Latest Products

Tampilkan postingan dengan label wasiat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label wasiat. Tampilkan semua postingan

Oleh
Majdi As-Sayyid Ibrahim


عَنْ أَبِى بَكْرٍ بْنِ سُلَيْمَانَ القُرْسِى قَالَ: إِنَّ رَجُلاً مِنْ الأَنْصَارِ خَرَجَتْ بِهِ نَمْلَةٌ، فَدُلَّ أَنَّ الشِّفَاءَ بِنْتِ عَبْدِ اللَّهِ تَرْقِيْ مِنَ النَّمْلَةِن فَجَاءَهَا فَسَأَلَهَا أَنْْ تَرْقِيْهِ، فَقَالَتْ : وَاللَّهِ مَارَقَيْتُ مُنْدُ أَسْلَمْتُ، فَذَهَبَ الأَنْصَارِى إِلَى رَسُوْلِِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ بِالَّذِى قَالَتْ الِشِّفَاءُ، فَدَعَا رَسُوْلِِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الشِّفَاءَ، فَقَالَ : اَعْرِضَى عَلَيَّ. فَعَرَ ضَتْهَا فَقَالَ : اِرْقِيْهِ، وَعَلِّمِيْهَا حَفْصَةَ كَمَا عَلِّمْتِيْهَا الكِتَابَ، وَفِى رِوَايَةِ : الك

"Dari Abu Bakar bin Sulaiman Al-Qursyi, dia berkata.'Sesungguhnya ada seorang laki-laki dalam kalangan Anshar yang mempunyai bisul. Lalu ditunjukkan bahwa Asy-Syifa' binti Abdullah dapat mengobati bisul dengan ruqyah. Maka laki-laki Anshar itu mendatanginya lalu meminta agar dia mengobatinya lalu meminta agar dia mengobatinya dengan ruqyah. Asy-Syifa' berkata kata.'Demi Allah, aku tidak lagi mengobati dengan ruqyah sejak aku masuk Islam'.


Oleh
Majdi As-Sayyid Ibrahim


عَنْ أُمِّ العَلاَءِ قَالَتْ : عَادَنِيْ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا مَرِيْضَةً، فَقَالَ : اَبْشِرِىْ يَا أُمِّ العَلاَءِ، فَإِنِّ مَرَضَ المُسْلِمِ يُذْ هِِبُ اللَّهُ بِهِ خَطَايَاهُ كَمَا تُذْ هِبُ النَّارُ خَببَثَ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ

"Dari Ummu Al-Ala', dia berkata :"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjenguk-ku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. 'Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala'. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak". [1]


Oleh
Majdi As-Sayyid Ibrahim



قَالَ عَلِيٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلاَمُ شَكَتْ مَاتَلْقَى مِنْ أَثَرِالرَّحَى فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْيٌ، فَاْنَطَلَقَتْ فَلَمْ تَجِدْهُ، فَوَجَدَتْ عَائِشَةَ، فَأَخْبَرَتْهَا، فَلَمَّا جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ عَائِشَةُ بِمَجِِئِ فَاطِمَةَ فَجَاءَ النَّبِىُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْنَا، وَقَدْ اَخَذْنَا مَضَا جِعَنَا، فَذَ هَبْتُ لاِقُوْمَ، فَقَالَ : عَلَى مَكَا نِكُمَا، فَقَعَدَ بَيْنَنَا، حَتَّى وَجَدْتُ بُرْدَ قَدَمَيْهِ عَلَى صَدْرِى، وَقَالَ : أَلاَ أُعَلِّمُكُمَا خَيْرًا مِمَّا سَأَلْتُمَانِى؟! إِذَا أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا، تُكَبِّرَا أَرْبَعًا وَ ثَلاَثِيْنَ، وَتُسَبِّحَاثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ، وَتَحْمَدَا ثَلاَثَةً وَثَلاَثِيْنَ، فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ.


"Ali berkata, Fathimah mengeluhkan bekas alat penggiling yang dialaminya. Lalu pada saat itu ada seorang tawanan yang mendatangai Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Fathimah bertolak, namun tidak bertemu dengan beliau. Dia mendapatkan Aisyah. Lalu dia mengabarkan kepadanya. Tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba, Aisyah mengabarkan kedatangan Fathimah kepada beliau. Lalu beliau mendatangi kami, yang kala itu kami hendak berangkat tidur. Lalu aku siap berdiri, namun beliau berkata. 'Tetaplah di tempatmu'. Lalu beliau duduk di tengah kami, sehingga aku bisa merasakan dinginnya kedua telapak kaki beliau di dadaku. Beliau berkata. 'Ketahuilah, akan kuajarkan kepadamu sesuatu yang lebih baik dari pada apa yang engkau minta kepadaku. Apabila engkau hendak tidur, maka bertakbirlah tiga puluh empat kali, bertasbihlah tiga puluh tiga kali, dan bertahmidlah tiga puluh tiga kali, maka itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu". [1]

Wahai Ukhti Muslimah !
Inilah wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi putrinya yang suci, Fathimah, seorang pemuka para wanita penghuni sorga. Maka marilah kita mempelajari apa yang bermanfa'at bagi kehidupan dunia dan akhirat kita dari wasiat ini.

Fathimah merasa capai karena banyaknya pekerjaan yang harus ditanganinya, berupa pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, terutama pengaruh alat penggiling. Maka dia pun pergi menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta seorang pembantu, yakni seorang wanita yang bisa membantunya.

Tatkala Fathimah memasuki rumah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dia tidak mendapatkan beliau. Dia hanya mendapatkan Aisyah, Ummul Mukminin. Lalu Fathimah menyebutkan keperluannya kepada Aisyah. Tatkala beliau tiba, Aisyah mengabarkan urusan Fathimah.

