Latest Products

Tampilkan postingan dengan label Aqidah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aqidah. Tampilkan semua postingan
Alhamdulillah  tidak ada perselisihan (ikhtilaf) diantara para sahabat dalam masalah akidah, demikian juga diantara orang-orang yang datang sesudah mereka dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena mereka meyakini apa yang ditunjukkan oleh Al Kitab dan As Sunnah dan mereka tidak menyampaikan sesuatu dari diri mereka sendiri atau pendapat-pendapat mereka. Inilah yang menyebabkan mereka bersatu dan sepakat di atas akidah dan manhaj yang satu, mengamalkan firman Allah Ta’ala, “Dan berpegang-teguhlah kamu semua dengan Tali Allah dan janganlah kamu berpecah-belah”. (Ali Imron : 103)



Diantaranya adalah masalah orang-orang beriman melihat Robb mereka di hari kiamat. Mereka sepakat menetapkannya sesuai dalil-dalil yang mutawatir dari Al Kitab dan As Sunnah dan mereka tidak berbeda pendapat dalam hal itu.

Adapun ikhtilaf (perselisihan)  tentang apakah Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama melihat Robbnya pada malam Mi’roj dengan penglihatan mata, maka itu adalah perbedaan dalam kejadian tertentu di dunia, bukan perselisihan dalam masalah melihat Allah di hari kiamat.

Yang diyakini oleh mayoritas ulama dan pendapat ini adalah yang benar bahwasanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama melihat Robbnya (dimalam mi’roj) dengan hatinya bukan dengan penglihatan mata. Karena beliau shollallahu ‘alaihi  wa sallama ketika ditanya tentang itu bersabda,

نور أنى أراه

“Cahaya bagaimana aku bisa melihatNya”[1].

Beliau menafikan melihat Robbnya dengan mata pada peristiwa tersebut karena adanya hijab yang menghalangi yaitu cahaya. Dan karena mereka (mayoritas ulama) sepakat atas bahwasanya seseorang tidak bisa melihat Robbnya di dunia ini sebagaimana ditegaskan di dalam hadits,

واعلموا أن أحدا منكم لا يرى ربه حتى يموت

“Dan ketahuilah, bahwasanya salah seorang dari kalian tidak bisa melihat Robbnya sehingga ia mati”[2]. (Al Lajnah Ad Daimah : 21008)

[1] HR. Muslim (178/291) dari hadits Abu Dzar.
[2] HR. Muslim  (169/65) dari hadits Abdullah bin Umar.

