti ekor binatang gembalaan.
2.
Fajar shadiq adalah warna yang memerah yang bersinar dan tampak
diatas puncak di bukit dan gunung-gunung, dan tersebar di jalanan
dan di jalan raya serta di atap-atap rumah, fajar inilah yang
berkaitan dengan hukum-hukum puasa dan shalat.
Dari
Samurah radhiallahu 'anhu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam
bersabda (yang artinya): "Janganlah kalian tertipu oleh
adzannya Bilal dan jangan pula tertipu oleh warna putih yang
memancar keatas sampai melintang."
7)
Dari
Thalq bin Ali: Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang
artinya): "Makan dan minumlah jangan kalian tertipu oleh
fajar yang memancar keatas, makan dan minumlah sampai warna merah
membentang."
8)
Ketahuilah
-mudah-mudahan engkau diberi taufiq untuk mentaati Rabbmu-
bahwasanya sifat-sifat fajar shadiq adalah yang bercocokan dengan
ayat yang mulia: "Hingga jelas bagi kalian benang putih dari
benang hitam karena fajar."
Karena
cahaya fajar jika membentang diufuk di atas lembah dan
gunung-gunung akan tampak seperti benang putih, dan akan tampak
diatasnya benang hitam yakni sisa-sia kegelapan malam yang pergi
menghilang.
Jika
telah jelas hal tersebut padamu berhentilah dari makan, minum dan
berjima' , kalau ditanganmu ada gelas berisi air atau minuman,
minumlah dengan tenang. Karena itu merupakan rukhshah (keringanan)
yang besar dari Dzat Yang Paling Pengasih kepada hamba-hamba-Nya
yang puasa, minumlah walaupun engkau telah mendengar adzan:
Raslullah
Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Jika
salah seorang kalian mendengar adzan padahal gelas ada
ditangannya, janganlah ia letakan hingga memenuhi hajatnya."
9)
Yang
dimaksud adzan dalam hadits diatas adalah adzan subuh yang kedua
karena telah terbitnya fajar shadiq dengan dalil tambahan riwayat,
yang diriwayatkan oleh Ahmad (2/510), Ibnu Jarir Ath-Thabari
(2/102) dan selain keduanya setelah hadits diatas.
"Dahulu
seorang muadzin melakukan adzan ketika terbit fajar."10)
Yang
mendukung makna seperti ini adalah riwayat Abu Umamah radhiallahu
'anhu: "telah dikumandangkan iqomah shalat ketika itu di
tangan Umar masih ada gelas, dia berkata: "Boleh aku
meminumnya, ya Rasulallah ? Rasulullah bersabda : Ya
minumlah."
11)
Jelaslah
bahwa menghentikan makan sebelum terbit fajar shadiq dengan dalih
Ihtiyath (hati-hati) adalah perbuatan bid'ah yang diada-adakan.
Al-Hafidz
Ibnu Hajar rahimahullah berkata : (Fath) (4/199): "Termasuk
perbuatan bid'ah yang mungkar adalah yang diada-adakan pada zaman
ini, yaitu mengumandangkan adzan kedua sepertiga jam sebelum
waktunya di bulan Ramadhan, serta memadamkan lampu-lampu yang
dijadikan sebagai tanda telah haramnya makan dan minum bagi orang
yang mau puasa, mereka mengaku perbuatan ini dalam rangka ihtiyath
dalam ibadah, tidak ada yang mengetahuinya kecuali beberapa
gelintir manusia saja, hal ini telah menyeret mereka hingga
melakukan adzan ketika telah terbenam matahari beberapa derajat,
untuk meyakinkan telah masuknya waktu -itu sangkaan mereka- mereka
mengakhirkan buka dan menyegerakan sahur, hingga menyelisihi
sunnah, oleh karena itu sedikit pada mereka kebaikan dan kejahatan
banyak tersebar pada mereka, Allahul Musta'an.
Kami
katakan : Bid'ah ini, yakni menghentikan makan (imsak) sebelum
fajar dan mengakhirkan waktu buka, tetap ada dan terus berlangsung
di zaman ini, kepada Allahlah kita mengadu.
3.
Kemudian menyempurnakan Puasa hingga malam.
Jika
telah datang malam dari arah timur, menghilangnya siang dari barat
dan matahari telah terbenam berbukalah orang yang berpuasa.
Dari
Umar radhiallahu 'anhu berkata Rasulullah Shalalla'alaihi wasallam
bersabda (yang artinya): "Jika malam datang dari sini, siang
menghilang dari sini, dan terbenam matahari telah berbukalah orang
yang puasa."