Beliau mempertimbangkan permintaan Fathimah. Dan, memang beliau mempunyai beberapa orang tawanan perang, ada pula dari kaum wanitanya. Tetapi tawanan-tawanan ini akan dijual, dan hasilnya akan disalurkan kepada orang-orang Muslim yang fakir, yang tidak mempunyai tempat tinggal dan makanan kecuali dari apa yang diberikan Rasulullah. Lalu beliau pergi ke rumah Ali, suami Fathimah, yang saat itu keduanya siap hendak tidur. Beliau masuk rumah Ali dan Fathimah setelah meminta ijin dari keduanya. Tatkala beliau masuk, keduanya bermaksud hendak berdiri, namun beliau berkata. "Tetaplah engkau di tempatmu". "Telah dikabarkan kepadaku bahwa engkau datang untuk meminta. Lalu apakah keperluanmu?".

Fathimah menjawab."Ada kabar yang kudengar bahwa beberapa pembantu telah datang kepada engkau. Maka aku ingin agar engkau memberiku seorang pembantu untuk membantuku membuat roti dan adonannya. Karena hal ini sangat berat bagiku".

Beliau berkata. "mengapa engkau tidak datang meminta yang lebih engkau sukai atau lebih baik dari hal itu ?". Kemudian beliau memberi isyarat kepada keduanya, bahwa jika keduanya hendak tidur, hendaklah bertasbih kepada Allah, bertakbir dan bertahmid dengan bilangan tertentu yang disebutkan kepada keduanya. Lalu akhirnya beliau berkata. "Itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu".

Ali tidak melupakan wasiat ini, hingga setelah istrinya meninggal. Hal ini dikatakan Ibnu Abi Laila. "Ali berkata, 'Semenjak aku mendengar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, aku tidak pernah meninggalkan wasiat itu".

Ada yang bertanya. "Tidak pula pada malam perang Shiffin ?".
Ali menjawab. "Tidak pula pada malam perang Shiffin". [2]

Boleh jadi engkau bertanya-tanya apa hubungan antara pembantu yang diminta Fathimah dan dzikir ?

Hubungan keduanya sangat jelas bagi orang yang memiliki hati atau pikiran yang benar-benar sadar. Sebab dzikir bisa memberikan kekuatan kepada orang yang melakukannya. Bahkan kadang-kadang dia bisa melakukan sesuatu yang tidak pernah dibayangkan. Di antara manfaat dzikir adalah.

1. Menghilangkan duka dan kekhawatiran dari hati.
2. Mendatangkan kegembiraan dan keceriaan bagi hati.
3. Memberikan rasa nyaman dan kehormatan.
4. Membersihkan hati dari karat, yaitu berupa lalai dan hawa nafsu.

Boleh jadi engkau juga bertanya-tanya, ada dzikir-dzikir lain yang bisa dibaca sebelum tidur selain ini. Lalu mana yang lebih utama .? Pertanyaan ini dijawab oleh Al-Qady Iyadh : "Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beberapa dzikir sebelum berangkat tidur, yang bisa dipilih menurut kondisi, situasi dan orang yang mengucapkannya. Dalam semua dzikir itu terdapat keutamaan".

Secara umum wasiat ini mempunyai faidah yang agung dan banyak manfaat serta kebaikannya. Inilah yang disebutkan oleh sebagian ulama :

Pertama : Menurut Ibnu Baththal, di dalam hadits ini terkandung hujjah bagi keutamaan kemiskinan daripada kekayaan. Andaikata kekayaan lebih utama daripada kemiskinan, tentu beliau akan memberikan pembantu kepada Ali dan Fathimah. Dzikir yang diajarkan beliau dan tidak memberikan pembantu kepada keduanya, bisa diketahui bahwa beliau memilihkan yang lebih utama di sisi Allah bagi keduanya.

Pendapat ini disanggah oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar. Menurutnya, hal ini bisa berlaku jika beliau mempunyai lebihan pembantu. Sementara sudah disebutkan dalam pengabaran di atas bahwa beliau merasa perlu untuk menjual para tawanan itu untuk menafkahi orang-orang miskin. Maka menurut Iyadh, tidak ada sisi pembuktian dengan hadits ini bahwa orang miskin lebih utama daripada orang kaya.

Ada perbedaan pendapat mengenai makna kebaikan dalam pengabaran ini. Iyadh berkata. "Menurut zhahirnya, beliau hendak mengajarkan bahwa amal akhirat lebih utama daripada urusan dunia, seperti apapun keadaannya. Beliau membatasi pada hal itu, karena tidak memungkinkan bagi beliau untuk memberikan pembantu. Kemudian beliau mengajarkan dzikir itu, yang bisa mendatangkan pahala yang lebih utama daripada apa yang diminta keduanya".

Menurut Al-Qurthuby, beliau mengajarkan dzikir kepada keduanya, agar ia menjadi pengganti dari do'a tatkala keduanya dikejar kebutuhan, atau karena itulah yang lebih beliau sukai bagi putrinya, sebagaimana hal itu lebih beliau sukai bagi dirinya, sehingga kesulitannya bisa tertanggulangi dengan kesabaran, dan yang lebih penting lagi, karena berharap mendapat pahala.

Kedua : Disini dapat disimpulkan tentang upaya mendahulukan pencari ilmu daripada yang lain terhadap hak seperlima harta rampasan perang.

Ketiga : Hendaklah seseorang menanggung sendiri beban keluarganya dan lebih mementingkan akhirat daripada dunia kalau memang dia memiliki kemampuan untuk itu.

Keempat : Di dalam hadits ini terkandung pujian yang nyata bagi Ali dan Fathimah.

Kelima : Seperti itu pula gambaran kehidupan orang-orang salaf yang shalih, mayoritas para nabi dan walinya.