Bismillah

Rasulullah saw. telah melarang umatnya untuk mempergunakan jimat. Berikut ini adalah dalil-dalil yang menunjukkan larangan tersebut.
  1. Uqbah bin Amir r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Barangsiapa yang menggantungkan jimat tamîmah, Allah tidak akan membuatnya sempurna dan barangsiapa menggantungkan jimat wada’ah, Allah tidak akan meringankan apa yang ditakutinya.[1]
Tamîmah adalah suatu untaian yang dikalungkan orang-orang Arab terhadap anak-anak mereka dengan tujuan mencegah gangguan ‘ain (pandangan mata yang dapat menyebabkan suatau gangguan, misalnya seseorang setelah dilihat kesadarannya menjadi hilang). Demikian ini hanyalah menurut anggapan mereka saja. Kemudian Islam membatalkan anggapan ini dan melarangnya. Ditambah lagi Rasulullah saw. berdoa agar Allah tidak memberikan kesempurnaan kepada orang yang menggantungkan jimat tamîmah.[2]
  1. Ibnu Mas’ud r.a. meriwayatkan bahwa suatu saat dia mendatangi istrinya. Ketika itu istrinya sedang memakai jimat yang dikalungkan di lehernya. Melihat ini Ibnu Mas’ud r.a. langsung menarik kalung tersebut dan memutusnya. Kemudian ia berkata, “Sungguh keluarga Abdullah tidak butuh mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan  (dasar) hal itu!” Kemudian ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda,
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ.
 “Sesungguhnya mantera, jimat dan tiwalah dapat menjerumuskan dalam kemusyrikan.”[3]
Para sahabat bertanya, “Wahai Abu Abdillah, jimat dan mantera telah kami ketahui, maka apakah yang dimaksud tiwalah?” Beliau menjawab,
شَيْءٌ يَصْنَعُهُ النِّسَاءُ، يَتَحَبَّبْنَ إِلَى أَزْوَاجِهِمْ.
“Sesuatu yang dibuat kaum perempuan agar mereka dicintai suaminya (pelet).”[4]
  1. Imran bin Hushain r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. melihat untaian yang dipasang di lengan seseorang. Untaian ini terbuat dari tembaga. Maka Rasulullah saw. bersabda,
وَيْحَكَ! مَا هَذَا؟
 “Celaka kamu! Apakah ini?”
Orang tersebut menjawab, “Untuk menjaga diri dari wâhinah.” Lalu Rasulullah saw. bersabda,
أَمَا إِنَّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاَّ وَهْنًا انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا.
“Ketahuilah, dia tidak akan menambahimu kecuali kelemahan. Buanglah dia, karena sesungguhnya jika kamu meninggal sedang dia ada di tubuhmu, maka kamu tidak akan beruntung selamanya.”[5]
Wâhinah adalah suatu penyakit urat di pundak dan seluruh tangan. Ada juga yang mengatakan bahwa wâhinah adalah rasa sakit yang terdapat di lengan.
Lelaki tersebut telah memasang tembaga tersebut di lengannya karena menyangka bahwa tembaga ini dapat menjaganya dari rasa sakit. Maka Rasulullah saw. melarangnya dan menganggapnya sebagai bagian dari jimat.
  1. Isa bin Hamzah berkata, “Aku mendatangi Abdullah bin Hakim. Ketika itu dia terkena penyakit kulit. Aku bertanya, ‘Tidakkah kamu mengalungkantamîmah?’ Abdullah bin Hakim berkata, ‘Aku berlindung kepada Allah dari hal itu. Sungguh Rasulullah saw. telah bersabda,
مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ.
‘Barangsiapa yang mengalungkan sesuatu (jimat) di tubuhnya, maka dia akan terus dibebani dengannya.’”[6]

[1] Diriwayatkan oleh Ahmad di dalam Musnad Ahmad, jilid IV, hlm. 154-156.
[2] Wada’ah adalah jimat yang diambil dari laut yang bentuknya seperti kulit kerang.
[3] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah di dalam Sunan Ibni Majah, Kitâb ath-Thibbi, Bâb Ta’lîq at-Tamâ`im, jilid II, hlm. 1167, hadits nomor 3530.
[4] Diriwayatkan oleh Hakim di dalam Mustadrak Hakim; dan Ibnu Hibban di dalam Shahîh Ibni Hibban. Keduanya menyahihkan hadits ini. Ada yang mengatakan bahwa tiwalah adalah benang atau kertas yang dipergunakan untuk menyihir manusia agar menjadi cinta kepada yang menyihir.
[5] Diriwayatkan oleh Ahmad di dalam Musnad Ahmad, jilid IV, hlm. 445; dan Ibnu Majah dengan redaksi yang hampir sama di dalam Sunan Ibni MajahKitâb ath-Thibbi, Bâb Ta’lîqi at-Tamâ`imi, jilid II, hlm. 1167-1168, hadits nomor 3531.
[6] Diriwayatkan oleh Ahmad di dalam Musnad Ahmad, jilid II, hlm. 252.
Apakah boleh menyebut nama Nabi dengan sayyidina Muhammad?