12)
Hal
ini terwujud setelah terbenamnya matahari, walaupun sinarnya masih
ada, termasuk petunjuk Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam, jika
beliau puasa menyuruh seseorang untuk naik ke satu ketinggian,
jika orang berkata: "Matahari telah terbenam", beliaupun
berbuka.
13)
Sebagian
orang menyangka malam itu tidak terwujud langsung setelah
terbenamnya matahari, tapi masuknya malam setelah kegelapan
menyebar di timur dan di barat, sangkaan seperti ini pernah
terjadi pada shahabat Rasulullah, kemudian mereka diberi pemahaman
bahwa cukup dengan adanya awal gelap dari timur setelah hilangnya
bundaran matahari.
Dari
Abdullah bin Abi Aufa radhiallahu 'anhu: "Kami pernah bersama
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam dalam satu safar ketika itu
kami berpuasa (di bulan Ramadhan) ketika terbenam matahari
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada sebagian
kaum: "Wahai fulan, (dalam riwayat Abu Daud: "Wahai
bilal) berdiri ambilkan kami air, Rasulullah Shalallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Wahai Rasulullah kalau engkau tunggu sore
(dalam riwayat: "kalau engkau tunggu hingga sore, dalam
riwayat lain: Matahari) Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Turun ambilkan air, Bilalpun turun, kemudian Nabi
minum. Beliau bersabda: "Kalau kalian melihatnya niscaya akan
kalian lihat dari atas unta, yakni: Matahari, kemudian beliau
melemparkan (dalam riwayat: berisyarat dengan tangannya).(Dalam
riwayat Bukhori-Muslim: berisyarat dengan telunjuknya kearah
kiblat) kemudian berkata: "Jika kalian melihat malam telah
datang dari sini maka telah berbuka orang yang puasa."
14)
Telah
ada riwayat yang menegaskan bahwa para shahabat Nabi Shalallahu
'alaihi wasallam mengikuti perkataannya, dan perbuatan mereka
sesuai dengan perkataan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam,
Abu Said Al-Khudri berbuka ketika tenggelam (hilangnya) bundaran
matahari.
15)
[Peringatan]
Hukum-hukum
puasa yang diterangkan tadi berkaitan dengan pandangan mata
manusia, tidak boleh bertakalluf atau berlebihan dengan mengintai
hilal dan mengawasi dengan alat-alat perbintangan yang baru, atau
berpegangan dengan tanggalan ahlun nujum yang menyelewengkan kaum
muslimin dari sunnah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam,
hingga menjadi sebab sedikitnya kebaikan pada mereka
16)
wallahu a'lam.
Peringatan
Kedua:
Di
sebagian negeri Islam para muadzin menggunakan jadwal-jadwal waktu
shalat yang telah berlangsung lebih dari 50 tahun!! Hingga mereka
mengakhirkan berbuka puasa dan menyegerakan sahur, akhirnya mereka
menentang petunjuk Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Di
negeri-negeri seperti ini ada sekelompok orang yang bersemangat
dalam mengamalkan sunnah dengan berbuka berpedoman pada matahari
dan sahur berpedoman fajar. Jika terbenam matahari mereka berbuka,
jika terbit fajar shadiq -sebagaimana telah dijelaskan- mereka
menghentikan makan dan minum, inilah perbuatan syar'I yang shahih,
tidak diragukan lagi, barangsiapa yang menyangka mereka
menyelisihi sunnah, telah berprasangka salah, tidak ada daya dan
upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Jelaslah, ibadah puasa
berkaitan dengan matahari dan fajar, jika ada orang yang
menyelisihi qaidah ini, mereka telah salah, bukan orang yang
berpegang dengan ushul dan mengamalkannya. Adzan adalah
pemberitahuan masuknya waktu, tetap mengamalkan ushul/pokok yang
diajarkan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam adalah wajib,
hafalkan ini dan fahamilah !
-------------------
1)
Dari Al-Khoibah yang diharamkan, dikatakan: Khoba yakhibu jika
tidak mendapat permintaannya mencapai tujuannya.
2)
HR Bukhori (4/911).