Keenam : Disini terkandung pelajaran sikap lemah lembut dan mengasihi anak putri dan menantu, tanpa harus merepotkan keduanya dan membiarkan keduanya pada posisi berbaring seperti semula. Bahkan beliau menyusupkan kakinya yang mulia di antara keduanya, lalu beliau mengajarkan dzikir, sebagai ganti dari pembantu yang diminta.

Ketujuh : Orang yang banyak dzikir sebelum berangkat tidur, tidak akan merasa letih. Sebab Fathimah mengeluh letih karena bekerja. Lalu beliau mengajarkan dzikir itu. Begitulah yang disimpulkan Ibnu Taimiyah. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata. "Pendapat ini perlu diteliti lagi. Dzikir tidak menghilangkan letih. Tetapi hal ini bisa ditakwil bahwa orang yang banyak berdzikir, tidak akan merasa mendapat madharat karena kerjanya yang banyak dan tidak merasa sulit, meskipun rasa letih itu tetap ada".

Begitulah wahai Ukhti Muslimah, wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disampaikan kepada salah seorang pemimpin penghuni sorga, Fathimah, yaitu berupa kesabaran yang baik. Perhatikanlah bagaimana seorang putri Nabi dan istri seorang shahabat yang mulia, harus menggiling, membuat adonan roti dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya. Maka mengapa engkau tidak menirunya ?

[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
_______
Footnote
[1]. Hadits Shahih, ditakhrij Al-Bukhari 4/102, Muslim 17/45, Abu Dawud hadits nomor 5062, At-Tirmidzi hadits nomor 3469, Ahmad 1/96, Al-Baihaqy 7/293
[2]. Ditakhrij Muslim 17/46. Yang dimaksud perang Shiffin di sini adalah perang antara pihak Ali dan Mu'awiyah di Shiffin, suatu daerah antara Irak dan Syam. Kedua belah pihak berada di sana beberapa bulan
Oleh
Majdi As-Sayyid Ibrahim


َنْ أَبِى مَالِكٍ الأَشْعَرِى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ : النِّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْ تِهَا، تُقَامُ يَوْمَ القِيَا مَةِ، وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانِ، وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ

“Dari Abu Malik Al-Asy’ary Radahiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, Apabila wanita yang meratap tangis tidak bertaubat sebelum dia meninggal, maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat, dan ditubuhnya dikenakah jubah yang penuh ‘ter dan zirah’ yang penuh penyakit kudis” [1]


Wahai Ukhi Muslimah!
An-Nihayah adalah suara melolong dengan menyebut-nyebut orang yang sudah meninggal dan kebaikan-kebaikannya. Ada pula yang berpendapat bahwa maknanya ialah ratap tangis dengan menyebut-nyebut kebaikan orang yang meninggal.

Perbuatan ini termasuk perbuatan wanita-wanita jahiliyah. Apabila ada wanita muslimah yang melakukannya, berarti dia membuka dirinya untuk adzab Allah dan kemarahanNya. Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaiat para wanita, beliau mensyaratkan kepada mereka agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan ini, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Athiyyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membai’at kami, lalu membacakan kepada kami ayat : “Dan janganlah mereka menyekutukan sesuatu pun dengan Allah”, dan melarang kami dari nihayah. [2]

Wanita muslimah harus menghindari perbuatan wanita-wanita jahiliyah ini. Bahkan para sahabat wanita telah berjanji kepada beliau untuk meninggalkannya. Maka hendaknya engkau mawas diri terhadap adzab yang pedih bagi wanita yang meratap tangis, lalu dia mati dan belum bertaubat.

Sirbal artinya baju, gamis atau jubah, Qathiran maksudnya cairan hitam yang berbau busuk, yang cepat muncul karena panas yang teramat sangat dari daging atau tulang yang terbakar. Jarab artinya penyakit yang biasa menjangkiti kulit dan bisa meninggalkan noda-noda hitam. Ini merupakan gambaran siksa yang pedih dan adzab yang keras. Laki-laki yang kuat sekalipun tidak akan kuat menanggungnya. Lalu bagaimana menurut pendapatmu jika terjadi pada wanita yang lemah ?

Maka dari itu beliau mencegah perbuatan ini dan mewasiatkan agar wanita yang melakukannya segera bertaubat dengan bersungguh-sungguh, agar dosa yang lalu bisa terhapus. Wanita muslimah harus menjauhi perbuatan yang tercela ini dan tindakan-tindakan lain yang serupa, seperti mengikat rambut dan merobek-robek pakaian karena kematian salah seorang kerabat atau teman. Selanjutnya simaklah hadits berikut yang diriwayatkan Abu Burdah, dari bapaknya Abu Musa Al-Ay’ary, dia berkata.

“Abu Musa sedang sakit keras, hingga pingsan. Saat itu dia berada di bilik seorang wanita dari keluarganya. Lalu ada salah seorang wanita dari keluarganya yang berteriak-teriak. Namun Abu Musa tidak mampu mencegahnya sedikit pun. Tatkala semakin menjadi-jadi, maka dia berkata, ‘Aku berlepas diri dari apa yang Rasulullah berlepas diri darinya. Sesungguhnya Rasulullah berlepas diri dari wanita yang berteriak-teriak, yang mencukur rambut dan merobek-robek pakaian (karena kematian seseorang) [3]

Dalam hadits ini terdapat perintah yang keras agar menghindari hal-hal ini, yaitu berteriak dengan ratapan, sambil menyebut-nyebut kebaikan orang yang sudah meninggal, mencukur atau mengikat rambut, merobek-robek pakaian atau tindakan-tindakan lain yang biasa dilakukan para wanita jahiliyah.

Ungkapan perkataan Abu Musa bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari hal-hal ini, menunjukkan kesunggguhan pengharamannya, karena hal itu bisa menghilangkan kesempurnaan iman dan keridhaan terhadap qadha Allah serta qadarnya.

