Inspirasi Pekan Ini : Sahabat.. Raihlah Kebahagiaan Dijalan Ini…
Jalan hidup adalah suatu pilihan. Pilihan inilah yang
akan menentukan sukses tidaknya perjalanan seorang hamba menuju
Rabb-nya. Ya, inilah kehidupan yang memang tidak diukur seberapa lama
kita mengarunginya, namun ia bergantung dengan cara bagaimanakah kita
memanfaatkannya. Sebab umur manusia yang sesungguhnya adalah momen-momen
dimana semua waktu dan jiwanya ada diatas ketaatan dan taqwa. Selainnya
adalah suatu kematian. Simaklah sabda Rasulmu : “Perumpamaan orang yang mengingat Rabb-nya dengan yang tidak mengingat-Nya adalah laksana orang hidup dengan orang mati”.(HR Bukhari : 6407).
Jika anda belum yakin, lihatlah pilihan hidup seorang
penggembala kambing yang bernama Aslam radhiyallaahu’anhu dalam perang
Khaibar bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, hakikat usianya
tak cukup setengah hari, tepat diantara waktu ia melantunkan dua kalimat
syahadat dengan nikmat syahid yang ia rengkuh yang hanya berselang
beberapa jam saja, bahkan saking singkatnya, iapun tak sempat
mempersembahkan satu sujudpun kepada Allah ‘Azza Wajalla.1
Dalam usia keislaman dan ketaatan yang relatif
singkat inillah Sang Penggembala ini atau yang semisalnya bisa meraih
kesuksesan dan kebahagiaan didunia dan diakhirat. Kebahagiaan yang
mereka raih, bukanlah berlimpahnya materi dan harta, namun terselip
dalam kokohnya keimanan dan keteguhan hidup untuk sebuah misi dan
perjuangan islam yaitu jihad dan dakwah. Mereka yang menadzarkan
hidupnya dijalan suci ini, tak akan peduli kapan dan bagaimanakah akhir
hayat mereka, sebab dalam jiwa mereka sudah tertanam suatu kebahagiaan
yang menghunjam dalam lubuk hati terdalam, biasnya bisa anda lihat pada
pancaran wajah dan aura pandangan mereka, bahkan anda bisa merasakannya
dengan sekedar memandangnya, berjabat tangan, ataupun sekedar bercakap
dengannya. Ya, merekalah yang dimaksudkan oleh ungkapan : “Jasad mereka didunia, namun hati mereka telah berada diakhirat”.
Dengan misi suci inilah mereka merasakan bahagia dan
menyadari betapa berharganya hidup ini dengan berbagi asbab hidayah dan
keimanan yang direalisasikan dalam bentuk pengorbanan jiwa, waktu dan
harta demi sebuah proses pembinaan (tarbiyah), dakwah, dan jihad.
Sungguh benar ungkapan ahli hikmah : “Kebahagiaan memberi lebih besar
dibandingkan dengan kebahagiaan menerima, dan pemberian yang paling
utama adalah yang bersifat maknawi”. Tidak ada keraguan bagi kita,
pemberian maknawi yang paling utama adalah asbab hidayah dan perjuangan
untuk islam dan umat islam. Bahkan kebahagiaan jenis ini, sudah
dirasakan tatkala masih sekedar azam dan niat, jauh sebelum
mewujudkannya.
Rasa letih dan lelah yang menghinggapi jasad mereka
hanyalah sebagai cambuk spirit agar lebih bersabar diatas perjuangan
ini. Perumpamaan mereka sebagaimana diucapkan Ibnu Rajab rahimahullah : “Perjalanan akhirat tidak ditempuh dengan jasad, namun dengan perjalanan ruh”. Ini
lantaran, hakikat kelelahan adalah kelelahan ruh dan jiwa bukan
kelelahan jasad dan tubuh. Lalu bagaimana bisa rohani dan jiwa mereka
lelah, sementara jalan yang ia tempuh penuh dengan rahmat dan keberkahan
?! Oleh karenanya, mereka tak perlu kebahagiaan lain berupa harta dan
pangkat kedudukan, selain yang mendatangkan maslahat akhirat dan
perjuangan mereka.
Dari pengorbanan inilah mereka bisa meraih “nobel
kebahagiaan” yang merupakan salah satu bentuk nashr/kemenangan yang
Allah ta’ala janjikan untuk mereka :
إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ يَنصُرۡكُمۡ
Artinya : “Jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia menolong kalian”. (QS Muhammad : 7).
Simaklah ucapan salah seorang diantara mereka yang –insyaAllah- telah syahid diatas jalan ini : “Sesungguhnya,
kebahagiaan yang sempurna merupakan buah dan hasil yang mesti ada
tatkala kita melihat ideology dan aqidah kita (yang kita dakwahkan),
juga berhasil menjadi ideology dan aqidah yang dimiliki oleh orang lain
(yang kita dakwahi) sementara kita masih hidup. Sesungguhnya, hanya
sekedar kita membayangkan bahwa ideology dan aqidah (yang kita dakwahkan
ini) suatu saat nanti akan menjadi bekal hidup dan sumber kebahagiaan
oranglain –walaupun mungkin kita telah tiada lagi diatas bumi ini-, hal
ini telah cukup membuat hati kita tersirami dengan embun ridha,
kebahagiaan, dan ketentraman”. 2
Saking tingginya rasa bahagia yang mereka raih,
sampai-sampai bisa terasa hanya dengan sekedar membayangkan dan bermimpi
jika perjuangan mereka akan terus berlanjut setelah mereka tiada,
Impian ini adalah sesuatu yang haq dan terbukti, bukan sekedar angan dan
bukan tanpa alasan, sebab inilah amal jariyah yang paling kekal nan
berharga, dan senantiasa berkahnya akan terus ada dan tercurahkan.