Jawab:
Lafadz "sayyidina" dalam bahasa arab maknanya ialah sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama berikut ini:

1). Al-Imam Muhyiddin Abi Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi Ad-Dimasqi rahimahullah mengatakan: “Ketahuilah olehmu bahwa lafadh sayyid itu adalah gelar yang diberikan kepada orang yang paling tinggi kedudukannya pada kaumnya dan paling dimuliakan mereka. Lafadh ini diberikan pula bagi pimpinan dan orang mulia. juga lafadh ini diberikan kepada orang yang penyabar yang mampu menguasai kemarahan dan mampu mengendalikannya. Diberikan pula lafadh sayyid kepada dermawan, dan kepada raja (kepala negara). Juga lafadh ini diberikan oleh istri kepada suaminya. Dan terdapat banyak hadits memberikan istilah sayyid kepada orang yang mempunyai keutamaan.” (Al-Adzkar An-Nawawi, hal. 418, Fashlun fi Lafdzis Sayyid)

Solmedpun GERAH Dengan WAHABI

solmed pun merasa was-was dengan wahabi#Bismillah____
Jawaban dari Kulwit akun Twitternya di alamat @SholehMahmoed..
#Indonesia__Darurat_Tipu__Daya__Muslihat__Kaum__Munafik__
Semua orang sudah pada mengetahui siapa anda Sholeh Mahmoed Nasution atau yang dikenal dengan nama publk Ustadz Solmed.
Anda cukup pintar sekali, dalam memanfaatkan peluang memancing di air keruh,..dengan Mengatakan __ #Indonesia__Darurat__Wahabi__
Tapi anda Cukup Jahil and Bodoh dalam Memahami Arti yang sebenarnya#WAHABI___
Anda cukup Hebat dengan berbagai Dukungan,..Anda golongan orang berada,..Artis dikenal,..dan anda mempersiapkan diri dengan 
#Latihan__Menembak__Sebagai__Anggota__PERBAKIN….
Dengan demikian anda Cukup Berani dengan Menjalankan Misi Terselubung yang anda Ingin Jalankan dan Terapkan, termasuk mempengaruhi orang-orang dekat anda.
================================================
Berikut adalah Kultwit Indonesia Darurat Wahabi oleh Ustadz Solmed (@SholehMahmoed):
1. INDONESIA DARURAT WAHABI (siap-siap dituduh Syiah). Tempat wahabi bukan di Indonesia. Indonesia itu tanah Ahlussunnah bukan tanah Ahlu fitnah.
2. Silahkan melakukan amal dari ajaran dan tafsiran gurumu tapi tak perlu kau hina orang yang beda amalan denganmu.
3. Kau fitnah yang tahlil dengan BID’AH. Kau fitnah yang ziarah qubur & berdoa kepada Allah di sana dengan SYIRIK. Perayaan maulid kau tuduh KELUAR SUNNAH.
4. Silahkan gunakan tafsiranmu untuk ibadahmu, jangan kau jadikan tafsirmu untuk menghina, mencaci & memaki saudaramu yang tidak sejalan denganmu.
5. Jangan menjadi virus perpecahan di tengah Ummat. Jangan kau tarik perang saudara & kepentinganmu di Timur Tengah ke tanah pertiwi kami Indonesia.
6. Kuatkan persatuan, perhatikan kepada siapa anak kita mengaji, tanya anak kita apa yang diajarkan gurunya kepada dia. Waallahul Musta’aan.
Oleh: Ustadz Sholeh Mahmoed Nasution, dalam akun Twitternya @SholehMahmoed, 23 Oktober 2015.
====================================================
Berikut ini Jawabannya/Bantahannya,….=
1.Pake dalam kurung (siap-siap dituduh Syiah),..Memangnya anda tidak paham,..dari Golongan mana orang yang Memfitnah “”WAHABI””,…Jangan Jangan Menembak Menyembunyikan Tangan,..Tampat Syiah Bukan di Indonesia, walaupun anda Menyembunyikan Tangan yang merasa bersih.sebelum menuduh wahabi apakah anda sudah tahu
2. Silahkan anda menjalankan Ajaran Taqiyah dari Marja-mu,.Tapi Taktik Bomb anda Sudah Kebaca,..Perbedaan dalam Aqidah memang harus di hinakan dangan adab yang santun mengatakannya.