Imam Adz-Dzahaby berkata : Siksa dan laknat yang ditujukan kepada wanita yang meratap semacam ini, karena dia menyuruh kepada keguncangan dan mencegah dari kesabaran. Padahal Allah dan RasulNya menyuruh agar bersabar, mengcari keridhaan Allah, tidak guncang dan tidak marah. FirmanNya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ وَلَا تَقُولُوا لِمَن يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan, berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan : ‘Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un” [Al-Baqarah : 153-156]

Firman Allah : ‘Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu’, maksudnya Kami akan memperlakukan kamu sebagai orang yang mendapat cobaan. Sebab Allah sudah mengetahui bagaimana kesudahannya. Sebenarnya Allah tidak perlu menurunkan cobaan untuk mengetahui kesudahannya. Tetapi Dia ingin memperlakukan mereka sebagai orang yang mendapat cobaan. Siapa saja yang sabar akan mendapat pahala dari kesabarannya, dan siapa yang tidak sabar, dia tidak berhak mendapatkannya. Menurut Ibnu Abbas, ketakutan disini artinya kerugian, tidak mempunyai harta dan kerusakan hak milik. Kekurangan jiwa disini maksudnya karena kematian, terbunuh, sakit atau karena tua. Kekurangan buah-buahan maksudnya kekurangan hal-hal yang dibutuhkan, dan buah-buahan tidak panen seperti biasanya.

Rentetan ayat ini ditutup dengan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar, untuk menunjukkan bahwa siapa yang sabar menghadapi musibah, maka dia berada dalam janji pahala dari Allah. Maka firmanNya: ‘Berikanlah kabar gembira’, disusul dengan firmanNya : ‘Yang apabila ditimpa musibah’, dan tidak dikatakan : ‘Apabila mereka ditimpa kebaikan’. Inna lillahi maksudnya kami adalah hamba-hamba Allah, Dia bisa berbuat apa pun yang dikehendakiNya terhadap diri kita.

Begitulah uraian mengenai wasiat Nabawi ini. Oleh karena itu perbauilah imanmu jika menghadapi masalah seperti ini. Dan, apabila ada seseorang yang melakukannya, maka jelaskan hal-hal yang diharamkan.


[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih, ditakhrij Muslim 6/235, Ahmad 5/334, dari hadits Abu Malik, Ibnu Majah, hadits nomor 1582 dari hadits Ibnu Abbas.
[2]. Hadits shahih ditakhrij Al-Bukhary 6/187, Muslim 6/238, Abu Daud hadits nomor 3127
[3]. Hadits shahih ditakhrij Al-Bukhary 2/103, Muslim 2/110
Oleh
Majdi As-Sayyid Ibrahim


عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ : قَالَ رَسُوْ لُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ : يَاعَائِشَةُ إِيَّاكَ وَمُحَقَّرَاتِ الأعْمَالِ (وَفِى رِوَايَةِ : الذُنُوْبِ) فَإِنَّ لَهَا مِنَ اللَّهِ طَالِبًا


“Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Wahai Aisyah, hindarilah olehmu amal-amal yang remeh (dan dalam satu lafazh disebutkan dosa-dosa). Karena ada yang akan menuntut dari Allah terhadap amal-amal itu” [1]

Wahai Ukhti Muslimah !
Ini merupakan wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ummul Mukminin, Aisyah. Ini merupakan wasiat yang amat berharga dan berbobot, yaitu berupa peringatan tentang hal yang seringkali dilalaikan banyak orang, yaitu dosa-dosa kecil. Setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Anas berkata, “Sungguh kamu sekalian sudah mengetahui berbagai amal yang menurut pandangan itu lebih lembut dari sehelai rambut. Apabila kami menyebutnya pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ‘al-mubiqat (perbuatan durhaka)”. Artinya adalah hal-hal yang merusak menurut Al-Bukhary.

Perhatikanlah wahai ukhi mukminah ! Kalau yang dikatakan Anas seperti itu pada masa sahabat dan tabi’in, lalu bagaimana andaikata Anas melihat kondisi orang-orang pada masa sekarang? Tentu seorang mukmin akan merasa menyesal dan sedih menyaksikan para pemeluk Islam yang meremehkan hak-hak Allah, dan tidak ada yang dia katakan kecuali ucapan : Alangkah menyesalnya wahai hamba Allah.

Perhatikan Ummu Darda’ yang berkata, “Pada suatu hari Abu Darda masuk (rumah) sambil marah-marah. Maka Ummu Darda bertanya, Ada apa engkau ini?”

Abu Darda menjawab, “Demi Allah, aku tidak melihat sedikit pun dari urusan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallm di antara mereka, melainkan mereka shalat semuanya” [2]

Lalu apa yang bakal diucapkan Abu Darda andaikata dia melihat kehidupan orang-orang pada masa sekarang?

Wanita mukminah yang lurus dalam keimanannya tidak akan memandang kedurhakaan yang terjadi didepannya, lalu dia berkata tanpa menaruh perhatian, “itu hanya dosa kecil dan remeh”. Tetapi dia harus takut terhadap siksa Allah, menangis karena takut terhadap penderitaan api neraka dan merasa rugi andaikata dia terhalang untuk masuk surga.

Dulu, ada seorang zahid, Bilal bin Sa’d yang berkata, “Janganlah engkau melihat kepada kecilnya kesalahan. Tetapi lihatlah siapa yang engkau durhakai” [3]

Wanita mukminah yang lurus selalu merasa khawatir terhadap dirinya dan takut kepada siksa Allah. Maka dari itu dia selalu berada dalam ketaatan kepada Allah dan melaksanakan kebaikan.