“Barangsiapa yang menunjukkan kebaikan (pada
oranglain), maka ia (mendapatkan pahala) seperti (pahala) orang yang
melakukannya”. (HR Muslim : 1893).
Merekalah yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya : “Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung (bahagia)” (QS Ali ‘Imaran ; 104).
Merekalah yang paling berhak mendapatkan predikat
“orang-orang yang berwajah ceria dan berseri-seri” dihari kiamat kelak,
yang disebutkan Allah beberapa ayat setelahnya : “ Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya ” (QS Ali ‘Imran : 107).
Bandingkan dengan mereka yang hanya menjalani hidup
tanpa pengorbanan ini, hidup hanya untuk membahagiakan diri sendiri
tanpa peduli dengan kebahagiaan oranglain, atau bahkan hidup hanya untuk
menebarkan maksiat dan dosa. Simaklah ungkapan indah berikut agar anda
tahu perbandingannya : “Ketika kita hidup untuk
(kebahagiaan/kesenangan) diri kita sendiri saja, nampaknya kehidupan ini
terasa singkat dan tak berarti, yang mana seakan bermula dari saat kita
mulai berakal dan berakhir dengan tamatnya riwayat hidup kita. Namun
ketika kita hidup untuk (membahagiakan/mendakwahi) oranglain atau untuk
mempertahankan dan mendakwahkan sebuah ideology (islam), maka kehidupan
ini akan terasa panjang dan lama yang mana seakan bermula dari saat
diciptakan dan terus akan berlanjut walaupun setelah kita telah tiada
diatas bumi ini”.3
Inilah usia yang hakiki, usia yang terus produktif
menghasilkan pahala dan keberkahan lewat amalan jariyah dakwah dan ilmu,
walaupun kita tak ada lagi didunia ini.
Olehnya, saya mengajak diri pribadi dan setiap yang
membaca tulisan untuk segera bergabung dengan kafilah ini, kafilah yang
meniti diatas manhaj Allah dan jalan para salaf, dengan misi menabur
benih kebahagiaan umat manusia lewat perjuangan dakwah dan pembinaan
(tarbiyah).
“Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung (bahagia)” (QS Ali ‘Imaran ; 104).
Sungguh, betapa beruntungnya anda, jika telah ada
dalam kafilah ini. Kafilah yang tak akan menyerah walau jalan yang
ditempuh begitu panjang. Mungkin anda kan termakan usia atau bahkan
gugur ditengah perjalanan ini, namun sekali lagi, tolak ukur suatu
perjuangan bukanlah sampainya suatu perjuangan pada tujuan dan misi yang
ditetapkan –walaupun ini suatu keniscayaan-, namun ditentukan dari
keistiqamahan dan konsistennya anda mengarunginya.
Mungkin anda akan melihat sebagian yang tergabung
dalam kafilah ini memiliki khilaf dan ketergelinciran, atau tak sejalan
dengan pendapat yang anda miliki, namun tetaplah bertahan, sebab ia
hanyalah fitrah manusia, dan suatu kelumrahan yang mesti ada dalam suatu
komunitas orang-orang baik, sekalipun komunitas para sahabat
radhiyallaahu’anhum. Bahkan tugas anda saat itu adalah menasehati dan
berlapang dada akan adanya perbedaan selama yang dijunjung tinggi adalah
manhaj yang shahih. Tetaplah bersabar mengarungi ujian dalam jalan ini,
sebab ia kan berakhir pada jannah-Nya, insyaAllah.
“ Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”. (QS Ali ‘Imran : 3).
Oleh karenanya, sangat penting bagi mereka yang lebih
berafiliasi pada ilmu (baca : penuntut ilmu yang hanya duduk dimajelis
ilmu) untuk tetap menghormati dan menghargai perjuangan dan pengorbanan
para ulama, dan dai yang telah terjun dalam kancah dakwah dan perjuangan
ini, dengan perantaran mereka, anda dan orang lain bisa meraih secercah
hidayah dan mengenal agama islam dan manhaj shahih ini, Minimal sebagai
bentuk apresiasi dan implementasi suatu hadis : “Tidaklah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia (yang berjasa padanya)”. 4
Olehnya, sangat tidak perlu “mengganggu dan
merusak” nama dan kinerja dakwah mereka hanya karena adanya perbedaan
ijtihad pada masalah tertentu, atau hanya karena adanya “amalan atau
aktifitas” mereka yang hukumnya boleh-boleh saja atau makruh, bahkan
dosa sekalipun jika itu memang dalam kategori darurat yang terbangun
atas dasar pertimbangan maslahat dan mafsadat. Wallaahu ta’ala a’lam wa
ahkam.
Muhibbukum : Maulana La Eda.
(Mahasiswa Pascasarjana (s-2) Jurusan Ilmu Hadis Universitas Islam Madina)
1
.Hadisnya riwayat Al-baihaqi dalam Ad-dalaail (4L221) dan Lihat
Kisahnya dalam Al-Isti’ab (no.35), Asadul-Ghaabah (no.115) dan
Al-Ishabah (no.132).
2 .Disadur dari Kitab “Afraah Ar-Ruh” (Kebahagiaan Jiwa).
3 . Disadur dari Kitab “Afraah Ar-Ruh” (Kebahagiaan Jiwa).
4 .HR Abu Daud (4811), dan Tirmidzi (2069) dengan sanad shahih.