3. Point ini menandakan Anda itu Bodoh dalam Pemahaman ilmu Syar’i,..yang mengatakan Bid’ah,..Syirik,..Khurofat adalah Nabi Muhammad Rasullullah Shallallahu ‘allaihi wassallam,..bukan ane,..bukan kaum Salafy,..bukan Ustadz Salaf,..bukan Wahabi…Memang Bid’ah itu KELUAR dari Sunnah,..Enga Mikir,..
4. Tafsiran kami Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah–Salafy BUKAN MENGIKUTI AKAL MANUSIA,..Tapi berdasarkan Dalil,..Dan Dalam Manhaj kami,..Dilarang Keras menghina–Mencaci-Maki Pelaku Bid’ah,..Ahlul Bid’ah, bahkan Ahlul Syirik,…Semata-mata mereka semua belum tau,..Belum Paham,..Jahil & Mendustakan Ajaran Islam yang Murni dan kami mengajak agar Sejalan sesuai Apa yang diajarkan Rasullullah dan di Contohkan Para Sahabat Nabi,.Bila mereka tidak mau,..Itu terserah mereka,..Hidayah Ditangan Allah Ta’ala,..Mereka Enggan Masuk Surga,….selamat kepada yang menyebut salafi dengan wahabi
5. Anda jangan Jadi BENALU, yang menghacurkan dan mematikan Pohon induknya,….Dan anda Tarik Umat Islam Jadi Bingung dan Membuat Subhat dalam Beragama Islam,..Sehingga Kaum andalah yang bertaqiyah Biang Perpecahan, dan Kerusuhan membuat Keresahan Umat Islam di Tanah pertiwi Kami Indonesia yang kami cintai…
6. Point ini,..Menunjuk pada diri anda sendiri,..Siapa itu Marja,..Siapa itu Imam 12….patutkah diikuti dan dipatuhi mengalahkan SAMI’NA wa ATHO’NA, kepada Allah Ta’ala dan Rasulnya.
wallahu’allam bish showab
oleh Ridwan Syarif 25-Oktober-2015 dalan beranda Akun FB
===================================
Kutipan,..
solmed ngisi acara di markas syiah jakarta
(Lihat agendanya di ICC Syiah Ahlul Bait,, Jln.Warung Buncit,Pasar Minggu,Jak-Sel–Sebelah Koran Republika april 2006)
Imam Khomeini tidak hanya milik kaum Syiah. Setidaknya hal itu dibuktikan pada peringatan wafatnya (haul) Imam Khomeini ke-20 di Islamic Cultural Center, Jakarta (04/06). Selain dihadiri pembicara utama, Ayatullah Baqir Al-Anshari, peringatan kali ini juga dihadiri oleh wakil dari Front Pembela Islam (FPI).
Ustadz Sholeh Mahmud (wasekjen DPP FPI), yang mewakili Sekjen DPP FPI Shobri Lubis dan Ketua Umum Habib Rizieq Shahab yang tidak bisa hadir karena terikat kontrak dengan “pondok pesantren” Polda, memberikan ceramah singkat mengenai perjuangan Imam Khomeiniyang siap mengorbankan apa yang dimiliki untuk Allah dan Rasulullah saw.
Menurutnya, Imam Khomeini merupakan ulama sekaligus pejuang yang telah melepaskan rakyatnya dari kezaliman tirani pada masa itu. Beliau berani menghadapi risiko apapun, mulai dari penjara, pengasingan hingga ancaman kematian
======================
JELAS SUDAH SIAPAKAH SOLMED INI.. minimalnya dia adalah simpatisan syiah…
Baca juga tentang habib pimpinan FPI yang tidak berani mengkafirkan SYIAH, dan beralasan mengkafirkan syiah berarti meruntuhkan ahlusunnah… padahal.. Imam Bukhari menyatakan syiah itu KAFIR, ulasannya bisa dibaca disini
Pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari pun menyatakan SYIAH ITU KAFIRsilahkan baca disini
Asalaamu'alaikum 

Para pembaca, semoga Allah merahmati kita semua, merupakan salah satu pokok yang mendasar dari keyakinan Ahlus Sunnah adalah penghormatan terhadap kedudukan dan keutamaan para shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, serta selamatnya hati dari kebencian dan kemarahan, serta selamatnya lisan dari celaan, hinaan, dan perkataan yang tidak pantas terhadap mereka. 

Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al Hasyr: 10) 
Penutup
Kemudian dengan adanya prinsip-prinsip yang dikemukakan dimuka, mereka senantiasa berakhlak mulia sebagai pelengkap aqidah yang diyakininya.
Diantara sifat-sifat yang agung itu adalah:
Pertama, Mereka beramar ma'ruf dan nahi mungkar seperti yang telah diwajibkan syari'at dalam firman Allah berikut.
"Artinya : Jadilah kalian umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, beramar ma'ruf dan nahi munkar dan kalian beriman kepada Allah". (Ali-Imran : 110).
"Artinya : Barangsiapa diantara kamu menyaksikan suatu kemunkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itulah selemah-lemah iman". (Dikeluarkan oleh Muslim 1/Juz 2 hal. 22-25 syarah Nawawy dari Abu Sa'id Al-Khudry).
Sekali lagi, amar ma'ruf nahi munkar hanya terhadap apa-apa yang diwajibkan oleh syari'at. Sedangkan golongan Muta'zilah mengeluarkan amar ma'ruf dan nahi munkar dari apa-apa yang diwajibkan oleh syara, sehingga mereka berpandangan bahwa amar ma'ruf nahi munkar adalah keluar dari para pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan ma'shiyat walaupun belum termasuk perbuatan kufur. Sedang Ahlus Sunnah Wal Jama'ah memandang wajib menasehati mereka dalam hal kema'shiyatannya tanpa harus memberontak kepada mereka. Hal ini dilakukan dalam rangka mempersatukan kalimat dan menghindari perpecahan dan perselisihan. Telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah : Barangkali hampir tidak dikenal suatu kelompok keluar memberontak terhadap pemilik kekuasaan kecuali lebih banyaknya kerusakan yang terjadi ketimbang terhapusnya kemunkaran (melalui cara pemberontakan tersebut).
Kedua, Ahlus Sunnah wal Jama'ah menjaga tetap tegaknya syi'ar Islam baik dengan menegakkan shalat Jum'at dan shalat berjama'ah sebagai pembeda terhadap kalangan ahlul bid'ah dan orang-orang munafik yang tidak mendirikan shalat Jum'at maupun shalat Jama'ah.
Ketiga, Menegakkan nasehat bagi setiap muslim dan bekerja sama serta tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Ad-Din itu nasehat, kami bertanya : untuk siapa .? Beliau menjawab : Untuk Allah dan Rasul-Nya dan para imam kaum muslimin serta kaum muslimin pada umumnya".(Dikeluarkan oleh Muslim I/Juz 2 hal. 36-37 syarah Nawawy, Abu Daud 5/49944, dan An-Nasaai 7/4197, Imam Ahmad 4/102 dari Tamiim Ad-Dary).
"Artinya : Mu'min yang satu bagi mu'min yang lain bagaikan satu bangunan yang satu sama lain saling mengokohkan". (Dikeluarkan oleh Bukhary 4/6026 dan Muslim 6/Juz 16 hal. 139 syarah Nawawy).
Keempat, Mereka tegar dalam menghadapi ujian-ujian dengan sabar ketika mendapat cobaan-cobaan dan bersyukur ketika mendapatkan keni'matan dan menerimanya dengan ketentuan Allah.
Kelima, Bahwasanya mereka selalu berahlak mulia dan beramal baik, berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung tali persaudaraan, berlaku baik dengan tetangga, dan mereka senantiasa melarang dari sikap bangga, sombong, dzolim (aniaya) sesuai dengan firman Allah.
"Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib, kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri". (An-Nisaa : 36)
"Artinya : Sesempurna-sempurna iman seorang mu'min adalah yang baik ahlaknya". (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad 13 No. 7396, Tirmidzi 3/1162, Abu Daud 5/4682, dan Al-Haitsamy dalam Mawarid No. 1311, 1926).
Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar berkenan menjadikan kita semua bagian dari mereka dan tidak menjadikan hati kita condong kepada kekafiran setelah diberi petunjuk (hidayah-Nya) dan semoga shalawat serta salam terlimpah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya beserta shabat-sahabatnya. Aamin.