Abu Ja’afr As-Sa’ih rahimahullah juga berkata, “Ada khabar yang sampai kepada kami, bahwa seorang wanita ahli ibadah yang selalu aktif melaksanakan shalat-shalat sunat, berkata kepada suaminya, “Celakalah engkau, bangunlah! Sampai kapan engkau tidur saja? Sampai kapan engkau selalu dalam keadaan lalai? Aku akan bersumpah demi engkau, janganlah mencari penghidupan kecuali dengan cara halal. Aku akan bersumpah demi engkau, janganlah masuk neraka hanya karena diriku. Cobalah berbuat baik kepada ibumu, sambunglah tali persaudaraan, janganlah memutus mereka sehingga Allah akan memutus dirimu”[4]

Begitulah yang dilakukan seorang wanita muslimah yang bertakwa dan merupakan ahli ibadah. Dia menolong suaminya kepada kepentingan urusan dunia dan akhirat.

Sedangkan pada zaman sekarang, kita melihat wanita-wanita muslimah tidak memerhatikan dosa-dosa kecil, kecuali orang yang dirahmati Allah. Bahkan akhirnya mereka berani mengerjakan dosa besar secara terang-terangan pada siang hari, tidak takut kemarahan Yang Mahapenguasa. Tadinya mereka meremehkan dosa. Dia tidak sadar bahwa bila seseorang sudah meremehkan suatu dosa, maka Alllah akan memperbesar dosa itu. Sehingga tidak cukup sampai di situ saja, sampai akhirnya dia terpuruk dalam dosa besar. Padahal awal mulanya berangkat dari dosa kecil. Sungguh benar perkataan seorang penyair.

“Segala kejadian berawal dari pandangan
kobaran api berasal dari keburukan yang kecil

Berapa banyak pandangan yang merusak sang pelaku
bagaikan rusaknya anak panah tanpa busur dan tali”

Maka wanita muslimah harus menjauhi dosa-dosa kecil, apalagi dosa-dosa besar. Selagi mereka mau meninggalkan dosa besar, taubat dar dosa-dosa kecil, beristighfar, menyesalinya dan mengakui bahwa meskipun kedurhakaan itu kecil, toh itu merupakan hak Allah, Pencipta langit dan bumi, yang memiliki keutamaan dalam segala sesuatu. Dengan adanya penyesalan dan pengakuan ini, maka sesungguhnya Allah itu Maha luas maghfirah dan rahmatNya, Dia pasti akan mengampuni. FirmanNya.

إِن تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلًا كَرِيمًا

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)” [An-Nisa : 31]

Allah juga berfirman.

وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ

“Dan, (bagi) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi ma’af” [Asy-Syura : 37]

الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ

“(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Rabb-mu Mahaluas ampunanNya” [An-Najm : 32]

Akhirnya sebelum meninggalkan wasiat yang sangat berharga ini, boleh jadi engkau bertanya-tanya seraya berkata, “Bukankah dosa-dosa kecil itu diampuni sebagaimana diampuninya kedurhakaan yang lain?

Kami tidak bisa mengatakan kecuali bahwa Allah itu sangat besar maghfirahNya, Mahaluas rahmatNya, mengampuni siapapun yang dikehendakiNya. Tetapi hendaklah engkau ketahui, andaikata dosa-dosa kecil itu berkumpul pada diri seseorang, tentu ia akan membinasakannya dan memasukkannya ke neraka. Kita berlindung kepada Allah dari hal itu.

Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengira seperti yang engkau kira. Lalu beliau hendak menjelaskan kepada mereka bahayanya masalah ini dan besarnya urusan ini. Maka beliau berkata seperti yang diriwayatkan Sahl bin Sa’d Radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata :

“Jauhilah olehmu sekalin dosa-dosa kecil. Karena perumpamaan dosa-dosa kecil itu laksana sekumpulan orang yang singgah di tengah lembah. Yang ini datang sambil membawa dahan, dan yang ini datang sambil membawa dahan, yang ini datang membawa dahan, lalu mereka memasak rotinya. Sesungguhnya dosa-dosa kecil itu perbuatan durhaka" [5]

[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
________
Footenote
[1]. Isnadnya Shahih, ditakhrij Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimy, Ibnu Hibban dan Al-Qaha’y dalam Musnadusy-Syihab.
Perkataan muhaqqarat, artinya hal-hal yang remeh. Muhaqqarat al-a’mal artinya perbuatan yang dilakukan seseorang dan dia tidak terlalu mempedulikannnya. Menurut Ibnu Bathal, apabila dosa-dosa yang kecil itu semakin banyak, maka ia menjadi dosa besar apabila dikerjakan terus menerus.
[2]. Ditakhrij Al-Bukhary 8/128
[3]. Az-Zuhd, Ahmad hal. 460. Hilyatulk\ Auliya’, Abu Nu’aim 5/223
[4]. Disebutkan Ibnul Jauzy dalam Shifatush Shafwah 4/437
[5] Isnadnya Shahih, ditakhrij Ahmad, Ath-Thabrany dalam Al-Kabir dan Ash-Shagir 2/49

Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid



Segala puji bagi Allah, tempat kita memohon pertolongan dan ampunan. Kita bershalawat dan salam atas Nabi dan kekasihNya; Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga serta para sahabatnya.

Wahai ukhti muslimah, dimanapun kalian berada. Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu. Demikian juga rahmat Allah dan barakahNya.

Ketahuilah, ukhti fillah.
Engkau adalah bagian dari laki-laki. Engkau adalah satu bagian dari keturunan manusia secara keseluruhan. Engkau adalah seorang ibu, isteri, anak, saudara, bibi, cucu dan sekaligus nenek buat mereka.


Oleh
Majdi As-Sayyid Ibrahim



عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ النَبِىُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : إِذَا بَاتَتِ المَرْأَةُ هَا جِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصبِحَ، وَفِى رِوَايَةِ، حَتَى تَرْجِعَ.