3)
Iqal yaitu tali yang dipakai untuk mengikat Unta
"Mashabih" (2/422)
4)
HR. Bukhori (4/133), Muslim (1090) dhahir ayat ini bahwa Adi
dulunya hadir ketika turun ayat ini, berarti telah Islam, tapi
tidak demikian karena diwajibkannya puasa tahun kedua Hijriyah,
Adi masuk Islam tahun ke sembilan atau ke sepuluh, adapun tafsir
Adi ketika turun : yakni ketika aku masuk Islam dan dibacakan
surat ini kepadaku, inilah yang rajih sebagaimana riwayat Musnad
Ahmad (4/377): "Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam
mengajariku shalat dan puasa, beliau berkata: "Shalatlah
begini dan begini dan puasalah, jika terbenam matahari makan dan
minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam,
puasalah tiga puluh hari, kecuali kalau engkau melihat hilal
sebelum itu, aku mengambil dua benang dari rambut hitam dan putih
..... Hadits" Al-Fathul (4/132-133) dengan perubahan.
5)
HR Bukhori (4/114) dan Muslim (1091)
6)
HR Ibnu Khuzaimah (3/210), Al-Hakim (1/191 dan 495), Daruquthni
(2/165), Baihaqi (4/261) dari jalan Sufyan dari Ibnu Juraij dari
Atha' dari Ibnu Abbas. sanadnya SHAHIH. Juga ada syahid dari Jabir
: diriwayatkan oleh hakim (1/191), Baihaqi (4/215), Daruquthni
(2/165). Diikhtilafkan maushul atau mursal, dan syahid dari
Tsaubun : diriwayatkan oleh Ibnu Abi syaibah (3/27)
7)
HR Muslim (1094)
8)
HR Tirmidzi (3/76), Abu Daud (2/304), Ahmad (4/66), Ibnu Khuzaimah
(3/211) dari jalan Abdullah bin Nu'man dari Qais bin Thalaq dari
bapaknya, Sanadnya SHAHIH. Abdullah bin Nu'man : Dianggap tsiqah
oleh Ibnu Ma'in, Ibnu Hibban dan Al-Ajali, Ibnu Khuzaimah tidak
tahu keadilannya! Ibnu Hajar berkata Maqbul!!.
9)
HR Abu Daud (235), Ibnu Jarir (3115), Al-Hakim (1/426), Al-Baihaqi
(2/218), Ahmad (3/423), dari jalan Hamad dari Muhammad bin Amr
dari Abi Salamah dari Abu Hurairah sanadnya HASAN. Ada jalan lain,
diriwayatkan oleh Ahmad (2/510), Hakim (1/203, 205), dari jalan
Hamad, dari Amr bin Abi Amarah dari Abu Hurairah Sanadnya SHAHIH.
10) Riwayat tambahan ini membatalkan ta'liq Syaikh Habiburrahman
Al-A'dhami Al-Hanafi terhadap "Mushannaf Abdur Razak (4/173)
ketika berkata : "Ini dimungkinkan bahwa Nabi Shalallahu
'alaihi wasallam bahwasanya muadzin adzan sebelum terbit
fajar"!! Walhamdulillahi wahdah
11)
HR Ibnu Jarir (2/102) dari dua jalan dai Abu Umamah.
12)
HR Bukhari (4/171), Muslim (1100) perkataanya:"telah berbuka
orang yang puasa" yakni dari sisi hukum bukan kenyataan,
karena telah masuk waktu puasa.
13)
HR Al-Hakim (1/434), Ibnu Khuzaimah (2061) diSHAHIHkan oleh
Al-Hakim menurut syarat Bukhori-Muslim. Perkataan aufa: yakni:
naik atau melihat.
14)
HR Bukhori (4/199), Muslim (1101), Ahmad (4/381), Abu Daud (2352).
tambahan pertama dalam riwayat muslim (1101). tambahan kedua dalam
riwayat Abdur Razak (4/226) perkataanya "ambilkan segelas
air" yakni: siapkan untuk kami minuman dan makanan, Ashal
jadh: (mengaduk) menggerakan tepung atau susu dengan air dengan
menggunakan tongkat (kayu).
15)
Diriwayatkan oleh Bukhori dengan Mu'allaq (4/196) dan dimaushulkan
oleh Ibnu Abi Syaibah dalam "Mushannaf" (3/12), Said bin
Manshur sebagaimana dalam "Al-Fath" (4/196), Umdatul
Qori (9/130), lihat "Tagliqut Tagliq" (3/195)
16)
Barang siapa yang ingin tambahan penjelasan dan rincian yang baik,
akan dia temukan dalam kitab:
1. Majmu' Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (25/126-202)
2. Al-Majmu' Syarhul Muhadzab (6/279) karya Imam Nawawi.
3. Talkhisul kabir (2/187-188) karya Ibnu Hajar.