-----------------
Disalin dari buku Prinsip-Prinsip 'Aqidah Ahlus Sunah Wal Jama'ah oelh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 Riyadh, penerjemah Abu Aasia
Prinsip Keenam
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasul Radhiyallahu 'anhum sebagaimana hal ini telah digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala ketika mengkisahkan Muhajirin dan Anshar dan pujian-pujian terhadap mereka.
"Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan : Ya Allah, ampunilah kami dan saudara-suadara kami yang telah mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman : Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (Al-Hasyr : 10).
Dan sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Janganlah kamu sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi dzat yang jiwaku ditangan-Nya, kalau seandainya salah seorang diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam kebaikan salah seorang diantara mereka tidak juga setengahnya". (Dikeluarkan oleh Bukhary 3/3673, dan Muslim 6/ Juz 16 hal 92-93 atas Syarah Nawawy).
Berlainan dengan sikap orang-orang ahlul bid'ah baik dari kalangan Rafidhoh maupun Khawarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para sahabat.
Ahlus Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhumajma'in. Barangsiapa yang mencela salah satu khalifah diantara mereka, maka dia lebih sesat daripada keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma atas kekhalifahan mereka dalam silsilah seperti ini.
Prinsip Ketujuh
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah mencintai ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya.
"Artinya : Sesunnguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku". ( Dikeluarkan Muslim 5 Juz 15, hal 180 Nawawy, Ahmad 4/366-367 dan Ibnu Abi 'Ashim dalam kitab As-Sunnah No. 629).
Sedang yang termasuk keluarga beliau adalah istri-istrinya sebagai ibu kaum mu'minin Radhiyallahu 'anhunna wa ardhaahunna. Dan sungguh Allah telah berfirman tentang mereka setelah menegur mereka.
"Artinya : Wahai wanita-wanita nabi ........".(Al-Ahzab : 32)
Kemudian mengarahkan nasehat-nasehat kepada mereka dan menjanjikan mereka dengan pahala yang besar, Allah berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya". ( Al-Ahzab : 33)
Pada pokoknya ahlul bait itu adalah saudara-saudara dekat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang dimaksud disini khususnya adalah yang sholeh diantara mereka. Sedang sudara-saudara dekat yang tidak sholeh seperti pamannya, Abu Lahab maka tidak memiliki hak. Allah berfirman.
"Artinya : Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya celaka dia". (Al-Lahab : 1).
Maka sekedar hubungan darah yang dekat dan bernisbat kepada Rasul tanpa keshalehan dalam ber-din (Islam), tidak ada manfaat dari Allah sedikitpun baginya, Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya :Hai kaum Quraisy, belilah diri-diri kamu, sebab aku tidak dapat memberi kamu manfaat di hadapan Allah sedikitpun ; ya Abbas paman Rasulullah, aku tidak dapat memberikan manfa'at apapun di hadapan Allah. Ya Shofiyyah bibi Rasulullah, aku tidak dapat memberi manfaat apapun di hadapan Allah, ya Fatimah anak Muhammad, mintalah dari hartaku semaumu aku tidak dapat memberikan manfaat apapun di hadapan Allah". (Dikeluarkan oleh Bukhary 3/4771, 2/2753, Muslim 1 Juz 3 hal 80-81 Nawawy).
Dan saudara-saudara Rasulullah yang sholeh tersebut mempunyai hak atas kita berupa penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh berlebih-lebihan terhadap mereka dengan mendekatkan diri dengan suatu ibadah kepada mereka. Adapaun keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau madlarat selain dari Allah adalah bathil, sebab Allah telah berfirman.
"Artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Bahwasanya aku tidak kuasa mendatangkan kemadlaratan dan manfaat bagi kalian". (Al-Jin : 21).
"Artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Aku tidak memiliki manfaat atau madlarat atas diriku kecuali apa-apa yang tidak dikehendaki oleh Allah , kalaulah aku mengetahui yang ghaib sunguh aku akan perbanyak berbuat baik dan aku tidak akan ditimpa kemadlaratan". (Al-A'raf : 188)
Apabila Rasulullah saja demikian, maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi, apa yang diyakini sebagian manusia terhadap kerabat Rasul adalah suatu keyakinan yang bathil.
Prinsip Kedelapan
Dan diantara prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah membenarkan adanya karomah para wali yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian mereka, berupa hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Sedang golongan yang mengingkari adanya karomah-karomah tersebut daintaranya Mu'tazilah dan Jahmiyah, yang pada hakikatnya mereka mengingkari sesuatu yang diketahuinya. Akan tetapi kita harus mengetahui bahwa ada sebagian manusia pada zaman kita sekarang yang tersesat dalam masalah karomah, bahkan berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasuk karomah baik berupa jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syetan-syetan dan para pendusta. Perbedaan karomah dan kejadian luar biasa lainnya itu jelas, Karomah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para hamba-Nya yang sholeh, sedang sihir adalah keluar biasaan yang biasa diperlihatkan para tukang sihir dari orang-orang kafir dan atheis dengan maksud untuk menyesatkan manusia dan mengeruk harta-harta mereka. Karomah bersumber pada keta'atan, sedang sihir bersumber pada kekafiran dan ma'shiyat.