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Apabila seorang wanita menghindari tempat tidur suaminya pada malam hari, maka para malaikat melaknatnya hingga pagi hari”. Dalam suatu riwayat yang lain disebutkan : “Sehingga dia kembali” [1]


Wahai Ukhti Mukminah!
Ini merupakan wasiat yang sangat berharga dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diberikan kepada para wanita Muslimah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan mereka agar tidak menjauhi tempat tidur suami tanpa ada udzur menurut ukuran syari’at, seperti sakit yang keras. Bahkan haid bukan merupakan udzur untuk menjauhi tempat tidur suami. Sebab suami memiliki hak untuk mencumbui istrinya selain yang ditutupi kain bawah.

Islam yang hanif adalah agama Allah yang kekal, menghendaki agar hubungan suami istri antara laki-laki dan wanita menjadi kuat, kekal dan mantap. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada kita masalah-masalah yang bisa menyusupkan kelemahan dan keretakan dalam hubungan tersebut. Sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah memberikan batasan hak-hak kepada suami atas istri dan hak-hak istri atas suaminya, sehingga hubungan itu benar-benar menjadi harmonis.

Diantara hak-hak suami atas istrinya adalah hak di tempat tidur. Ini merupakan hak suami dalam kaitannya dengan senggama. Sebenarnya hak ini merupakan hak persekutuan antara laki-laki dan wanita secara bersama-sama. Tapi adakalanya terjadi perselisihan antara suami dan istrinya, sehingga kadang-kadang menimbulkan pertengkaran dan keretakan. Dan, kadang-kadang suami menjauhi tempat yang ditempati istrinya karena hendak mencari ketenangan, sampai akhirnya keduanya berkumpul kembali di tempat tidur. Dalam keadaan seperti ini bisa jadi suami berusaha untuk memperbaiki keretakan itu dan berbaikan kembali dengan istrinya. Namun hati sang istri masih dikuasai syetan, sehingga dia tidak mau menerima keadaan ini, sehingga dia menolak ajakan suami untuk mengadakan hubungan suami istri. Dengan cara seperti itu, berarti sang istri telah masuk ke dalam laknat para malaikat, sementara dia tidak menyadarinya. Maka dengarkanlah hadits berikut ini, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Apabila seorang laki-laki mengajak istrinya ke atas tempat tidur, lalu dia (istri) tidak mau mendatanginya, lalu dia (suami) marah kepadanya malam itu, maka para malaikat melaknatnya hingga pagi hari” [2]

Hal ini merupakan masalah yang sangat besar di sisi Allah, yaitu tatkala suami mengajak istrinya ke tempat tidur, lalu sang istri menolak atau pura-pura sakit (padahal tidak sakit). Wanita Mukminah yang benar harus bisa melupakan perselisihan dan kembali patuh kepada suaminya karena mengharap pahala dari Rabb-nya.

Dalam menafsirkan firman Allah : ‘Wanita-wanita shalihah adalah yang taat”, para ulama mengatakan, “Maksudnya memenuhi hak suami. Qunut disini artinya taat. Begitu pula yang dikatakan bila dalam do’a, “Maka hendaklah kita benar-benar memperhatikan wasiat Nabawi ini.

Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur”, Ibnu Abu Jumrah berkata, “Yang jelas, tempat tidur disini merupakan kiasan dari senggama. Ini merupakan kiasan tentang hal-hal yang biasanya dianggap mengundang rasa malu di dalam Al-Qur’an dan Sunnah” [3]

Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Lalu ia (istri) tidak mau mendatanginya”, dalam riwayat lain disebutkan : “Lalu dia (suami) marah kepadanya malam itu”, menurut Al-Hafizh, dengan adanya tambahan –di dalam riwayat lain di atas—merupakan sebab terjadinya laknat. Sebab pada saat itu ada ketetapan tentang kedurhakaan istri. Lalu halnya andaikata suami tidak marah, entah karena memang ada udzur yang bisa dimakluminya atau karena dia sendiri yang meninggalkan haknya.

Menurut Ibnu Abu Jumrah rahimahullah menyebutkan beberapa faidah dalam hadits ini.

1. Di dalamnya terkandung dalil tentang terkabulnya do’a para malaikat, entah baik atau entah buruk.

2. Di dalamnya terkandung pengertian bahwa kesabaran laki-laki untuk tidak bersenggama lebih lemah daripada kesabaran wanita.
3. Di dalamnya terkandung dalil bahwa gangguan yang paling sering menggelitik kaum laki-laki adalah kehendak untuk menikah. Maka hendaknya para wanita membantu dalam hal ini.

4. Di dalamnya terkandung isyarat keharusan taat kepada Allah dan sabar dalam beribadah kepada-Nya, sebagai balasan terhadap pengawasan Allah kepada hamba-Nya. Sebab Allah tidak membiarkan sedikit pun dari hak-Nya kecuali dijadikan orang yang siap melaksanakannya. Sehingga para malaikat dijadikan melaknat orang yang membuat hamba-Nya marah, karena salah satu syahwatnya tidak dipenuhi. Maka setiap hamba harus memenuhi hak-hak Rabb-nya yang dituntut darinya. Kalau tidak, alangkah malangnya nasib sekian banyak orang miskin yang membutuhkan pertolongan orang kaya yang seharusnya banyak kebaikannya.

Kelangsungan kehidupan antara suami istri merupakan jaminan kelangsungan kasih sayang antara keduanya. Kasih sayang ini merupakan luapan cinta yang benar, dengan saling meluapkan rasa kasih dan sayang antara kedunyanya dan rasa saling memberi sehinga terciptalah saling pengertian, ridha dan memahami.

Seorang suami mengungkapkan sarana yang dapat mengawetkan kasih sayang kepada istrinya, seraya mengatakan di dalam syairnya.

Ulurkan maafmu biar langgeng rasa kasih
usah bicarakan rupaku kala aku marah

Usah mengadu lalu kau pergi entah ke mana
hingga kesat hatiku dan berubah warna

Kulihat ada cinta dan perih di hati
andaikan menyatu cinta tak kan pergi

Siapa yang memperhatikan hak dan kewajiban-kewajiban suami istri dalam kehidupan Islam, tentu akan mendapatkan bahwa hak dan kewajiban itu berimbang dan selaras. Yang harus dilakukan ialah melaksanakan apa yang telah dikabarkan Islam dan sesuai dengan akhlak yang terpuji.

Selagi maing-masing pihak melaksanakan tanggung jawabnya, tentu akan menebarkan kasih sayang antara suami istri. Semoga apa yang dinukil Ibnu Abdi Rabbah dari Imran bin Hathan berikut ini, mengandung nasihat.

Imran pernah berkata kepada istrinya, seorang wanita yang amat cantik dan masih muda. Sementara itu, dia sendiri adalah laki-laki yang sama sekali tidak memiliki ketampanan yang bisa menarik minat wanita, “Sesungguhnya aku dan engkau akan masuk surga Insya Allah”

Istrinya bertanya. “Bagaimana itu terjadi?”

Dia menjawab, “Aku diberi istri secantik dirimu, lalu aku bersyukur, dan engkau diberi suami macam aku lalu engkau sabar”.

Seorang A’raby pernah ditanya tentang wanita, sedang dia memiliki pengetahuan yang mendalam tentang seluk beluk wanita. Maka dia menjawab, “Wanita yang paling utama adalah yan paling tinggi apabila berdiri, yang paling besar apabila sedang duduk, yang plaing benar apabila berbbicara, yang bersikap halus apabila sedang marah, apabila tertawa dia hanya tersenyum, apabila berkarya di memperindah karyanya, yang mentaati suaminya, yang berada di rumahnya, terhormat di tengah kaumnya dan hina tatkala sendirian. Banyak kasih sayangnya, banyak anaknya dan urusannya terpuji”.

Lalu dia ditanya, “Berilah kami gambaran sejahat-jahatnya wanita!”.

Dia menjawab, “Sejahat-jahat wanita adalah yang tertawa tidak karena tertarik (kepada sesuatu), mengatakan yang dusta, mengajak bertengkar suaminya, hidung di langit dan pantat di air”.

Begitulah sebaik-baik wanita, yaitu yang taat kepada suami dan yang memenuhi haknya. Dan, sejahat-jahat wanita adalah yang congkak dan merasa tinggi dari suaminya.

Alangkah indahnya perkataan Abu Darda kepada istrinya, Ummu Darda : “Apabila engkau melihatku marah maka ridhalah, dan apabila kulihat engkau marah, maka aku akan ridha kepadamu. Kalau tidak, kita tidak akan rukun”.

Maka jadilah wanita yang selalu memenuhi panggilan suami selagi dia meminta sesuatu padamu. Maka mengapa engkau tidak membuatnya ridha? Wanita Muslimah adalah wanita yang tampak menarik apabila dipandang suaminya. Apabila suami menyuruhnya kepada suatu yang baik dan mubah,maka dia patuh, apabila suami tidak ada di sisinya karena bepergian atau yang lain, maka dia menjaga dirinya dan harta suaminya. Wanita shalihah adalah wanita yang membantu suami dalam urusan dunia dan akhirat. Seorang penyair berkata :

Sebaik-baik urusan dunia manusia
yang membantu kelurusan urusan akhiratnya
hati yang bersyukur
lidah yang berdzikir
istri shalihah yang membantunya

Wahai ukhti Muslimah!
Begitulah seharusnya kita hidup bersama wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang dapat kita ambil manfaatnya tentang bagaimana sikap istri dalam menyenangkan suaminya dan apa kebaikan serta kebahagian yang bisa diciptakan bagi keduanya.

[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar, cetakan kelima 1999]
_______
Footnote
[1]. Isnadnya hasan shahih, ditakhrij Al-Bukhary, 7/39, Muslim, 8/10, Ahmad, 2/386, Ad-Darimy, 2./150, Al-Baihaqy, 7/292 dalam As-Sunan, Lafazh yang disebutkan di sini bagi Muslim.
[2]. Isnadnya shahih, ditakhrij Al-Bukhary, 4/141, Muslim, 10/8, Ahmad, 2/480, Abu Daud, hadits nomor 2141, Al-Baihaqy, 7/292
[3]. Fathul Bary, 9/294
Oleh
Ashom bin Muhammad Asy-Syarif


Wahai ukhti muslimah…..
Saya akan kemukakan.nasehat yang utama bagi kalian. Yakni tentang perlunya semangat dalam menuntut ilmu dan tafaqquh fid-din, akan tetapi pada kenyataannya banyak wanita yang tidak sungguh-sungguh dalam belajar, bahkan meninggalkannya (berpaling darinya). Telah menjadi keprihatinan tersendiri dalam benak saya. Oleh karena itu, insya Allah saya akan menjelaskan dan menguraikan urgensi tholibul ilmi dari dalil-dalil Al-Qur’an, disertai ta’liq sederhana.
Ukhti muslimah yang dirahmati-Nya,
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah banyak memaparkan pentingnya menuntut ilmu dalam deretan firman-Nya yang mengagumkan.

"Artinya : Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." [Ali-Imran :18]

Berkata Imam Al Qurtubi rahimahullah dalam tafsirnya :
"Ayat ini adalah dalil tentang keutaman ilmu dan kemuliaan ulama. Seandainya ada orang yang lebih mulia dari ulama, sungguh Allah akan menyertakan nama-Nya dan nama malaikat-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman juga kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kemuliaan ilmu."