Prinsip Kesembilan
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan atau Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam baik secara lahir maupun bathin dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti Al-Khulafaur-rasyidin sebagaimana wasiat Rasulullah dalam sabdanya.
"Artinya : Berepegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyid-iin yang mendapat petunjuk". (Telah terdahulu takhrijnya).
Dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda Rasulullah. Oleh karena itu mereka dinamakan Ahlul Kitab Was Sunnah. Setelah mengambil dasar Al-Qur'an dan As-Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang telah disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar yang pertama ; yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Allah telah berfirman.
"Artinya : Maka jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman pada Allah dan hari akhir, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya". (An-Nisaa : 59)
Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kema'shuman seseorang selain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka tidak berta'ashub pada suatu pendapat sampai pendapat tersebut bersesuaian dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Mereka meyakini bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam ijtihadnya. Mereka tidak boleh berijtihad sembarangan kecuali siapa yang telah memenuhi persyaratan tertentu menurut ahlul 'ilmi.

Perbedaan-perbedaan diantara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh mengharuskan adanya permusuhan dan saling memutuskan hubungan diantara mereka, sebagaimana dilakukan orang-orang yang ta'ashub dan ahlul bid'ah. Sungguh mereka tetap metolerir perbedaan yang layak (wajar), bahkan mereka tetap saling mencintai dan berwali satu sama lain ; sebagian mereka tetap shalat di belakang sebagian yang lain betapapun adanya perbedaan masalah far'i (cabang) diantara mereka. Sedang ahlul bid'ah saling memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi sesat kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.