"Artinya : Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." [Thaha :114]

Maka seandainya ada sesuatu yang lebih mulia daripada ilmu, sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta tambahan akan sesuatu itu, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan ilmu. [Tafsir Al-Qurthubi hal. 1283]

"Artinya : Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui" [Az-Zumar : 9]

Imam Al Qurtubi rahimahullah berkata :
"Menurut Az-Zujaj Radhiyallahu ‘anhu, maksud ayat tersebut yaitu orang yang tahu berbeda dengan orang yang tidak tahu, demikian juga orang taat tidaklah sama dengan orang bermaksiat. Orang yang mengetahui adalah orang yang dapat mengambil manfaat dari ilmu serta mengamalkannya. Dan orang yang tidak mengambil manfaat dari ilmu serta tidak mengamalkannya, maka ia berada dalam barisan orang yang tidak mengetahui" [Tafsir Al-Qurthubi hal. 5684]

"Artinya : Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." [Al-Mujaadilah : 11]

Imam Al Qurtubi rahimahullah berkata,
"Maksud ayat di atas yaitu, dalam hal pahala di akhirat dan kemuliaan di dunia, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meninggikan orang beriman dan berilmu di atas orang yang tidak berilmu. Kata Ibnu Mas`ud, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji para ulama. Dan makna bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat, adalah derajat dalam hal agama, apabila mereka melakukan perintah- perintah Allah" [Tafsir Al-Qurtubi hal. 5070]

"Artinya : Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambanya, hanyalah ulama." [Al- Fathirv: 28]

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
"Maksud ayat di atas adalah, orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan benar hanyalah ulama yang mengenal-Nya, karena semakin mengenal Allah Yang Maha Agung, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Mengetahui,Yang memiliki sifat kesempurnaan dan kebaikan, maka pengenalan, pengetahuan, dan ketakutan terhadap-Nya akan semakin sempurna" [Tafsir Ibnu Katsir 3/163]

"Artinya : Sesungguhnya al-Quran adalah ayat-ayat yang nyata dalam dada orang-orang yang diberi. Dan tidak mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang dholim." [Al-Ankabut : 49]

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata tentang ayat di atas.
"Allah Subhanahu wa Ta’ala menyanjung ahli ilmu, memuji dan memuliakan mereka dengan menjadikan kitab-Nya sebagai ayat-ayat yang nyata/jelas dalam dada mereka. Ini merupakan kekhususan dan kebaikan bagi mereka dan tidak bagi yang lainnya." [Miftah Daari As-Sa’adah hal. 1/50]

Dan kata Imam Al Qurtubi rahimahullah.
"Maksud ayat tersebut adalah, Al Qur`an bukanlah sihir atau syair, seperti yang dikatakan oleh orang-orang batil. Akan tetapi Al Qur`an adalah tanda dan dalil Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam Al Qur`an agama dan segala hukum-Nya dapat diketahui. Seperti itulah al-Qur`an di dalam dada-dada orang yang diberi ilmu. Mereka adalah para sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan orang-orang yang beriman kepadanya. Mereka berilmu, mampu memahami dan membedakan antara kalamullah, perkataan manusia dan ucapan-ucapan setan" [Tafsir Al-Qurtubi hal. 5070]

"Artinya : Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu`min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." [At-Taubah : 122]

Imam Al-Qurtubi rahimahullah berkata.
"Ayat ini merupakan pokok tentang wajibnya menuntut ilmu. Karena tidak seharusnya orang mukmin itu pergi ke medan perang semua, padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak, sehingga mereka meninggalkan beliau sendiri. Mereka membatalkan keinginan mereka, setelah mengetahui tidak dibolehkannya pergi secara keseluruhan. Beberapa orang dari tiap-tiap golongan, agar tetap tinggal bersama Nabi untuk mempelajari agama. Sehingga apabila orang- orang yang berperang itu telah kembali, mereka bisa mengabarkan dan meyebarkan pengetahuan ilmu mereka. Dalam ayat ini juga terdapat kewajiban untuk memahami Al Kitab dan Sunnah. Dan kewajiban tersebut adalah kewajiban kifayah bukan wajib `ain" [Tafsir Al-Qurtubi hal.3132]

“Artinya : Dan katakanlah:"Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan". [Thaha :114]

Berkata Ibnu `Uyainah rahimahullah.
"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa bertambah ilmunya sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala mewafatkan beliau" [Tafsir Ibnu Katsir 3/167]

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah.
"Dengan hal ini cukuplah merupakan kemuliaan bagi ilmu, yaitu bahwa Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta tambahan berupa ilmu" [Miftah Daari As-Sa’adah]

"Artinya : Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." [Al-An`am : 83]

Imam Al Qurtubi rahimahullah berkata.
"Firman Allah, Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat yaitu dengan ilmu, kepahaman dan imamah (kepemimpinan) serta kekuasaan" [Tafsir Al-Qurtubi hal. 2466]

"Artinya : Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu." [An Nisaa` : 113]

Berkata Ibnul Qoyyimrahimahullah tentang ayat di atas,
"Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kenikmatan-kenikmatan dan karunia-Nya kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kenikmatan dan karunia-Nya yang paling agung adalah memberinya Al Kitab dan hikmah serta mengajarkan kepadanya apa yang belum diketahuinya."[Miftah Daari As-Sa’adah 1/52]

Demikianlah Ukhti Muslimah
Semoga pemaparan saya kali ini bermanfaat bagi ukhti semuanya. Harapan saya semoga kita masih mendapat kesempatan untuk meniti ilmu-Nya yang maha luas. Amin

[Diterjemahkan oleh Salamah Ummu Ismail, dari Kitab Al-Kalimatun Nafi’at Lil Akhwatil Muslimah hal. 23-28]

[Disalin dari Majalah As Sunnah Edisi 04/Tahun VI/1423H/2002M. Diterbitkan Oleh Yayasan Lajnah Istiqomah Suarakarta, Alamat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]

FREE WORLDWIDE SHIPPING

BUY ONLINE - PICK UP AT STORE

ONLINE BOOKING SERVICE