--------------------
Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO. Box 6373 Riyadh, penerjemah Abu Aasia.
Prinsip Kedua
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah : bahwasanya iman itu perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bisa bertambah dengan keta'atan dan berkurang dengan kema'shiyatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekedar ma'rifah (mengetahui) dan meyakini tanpa ikrar dan amal sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak kebenaran. Allah berfirman.
"Artinya : Dan mereka mengingkarinya karena kedzoliman dan kesombongan (mereka), padahal hati-hati mereka meyakini kebenarannya, maka lihatlah kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan itu". (An-Naml : 14)
"Artinya : ....... karena sebenarnya mereka bukan mendustakanmu, akan tetapi orang-orang yang dzolim itu menentang ayat-ayat Allah". (Al-An'aam : 33)
"Artinya : Dan kaum 'Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu kehancuran tempat-tempat tinggal mereka. Dan syetan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka sehingga menghalangi mereka dari jalan Allah padahal mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam" (Al-Ankabut : 38)
Bukan pula iman itu hanya suatu keyakinan dalam hati atau perkataan dan keyakinan tanpa amal perbuatan karena yang demikian adalah keimanan golongan Murji'ah; Allah seringkali menyebut amal perbuatan termasuk iman sebagaimana tersebut dalam firman-Nya.
"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah mereka yang apabila ia disebut nama Allah tergetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah bertambahlah imannya dan kepada Allahlah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, dan yang menafkahkan apa-apa yang telah dikaruniakan kepada mereka. Merekalah orang-orang mu'min yang sebenarnya ..." (Al-Anfaal : 2-4).
"Artinya : Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian" (Al-Baqarah : 143).
Prinsip Ketiga
Dan diantara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwasanya mereka tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar selain syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir. Misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa besar tersebut) tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya, namun si pelaku tidak kekal di neraka, telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa yang dikehendakinya ..." (An-Nisaa : 48).
Dan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam masalah ini berada di tengah-tengah antara Khawarij yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar walau bukan termasuk syirik dan Murji'ah yang mengatakan si pelaku dosa besar sebagai mu'min sempurna imannya, dan mereka mengatakan pula tidak berarti suatu dosa/ma'shiyat dengan adanya iman sebagaimana tak berartinya suatu perbuatan ta'at dengan adanya kekafiran.

Prinsip Keempat
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah wajibnya ta'at kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat kema'shiyatan, apabila mereka memerintahkan perbuatan ma'shiyat, dikala itulah kita dilarang untuk menta'atinya namun tetap wajib ta'at dalam kebenaran lainnya, sebagaimana firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta'atlah kamu kepada Allah dan ta'atlah kepada Rasul serta para pemimpin diantara kalian ..." (An-Nisaa : 59)
Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
"Artinya : Dan aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah dan mendengar dan ta'at walaupun yang memimpin kalian seorang hamba".(Telah terdahulu takhrijnya, merupakan potongan hadits 'Irbadh bin Sariyah tentang nasihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabatnya).
Dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah memandang bahwa ma'shiyat kepada seorang amir yang muslim itu merupakan ma'shiyat kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabdanya.
"Artinya : Barangsiapa yang ta'at kepada amir (yang muslim) maka dia ta'at kepadaku dan barangsiapa yang ma'shiyat kepada amir maka dia ma'shiyat kepadaku". (Dikelaurkan oleh Bukhari 4/7137, Muslim 4 Juz 12 hal. 223 atas Syarah Nawawi).
Demikian pula, Ahlus Sunnah wal Jama'ah-pun memandang bolehnya shalat dan berjihad di belakang para amir dan menasehati serta medo'akan mereka untuk kebaikan dan keistiqomahan.

Prinsip Kelima
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah haramnya keluar untuk memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur. Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wajibnya ta'at kepada mereka dalam hal-hal yang bukan ma'shiyat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas. Berlainan dengan Mu'tazilah yang mewajibkan keluar dari kepemimpinan para imam/pemimpin yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut sebagai amar ma'ruf nahi munkar. Sedang pada kenyataannya, keyakinan Mu'tazilah seperti ini merupakan kemunkaran yang besar karena menuntut adanya bahaya-bahaya yang besar baik berupa kericuhan, keributan, perpecahan dan kerawanan dari pihak musuh.

--------------
Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 Riyadh Saudi Arabia, penerjemah Abu Aasia

FREE WORLDWIDE SHIPPING

BUY ONLINE - PICK UP AT STORE

ONLINE BOOKING SERVICE